"Damian!"
Tian, Arga, dan Riana langsung menghampirinya ketika Damian bahkan baru turun dari mobil. Mereka bertiga tampak khawatir.
"Hai," sapa Damian kaku. Aneh sekali rasanya kembali ke kampus setelah mengalami kejadian penculikan itu. Entahlah, rasanya masih tidak nyaman.
Riana menyentuh wajah Damian dengan jemari lentiknya. "Kamu oke? Ke mana saja kamu selama ini, huh? Bodyguard ayahmu melaporkan kalau kamu sedang sakit dan membutuhkan cuti sementara waktu. Memangnya kamu sakit apa?"
Oh... jadi itu alasan yang dipakai ayahnya.
Damian memasang senyum lebar. "Oh itu, cuma alergi."
Tian mengernyit heran. "Serius? Seingatku kamu nggak punya alergi, deh?"
Ucapan Tian diangguki oleh Arga dan Riana.
"Baru saja. Aku juga baru tahu saat alergi itu muncul. Pengobatan di Indonesia nggak membuahkan hasil, jadi aku dirawat di Singapura. Sudah lama banget ya aku nggak ke kampus. Ada gossip apa nih?"
Damian tidak mau ditanya-tanya lagi perihal hari-hari dia menghilang. Dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Ayahnya gencar sekali menutupi semua fakta bahwa dia sedang diculik dan dibawa ke luar negeri. Dan bodohnya, semua orang percaya begitu saja.
"Gosipnya ya kamu. Ada banyak teori konspirasi yang dibuat anak-anak. Kamu tahu? Beberapa orang bahkan ngira kamu dibunuh ayahmu sendiri dan keluargamu menutupinya dengan alasan kamu sakit."
Damian meringis mendengar penjelasan Arga. Miris sekali mengingat teori aneh itu bisa saja terjadi andaikata ayahnya benar-benar marah.
"Untung aku masih hidup."
Mereka semua tertawa. Damian ikut tersenyum. Semuanya baik-baik saja. Ya, tidak ada yang salah. Dia sudah kembali pada kehidupan idealnya. Seharusnya dia tidak harus khawatir lagi.
"Kantin, yuk? Kelas pertama masih sejam lagi nih," tawar Tian. Semua mengangguk termasuk Damian.
Mereka berjalan bersama-sama, tetapi ponsel di saku celana Damian mendadak bergetar. Lagi, nomor yang disembunyikan muncul dengan sebuah pesan.
[Aku melihatmu.]
Hanya dua kata, tapi Damian kaget luar biasa ketika ada foto yang disematkan pada pesan itu. Foto dirinya bersama dengan teman-temannya.
"Damian?" Riana mengernyit heran saat melihat Damian berhenti berjalan. Arga dan Tian ikut bingung.
"Kamu kenapa? Kok mendadak pucat begitu?" tanya Tian.
Damian menoleh ke sana dan kemari. Melihat foto yang disematkan itu, orang yang menjepret foto tersebut seharusnya berada tak jauh dari mereka.
"Damian, hei!" Arga menepuk wajah Damian.
"A-Ah, iya?"
"Kamu masih sakit atau bagaimana?" Arga menyentuh dahi Damian dengan punggung tangannya.
Damian menggeleng. "Enggak. Aku baik-baik aja."
"Benar?" Riana kelihatan sangat khawatir.
Damian memasang senyum secerah yang dia bisa. "Iya Riana cantik, aku sehat kok."
"Ya udah ayo lanjut ke kantin."
Arga menarik lengan Damian, membuat pemuda itu berjalan tepat di sampingnya. Jantung Damian berdetak kencang. Butuh usaha keras agar dia bisa tenang.
Itu hanya pesan iseng. Yeah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Damian terus merapal dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plaything | YAOI
AcciónDamian hanya ingin bermain-main selama hidupnya. Ia tidak suka melakukan sesuatu yang berat karena itu melelahkan dan merepotkan. Ia memiliki segalanya. Uang tak terbatas, orang tua yang memanjakannya, dan dua kakak perempuan yang memperlakukannya s...