sembilan belas -wicked game

33 8 0
                                    

Lobi toilet masih hening sewaktu langkah panjang Rafael berderap menghampiri keenam gadis yang berdiri acak di depan bilik. Dalam satu gerakan Rafael menggenggam tangan Tyas yang masih linglung dan berniat menariknya pergi, tapi segera ditahan Shena dengan mencekal pergelangan tangannya.

"Mau kemana? urusan gue sama dia belum selesai,"

Rafael menoleh pada gadis itu sebelum berbalik membuat keduanya berdiri berhadapan. Shena menekuk lengan di dada angkuh sementara Rafael menarik tangan Tyas agar berdiri dibalik punggungnya. Matanya menyorot tajam.

"Sekali lagi lo berani ngusik cewek gue jangan harap hidup lo tenang, Shena Aurora."

Hening.

Yang diperingati tertawa sekilas. "Lo kira gue takut? Dan apa tadi?" Tangannya terangkat ke belakang telinga sembari sedikit memalingkan muka sebelum memandang Rafael dengan senyum merendahkan. "Cewek lo? Gue nggak salah denger nih?"

Rahang Rafael mengeras. Kedua tangannya mengepal membuat dahi Tyas mengernyit terkejut karena jemarinya masih digenggam laki-laki itu.

Tapi Shena tidak berhenti disitu. Sejurus kemudian pandangannya dialihkan ke Tyas lewat bahu Rafael. "Cewek rendahan kayak dia ini pacar lo?"

Dan akhirnya tertawa geli sembari menggeleng-geleng. "Rafael, Rafael... selera lo kok jadi turun gini sih? Apa istimewanya dia coba sampai-sampai lo-"

"Cukup." Sekali itu Rafael mengangkat wajah untuk memberi tatapan peringatan. "Gue bilang cukup, Shen."

"Kalo gue gak mau lo mau apa?"

"Gue lagi gak mood buat main-main. Pergi,"

"Nggak. Gue nggak mau,"

"Kalo gitu gue yang pergi,"

Tanpa basa-basi lagi Rafael berbalik sembari menarik tangan Tyas untuk berjalan mengikutinya keluar toilet. Di belakangnya, tangan Shena mengepal sembari menggertakkan gigi. Dahinya memanas akibat luapan emosi. Empat gadis lain segera mendekat untuk menenangkannya.

Nadya yang pertama kali mengusap bahu gadis itu. "Shena, tenang. Lo nggak boleh kayak gini,"

"Tapi dia-"

"Iya, gue tau. Kita juga sakit hati dengernya tapi mau gimana lagi? Hati emang nggak bisa diatur, Na."

Meisya, Vika, dan Isnia mengangguk setuju sewaktu Shena bergantian menatap mereka.

Gadis itu akhirnya menghela napas. "Gimana ya perasaannya sekarang?"

Lengan Meisya terulur merangkulnya. Tersenyum kecil. "Udah, nggak usah dipikirin. Kantin yok jajan,"

"YOK!"

Seru yang lain bersamaan. Kelimanya keluar dari toilet sembari bercanda tawa.

.

"Raf,"

Tyas memanggil sewaktu dia dan Rafael akan menaiki tangga membuat laki-laki itu urung melakukannya sebelum berbalik. Sorot matanya datar. Tyas melepaskan gandengan tangan mereka kemudian melengkungkan bibir.

He Is BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang