"Jadi, ada urusan apa lo sama gue?"
Setelah semenit membiarkan keheningan merayapi, Tyas akhirnya bertanya. Gadis itu memandang seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di seberang meja. Membawa segelas teh hangat yang katanya untuk dirinya?
Semalam dia belum makan yang membuat perutnya harus keroncongan saat bangun tidur. Tyas tidak sempat makan di rumah karena waktu menunjukkan pukul setengah tujuh ketika dia selesai memakai dasi. Jadilah acara sarapannya berakhir di kantin sekolah.
Tapi laki-laki ini malah mengganggu. Hanya duduk di depannya sembari memerhatikan dalam diam. Kedua lengannya yang sedikit kekar dilipat di dada.
"Nggak ada. lanjutin aja makan lo."
Tyas kontan mendengus, sumpitnya dihentakkan ke meja. "Kalo gitu silakan pergi. Gue nggak bisa makan sambil dilihatin orang."
"Yaudah gue bakal merem." Laki-laki itu benar-benar memejamkan matanya sejurus kemudian. "Nih udah, sekarang lo bisa makan dengan tenang."
Tenang pala lo! Apaan sih nih cowok gajelas banget.
Tyas mengatur napas. Sabar, sabar. Sebenarnya siapa sih laki-laki ini. Kenapa pagi-pagi sudah mengganggu dirinya. Padahal seingatnya, dia tidak pernah mengenal wajah manis yang satu itu.
"Mana? kok gue nggak denger suara lo nguyah?"
"Bawel deh lo." Tyas menusuk pangsit daging menggunakan sumpit sebelum menyuapnya ke dalam mulut bulat-bulat, terlanjur jengkel. Pipinya menggembung. "Terserah gue lah mau gue kunyah atau nggak."
Dia benar, kan? Tidak ada yang melarang kalau makan itu harus dikunyah. Lagipula ada juga makanan yang tidak perlu dikunyah. Bubur contohnya.
Bulu mata lentik laki-laki itu bergerak sewaktu membuka mata, memandang Tyas di seberang meja dengan teduh. "Nguyah makanan itu penting. Setahu gue kita harus nguyah sebanyak 32 kali biar lambung kita nggak kesusahan cerna makanannya."
Tyas balik memandangnya sangsi. "Dokter lo?"
"Bukan sih."
"Yaudah kalo gitu diem."
"Oke," laki-laki itu mengangkat tangan tanda menyerah. "gue bakal diem."
Tyas memutar mata jengkel. Gadis itu melanjutkan makannya yang sempat tertunda dengan brutal. Menyuap satu persatu pangsit ke mulut dalam bulatan penuh. Tidak mempedulikan tatapan terperangah di seberang meja.
"Nggak bisa pelan-pelan makannya? Nanti kalo kesedak gimana?"
Apa sih kek hidupnya isinya cewek anggun semua aja.
Tyas mendengus ditengah kunyahannya. Ini juga orang-orang pada kemana sih. Tidak biasanya kantin masih sepi padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh kurang seperempat.
Gadis itu menghela napas sebelum meminum segelas teh hangat yang dibawa laki-laki di depannya. Kalau dia mampir saja, semua langsung menghilang entah kemana. Mendadak Tyas merasa sendirian di sekolah. Apa dia harus mulai mencari teman sepermainan ya?
"Heh, cewek."
Tyas tidak menanggapi cetusan si cowok. Dia justru melamun dalam kegiatan mengunyahnya. Kuah sup pangsit diaduk-aduk menggunakan sumpit.
"Malah ngelamun nih cewek."
"Woi."
"Heh, lo denger nggak sih."
Tyas akhirnya menaikkan pandangan sekilas. Makanannya ditelan paksa sebelum menyahut. "Gue punya nama, jangan hah heh hoh doang lo."
"Yaudah gue, Fatih." Laki-laki itu justru mengulurkan tangan kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Broken
Teen FictionRafael itu pendiam, Rafael itu dingin, Rafael itu sulit bersosialisasi. Tapi kalau bersamaku, lelaki itu akan berubah 180 derajat. Meski semua orang berkali-kali bilang dia jahat, bilang dia kejam, bilang dia bajingan tidak punya hati, bagiku diala...