"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Damian sinis.
Ini sebenarnya di luar ekspektasi. Damian ketakutan ketika mendengar suara ketukan pintu di kamarnya. Dia kira, Aldon Decker yang akan datang untuk kembali mengintimidasi dirinya, tetapi bukan dia yang datang. Sosok yang datang ke kamarnya adalah Carlo, bawahan setia Aldon Decker.
Damian tidak terlalu memperhatikan Carlo sejak datang ke tempat ini. Ah, atau lebih tepatnya, sejak dia dibawa oleh Aldon Decker ke tempat ini. Pria itu tidak banyak berekspresi dan hanya selalu patuh kepada apapun yang dikatakan oleh bosnya tanpa satu pun perlawanan sama sekali. Dia seperti sebuah boneka yang patuh terhadap apapun perkataan tuannya. Ya, setidaknya itulah anggapan Damian sejak awal. Hingga kemudian pria itu membelanya di ruangan temaram itu. Entahlah, mungkin tidak tepat juga dikatakan sebagai pembelaan. Mungkin Carlo hanya tidak mau membuat bosnya tampak buruk di hadapan tawanannya sendiri? Intinya, ini adalah pertama kalinya Damian melihat Carlo melawan apa yang dilakukan oleh Aldon Decker.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Carlo dengan suara datar.
Kening Damian mengerut. "Hah? Kau demam atau bagaimana?"
"Huh?"
"Aldon Decker sialan itu yang menyuruhmu untuk memeriksa keadaanku atau bagaimana?"
Carlo menggeleng. "Aku datang atas kemauanku sendiri."
Damian menaikkan sebelah alisnya. Ini aneh. Sungguh aneh sekali. Memangnya apa urusan Carlo dengan keadaan Damian?
Damian menghela napas panjang dan berkacak pinggang. Dia dengan iseng berputar seperti seorang penari seksi di hadapan Carlo lalu menampilkan ekspresi sarkas khasnya.
"Kau bisa melihatnya, 'kan? Jadi pergilah dan jangan ganggu aku."
Damian dengan kasar menutup pintu kamar itu. Butuh waktu beberapa detik sampai Damian mendengar suara sepatu Carlo yang menjauh dari kamarnya.
Damian bergidik. "Aneh sekali melihatnya seperti itu. Aku jadi merinding," gumam Damian.
Damian segera melempar tubuhnya sendiri ke atas ranjang dan menatap langit-langit kamar mewah itu dengan pikiran berkelana. Mendadak, rasa takutnya menghilang usai kedatangan Carlo. Detak jantungnya yang menggila juga sudah mulai tenang. Suhu tubuhnya yang turun drastis kembali normal. Damian menyentuh dahinya sendiri dengan ekspresi penuh tanya.
"Oh, ada gunanya juga melampiaskan amarahku kepada pria itu."
Damian berguling-guling di atas ranjang king size itu berkali-kali. Dia menarik napas panjang kemudian memejamkan matanya, tanpa sadar sampai benar-benar jatuh dalam tidur yang lelap.
●●
Sejak kejadian di ruangan itu, Damian menjadi sedikit tegang setiap kali berdekatan dengan Aldon Decker. Setelah hari itu, Aldon Decker bertingkah seperti tidak terjadi apapun. Sikapnya tidak berubah sama sekali. Seolah-olah apa yang terjadi di ruangan temaram itu bukanlah apa-apa. Namun mengingat bagaimana seorang Aldon Decker bersikap, rasanya Damian tidak perlu kaget. Mungkin itu adalah sifat bawaannya.
Damian menghela napas sembari menggaruk kepalanya dengan malas. "Kalau seperti ini, aku jadi malas untuk mengganggunya," gumam Damian pelan.
Rasa terintimidasi di ruangan temaram itu masih tersisa. Setiap kali Damian berdekatan dengan Aldon Decker dan merasakan tatapan tajamnya, dia mendadak teringat dengan kejadian malam itu. Apakah dia trauma? Ah, seorang Damian rasanya tidak mungkin trauma.
Damian memukul pipinya sendiri. "Astaga, aku juga manusia." Rasanya aneh sekali dia sibuk berdebat dengan isi pikirannya sendiri.
Damian segera turun dari ranjang dan membersihkan diri. Seperti biasa, dia selalu memakai hoodie yang tersedia di sana dan menyembunyikan tasser gun DIY miliknya. Selain untuk berjaga-jaga, itu juga dia gunakan untuk menjahili Aldon Decker. Damian keluar dari kamar mewah itu setelah dirinya rapi dan wangi.
Jujur saja, dia tidak memiliki rencana apapun kali ini. Mungkin hanya berjalan-jalan di area bangunan itu dan berusaha mengenyahkan ingatan tentang wajah seram Aldon Decker di ruangan temaram tersebut.
"Kau masih berani keluar setelah kejadian tersebut?"
Damian terlonjak kaget. Dia berbalik dan menemukan Carlo berdiri dengan wajah datarnya. Seketika, ekspresi Damian berubah malas.
"Aku masih memiliki akses untuk berkeliling di area bangunan ini, jadi bukan urusanmu."
Carlo mendekati Damian, membuat pemuda itu seketika mundur.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Damian waspada.
Carlo diam saja, tetapi lengan panjangnya menarik pinggang Damian dengan kencang dan merogoh saku hoodie miliknya.
"Oi, jangan sembarangan menyentuhku!" seru Damian kesal.
Carlo mengambil tasser gun DIY yang disembunyikan Damian di saku hoodie-nya. Sama sekali tidak ada perubahan ekspresi dari bawahan kepercayaan Aldon Decker itu.
"Asshole! Kembalikan barangku!"
Carlo mengangkat tasser gun DIY tersebut lebih tinggi. Damian melompat dan berusaha menjangkau telapak tangan Carlo, tetapi tinggi pria itu cukup berjarak dengan tinggi Damian sendiri.
"Ini berbahaya. Tuan Aldon Decker akan menghukummu jika kau terus mengganggunya."
Damian mendecih benci. "Jadi kenapa? Aku yang dihukum, bukan kau!"
"Seharusnya kau menghargai nyawamu sendiri."
Damian mengorek telinganya dengan ekspresi malas. Ayolah, menggelikan sekali mendengar nasihat seperti itu dari Carlo. Dia adalah bawahan kepercayaan dari pria yang telah menculiknya.
"Kembalikan, sialan!" Damian memaksakan diri untuk merebut tasser gun DIY miliknya dan membuat tubuhnya ambruk menimpa Carlo. Damian segera memanfaatkan itu dengan menduduki perut Carlo untuk menahan tubuhnya agar dia bisa lebih leluasa menarik tangan Carlo dan mengambil barang miliknya.
"Hei, kau seharusnya—waaaah!" Damian berteriak kaget ketika lengannya ditarik paksa dari belakang hingga berdiri. Dia menoleh dan menemukan Aldon Decker berdiri di belakangnya dengan ekspresi intimidatifnya.
"A-Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Damian. Dia berusaha keras menyembunyikan kekagetannya dan sok kuat seperti biasa.
Carlo segera berdiri dan merapihkan pakaiannya kemudian membungkuk hormat kepada Aldon Decker.
Damian melirik kedua pria itu. Berdiri di antara dua orang pria raksasa seperti mereka memberikan hawa intimidasi yang kuat. Damian rasanya ingin kabur saja. Dia mengendap-endap ketika Aldon Decker dan Carlo masih saling melempar death stare satu sama lain. Entahlah mengapa seperti itu. Carlo seharusnya menjadi bawahan setia Aldon Decker, kan? Dan Aldon Decker sendiri sangat mempercayai dia. Jadi mengapa kedua orang ini seperti sedang bermusuhan? Ah, peduli setan, Damian lebih baik melarikan diri.
"Mau ke mana, hm?" tanya Aldon Decker sembari menahan kerah hoodie yang dipakai Damian.
Damian merengut. "Tidur," jawabnya asal.
"Kau ingin bermain-main dengan senjata, 'kan? Aku memiliki banyak koleksi jika kau mau. Datang padaku dan aku akan mengajarimu. Datang ke ruanganku sekarang."
Damian memalingkan wajahnya. "Aku tidak butuh bantuanmu."
Aldon Decker menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga Damian. "Kau tahu apa yang terjadi pada pembangkang, 'kan?"
Damian berjengit kaget. Dia mengusap telinganya dengan kesal. "Iya! Iya! Aku tahu. Bedebah!" Namun meski bersumpah serapah seperti itu, Damian tetap menuruti apa yang dikatakan oleh Aldon Decker.
Damian berjalan lebih dulu sesuai dengan perintah Aldon Decker. Sementara itu, Aldon Decker yang masih berdiri diam terkekeh pelan tanpa sadar. Dia segera menghapus ekspresi tersebut begitu berhadapan lagi dengan Carlo. Aldon Decker berjalan melewati Carlo kemudian berhenti tepat satu langkah dari posisinya.
"Dia milikku," desis Aldon Decker tajam.
●●●
A/N: Mind to vote or comments? :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Plaything | YAOI
ActionDamian hanya ingin bermain-main selama hidupnya. Ia tidak suka melakukan sesuatu yang berat karena itu melelahkan dan merepotkan. Ia memiliki segalanya. Uang tak terbatas, orang tua yang memanjakannya, dan dua kakak perempuan yang memperlakukannya s...