"YOGA!"
Deep voice itu menggeram keras di udara. Si pemilik suara segera saja mendatangi Yoga yang tengah merokok di rooftop dengan langkah lebar-lebar, sebelum menghamtam keras rahangnya menggunakan buku tebal Sejarah Dunia. Yoga sontak terhuyung dua langkah ke belakang nyaris terkulai, wajahnya terlempar ke samping. Batang rokok yang tinggal setengah terjatuh ke dekat sepatunya.
"Berani-beraninya lo ngelakuin itu ke Rafael."
Sorot mata Fatih semakin menajam, napasnya memburu. Kalau boleh jujur, dia sebenarnya marah pada dirinya sendiri yang kecolongan. Harusnya tadi dia menunda rapat OSIS sewaktu Yoga bilang mau mengajak Rafael kembali.
Jadi beginilah hasilnya, Yoga menjadi sasaran empuk pelampiasannya.
Yoga menyeka hidungnya yang terasa perih dan panas, jemarinya diangkat untuk menemukan cairan merah pekat yang menyelimuti sisi telunjuknya. Darah. Laki-laki itu otomatis mengangkat wajah. Mata biru lautnya berkilat nyalang.
"LO SENDIRI GIMANA!? NGGAK NGELAKUIN APAPUN KAN SAMPE SEKARANG?!!" Kepalan tangan Yoga balas membogem mentah rahang Fatih sama kerasnya membuat kepala Fatih terpelanting ke samping. "URUSIN AJA ORGANISASI SIALAN LO, BANGSAT. NGGAK USAH PEDULIIN GUE. GUE YANG BAKAL BUAT RAFAEL BALIK."
Genggaman Fatih pada buku mengerat. Dia menggertakkan gigi gerahamnya sebelum beralih menatap Yoga berang. "Tapi nggak dengan ngehajar Rafael anjing! Masih ada cara lain yang lebih pantas buat dicoba."
Yoga menaikkan sebelah alis. "Lebih pantas kata lo?" Matanya melirik dengan bibir menyeringai, sebelum memandang Fatih bengis. "Cara mana yang lo maksud, hah?"
Jeda.
"Nggak punya kan lo?"
Fatih mendengus. Sepenuhnya terbungkam. Dia juga tidak tau tapi nanti. Nanti dia yakin pasti menemukan caranya agar Rafael mau memaafkan kesalahan-kesalahan yang telah usai dan laki-laki itu bersedia kembali pada mereka.
"Lo berniat ngebully dia sampe dia muak. Lo pikir dengan begitu Rafael mau temenan sama kita lagi? Yang ada dia makin benci sama kita, Ga." Fatih mencoba memberi pengertian.
Tapi Yoga keras kepala. Sekarang laki-laki pemilik mata biru itu justru tersenyum di sudut. "Kata siapa gue cuma ngebully dia? Gue bahkan bakal ngelakuin lebih dari itu."
Kalau Rafael tidak bisa Yoga hadapi dengan cara yang baik-baik maka Yoga akan beralih menghadapinya dengan keras. Bahkan sampai ke kemungkinan terburuk sekalipun.
"Jangan coba-coba." peringat Fatih tidak main-main.
"Lo yang jangan berani ngehalangin gue." gertak Yoga tak kalah seriusnya.
Untuk sedetik yang terasa selamanya, dua lelaki yang berdiri berhadapan di tengah rooftop itu saling melempar tatapan sengit.
Tanpa peringatan kepalan tangan mereka berhasil meninju bawah dagu masing-masing membuat kaki mereka untuk sekilas tidak menapak ke lantai semen rooftop, melayang, sebelum akhirnya terjungkal ke bawah. Iris coklat jernih dan biru laut itu bertemu di satu titik yang sama. Kegilaan. Seringai serigala terpatri di wajah masing-masing.
Mereka bangkit dengan tubuh sedikit oleng, sebelum akhirnya menyerbu maju tanpa ampun dan saling memberi bogem mentah pada rahang. Kali ini begitu keras. Suara gaduh menjadi saksi pertarungan hebat mereka.
Fatih bergerak memukul wajah Yoga tapi Yoga dengan cepat menangkisnya dengan lengan kiri sementara tangan kanannya berniat membalas pukulan Fatih. Fatih tidak menerimanya begitu saja. Dia membungkuk untuk menghindari pukulan Yoga dan menyeruduk perut laki-laki itu hingga mereka terjatuh dengan derak mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Broken
Fiksi RemajaRafael itu pendiam, Rafael itu dingin, Rafael itu sulit bersosialisasi. Tapi kalau bersamaku, lelaki itu akan berubah 180 derajat. Meski semua orang berkali-kali bilang dia jahat, bilang dia kejam, bilang dia bajingan tidak punya hati, bagiku diala...