"Termasuk jadi pacar gue?"
Waduh, bahaya nih cowok. Tyas harus bilang apa coba. Alis gadis itu mengerut sewaktu memandang senyum tertahan Rafael. Mau menjawab tapi nanti takutnya laki-laki di depannya ini tiba-tiba tertawa dan bilang kalau dia hanya bercanda.
Oke, kita tunggu semenit ke depan.
Sementara Rafael memerhatikan intens Tyas dengan jemari bertaut diatas meja, gadis itu memilih mengamati kukunya yang belum sempat dipotongi minggu ini. Suara knalpot motor yang berlalu-lalang menjadi pengisi keheningan diantara mereka.
Alis Rafael terangkat sebelah di satu menit terakhir. "Ini ceritanya lo nolak gue?"
Dengan kuku yang masih di depan wajah, Tyas beralih memandangnya sangsi. "Emangnya lo tadi nembak gue?"
Rafael memutar mata malas. Ada apa sih dengan gadis ini? Atau memang perempuan seperti itu, suka pura-pura nggak tau? Rafael tiba-tiba beranjak dari kursinya, mematri langkah sebentar, sebelum mendorong pintu kaca minimarket.
"Ngapain lo masuk lagi!??" tanya Tyas sembari menoleh ke belakang.
Rafael tidak menyahut. Punggung tegapnya segera saja menghilang begitu dia masuk. Tyas kembali memutar kepala ke depan, memandang lama permukaan meja. Apa dia keterlaluan ya? Enggaklah! Salahkan saja Rafael yang bisa mengucapkan kata itu tanpa beban. Apalagi senyumnya tampak mencurigakan dimata Tyas.
Dia kan jadi mengira kalau laki-laki itu sekedar bercanda.
Kalau boleh jujur, Tyas tidak memungkiri bahwa selama berada di dekat Rafael timbul rasa nyaman di hatinya tapi bukan berarti itu adalah perasaan suka, kan?
Lagipula rentang waktu kebersamaan mereka terlalu dini untuk memulai suatu romansa.
Gadis itu akan beranjak dari kursi untuk menyusul Rafael, ketika pintu minimarket sudah setengah terbuka ditarik ke dalam oleh laki-laki itu. Tyas urung berdiri sembari memandangnya yang berjalan ke arahnya.
Mau apa dia sekarang?
Satu pack cotton bud disodorkan ke depan wajah Tyas saat dia berdiri disisi gadis itu yang duduk. "Nih, biar pas gue nembak ulang lo, lo nggak budeg lagi."
Tyas praktis terperangah.
Astaga, ternyata tujuan Rafael kembali ke dalam minimarket hanya untuk membelikannya ini. Dia harus senang atau kesal coba?
Entahlah, antara senang karena ternyata Rafael tidak marah atau kesal karena laki-laki itu mengatainya budeg.
Yang pasti sekarang adalah dia tidak tahu dapat keberanian darimana ketika menggapai uluran lengan Rafael untuk ditariknya kuat sampai laki-laki itu membungkuk dan wajah mereka tersisa sepuluh centi.
Dua pasang mata yang bertemu itu melebar, sama-sama terkejut.
Sampai akhirnya Rafael tersenyum hangat. Matanya menyorot tepat di iris coklat jernih Tyas, ada pantulan dirinya disana. "So, wanna be you my girlfriend?"
Tyas menggeleng-geleng sembari tersenyum pasi. Jari telunjuknya ragu-ragu menyentuh tahi lalat yang terletak di dekat hidung si cowok. "Ya." sebelum bergeser ke tulang pipinya. "enggak."
Dahi Rafael otomatis mengerut. Belum sepenuhnya mengerti akan tingkah gadis itu. Tapi setelah tatap mereka bertemu, dan Tyas tersenyum sembari menurunkan telunjuknya sedikit ke bawah, bibirnya lagi-lagi mengatakan ya, barulah Rafael menelan ludah.
Gadis ini... menentukan pilihannya berdasarkan jumlah tahi lalat Rafael.
Praktis membuat jantung laki-laki itu berdentum. Selama ini dia tidak pernah menghitung ada berapa banyak titik hitam yang hinggap di wajahnya. Rafael bahkan tidak pernah peduli. Tapi sekarang dia harus menerka-nerka akan jatuh di pilihan mana jumlah tahi lalatnya kali ini. Ya atau justru tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Broken
Teen FictionRafael itu pendiam, Rafael itu dingin, Rafael itu sulit bersosialisasi. Tapi kalau bersamaku, lelaki itu akan berubah 180 derajat. Meski semua orang berkali-kali bilang dia jahat, bilang dia kejam, bilang dia bajingan tidak punya hati, bagiku diala...