pengkhianat

275 39 5
                                    

"Uhuk! Argh!"

Damian berteriak. Kedua matanya melotot ketika Carlo menghantam dadanya dengan obeng tumpul itu. Ia bisa merasakan hantaman itu begitu perih dan luar biasa menyakitkan. Entah apakah ada tulang rusuknya yang patah atau tidak.

Carlo seperti sedang kesetanan. Ia mengamuk dan terus menyerang Damian tanpa ampun, seolah ia benar-benar mengharapkan kematian Damian saat ini juga.

"C-Carlo... Ugh!"

Carlo tertawa terbahak-bahak. Ia melempar obeng besinya kemudian mencekik leher Damian dengan cengkeraman begitu kuat.

"Engh!"

Damian terpojok. Carlo selalu tampak kalem selama ini. Bahkan Damian tidak pernah melihat pria itu berkelahi. Siapa sangka di balik sikap kalemnya itu, ia ternyata menyimpan kekuatan yang luar biasa?

Meski jalan napas Damian dihalangi, ia masih berusaha melawan. Ia tidak mau mati sia-sia di sini, apalagi di tangan Carlo yang selama ini sok baik di hadapannya.

Damian menggertakkan giginya. Ia meremas pergelangan tangan Carlo dan menusuk kulit pria itu dengan kukunya. Sekuat tenaga Damian berusaha melepaskan diri, dan dengan keinginan kuatnya untuk bertahan hidup, ia berhasil menarik paksa cengkeraman tangan Carlo dari lehernya.

"Eerrrgghh...!"

Napas Damian tersengal-sengal. Ia menarik kedua tangan Carlo dan membuat pria itu merentangkan kedua lengannya.

"He? Kau ternyata masih bisa bergerak, hm?"

"Hentikan semua ini, Carlo!" Damian berteriak. "Kau gila! Apa sebenarnya tujuanmu, hah?!"

"Membunuhmu, tentu saja."

Damian berusaha mendorong Carlo. Pria ini pasti sudah gila.

"Memangnya apa kesalahanku sampai kau seperti ini, hah?! Kau--"

"Diam! Diam! Diam!"

Carlo meraung seperti orang kesurupan. Ia tidak mau melepaskan Damian sama sekali.

Sementara Damian berusaha keras untuk bertahan, ia menendang ulu hati Carlo, membuat pria itu terdorong mundur. Damian merangkak dan berusaha bangun, tetapi hantaman yang ia terima sejak tadi membuat seluruh tubuhnya terasa remuk. Bahkan untuk berdiri saja rasanya sulit sekali.

"Aku harus segera keluar dari ruangan ini!" Damian menggumam sendiri. Ia berusaha bangun dan menuju ke pintu, lupa bahwa ruangan Carlo memakai kunci sensor pintu.

Carlo sendiri sudah berdiri di belakangnya seraya menyeringai. Ia mengacungkan key card ruangannya di depan wajah Damian.

"Butuh ini, hm?"

Damian mengepalkan telapak tangannya. "Hei, c'mon... bisakah kita bicarakan saja soal ini? Aku tidak bisa mati di sini. Kalau kau memang sangat tidak menginginkanku berada di sini, mengapa tidak bantu saja aku pulang ke Indonesia? Aku ingin bertemu dengan ibuku, kakak-kakakku, dan teman-temanku juga. Mereka semua pasti--"

Damian seketika berhenti bicara ketika Carlo lagi-lagi malah terbahak kencang. Damian tidak paham.

"Kenapa kau ketawa? Apanya yang lucu?"

"Teman? Kau anggap bocah-bocah itu temanmu?"

Damian mengerjap. Beberapa kali ia harus menyeka darah mimisan yang mengalir dari lubang hidungnya.

"Huh?"

Carlo tersenyum puas melihat raut bingung di wajah Damian.

"Hei! Apa maksudmu? Katakan yang sebenarnya!" pinta Damian.

Plaything | YAOITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang