"Demi, Tuhan. Jatuhin cutternya, jatuhin! Jatuhin ya? Gue mohon,"
"Kenapa harus gue jatuhin? Kenapa gak lo aja yang gantiin tangan gue?"
"Enggak jangan!"
Tyas tersentak dalam tidurnya. Secepat kilat matanya terbuka sebelum mengerjap cepat sebab cahaya yang masuk terlalu terang. Dia meringis. Merasakan perih di matanya. Napasnya terengah-engah. Seluruh tubuhnya gemetar. Keringat membasahi lehernya.
Tyas spontan menyapu pandangan ke seisi ruangan. Dinding, kursi, atap, sinar lampu, atau bahkan pintu. Nyaris semuanya berwarna putih.
Tyas refleks menggerakkan kedua tangannya sebelum akhirnya terkesiap. Menyadari tangannya terikat ke belakang. Sejurus kemudian ganti menggerakkan kakinya dan dia lemas seketika. Kakinya juga ... terikat pada kaki kursi.
Isak tangis perempuan mengalun sangat jelas di telinganya. Tyas otomatis menoleh ke belakang untuk menemukan rambut Milly yang duduk memunggunginya.
Jadi dia betulan diculik? Seperti di film-film?
"Huaaaaa.. mas Yogaaaaa Milly takuttt! Tolongin Milly, Mas!"
Tyas meringis mendengar jeritan cempreng adik perempuan Yoga itu. "Milly, tenang ya? Tenang.. kamu nggak sendirian, Mil. Ada, Kak Tyas disini."
" Hiks.. mau pulaaaang. Gak suka disiniii!"
Mulut Tyas mengembuskan napas. Memangnya dikira dia suka di tempat ini apa? Tentu tidak. Meskipun tidak segelap di film-film, meskipun tidak beraroma lumut atau tanah, tapi tetap saja ini menyeramkan. Karena tempat ini asing baginya. Kabar buruknya, tidak tau bagaimana warna putih ini membuatnya frustasi.
Duduk mereka yang saling membelakangi membuat jemari Tyas yang terikat bisa merangkum tangan Milly. Kedua gadis itu saling menoleh. Tyas tersenyum pasi sewaktu ekor matanya melihat Milly yang sesenggukan.
"Mil, kakak juga nggak suka disini. Kalo kamu ketakutan, kakak juga ketakutan. Tapi, kita harus tetep tenang ya?"
"Hiks.. hiks.. k-kakk a-a-aku.. hiks.."
"Ssstt.. kak Tyas janji, apapun yang terjadi sama kita nanti, Kakak bakalan jagain kamu. Mastiin kesayangan mas Yoga yang cantik ini selamat dulu. Ya?"
"HUAAAA....!"
Heh, kok malah kenceng sih nangisnya??
Tyas otomatis gugup mendengar tangisan Milly yang justru tambah keras. "Mil, kenapa!? Kakak salah bicara ya? Atau ada serangga yang gigit kaki kamu?? Kenapa, Mil???"
"Bukan ituu!! kak Tyas baik bangetttt aku jadi terharu huaaa.."
Tyas meringis sembari terus mengelus lembut punggung tangan Milly yang juga terikat menyatu. "Cup, cup, udahan dong nangisnya. Nanti kakak dimarahin mas Yoga."
"M-makasih hiks.. banyak ya, K-kak.." Milly menyedot ingusnya. "A-aku jjadi nggakk terla..lu takutt,"
Tyas tersenyum simpul. "Milly, tau nggak? Kakak bisa sulap!"
Milly otomatis memutar kepala ke belakang. "Beneran, kak?? Beneran bisa???"
"Iya dong! Kamu mau lihat??"
"Mauuu!!"
"Kalo gitu kamu nggak boleh nangis."
"Enggak kok aku nggak nangis. Nih lihat, aku senyum, Kak!"
Lengkungan di bibir Tyas semakin mengembang mendengar keantusiaan Milly. Yah, pada akhirnya penculikan ini tidaklah seseram penculikan di film-film. Rencananya Tyas hanya ingin tangis Milly reda agar tidak menimbulkan kebisingan yang membuat si penculik mengecek keadaan mereka disini. Takutnya nanti kalau para penculik tau dia dan Milly sudah terbangun dari obat bius, mereka bisa saja segera menjalankan aksi mereka. Entah apa. Yang pasti dia tidak sudi memberikan apapun miliknya secara cuma-cuma. Apalagi secara paksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Broken
Fiksi RemajaRafael itu pendiam, Rafael itu dingin, Rafael itu sulit bersosialisasi. Tapi kalau bersamaku, lelaki itu akan berubah 180 derajat. Meski semua orang berkali-kali bilang dia jahat, bilang dia kejam, bilang dia bajingan tidak punya hati, bagiku diala...