tujuh belas -rahasia

20 9 0
                                    

Sauqi Abhiyaksa mengenal Rafael Ethanael tidak hanya setahun dua tahun, tapi hampir dua belas tahun lamanya. Segala tingkah laku, caranya menghadapi suatu masalah, maupun perihal suka dan benci sudah Sauqi hafal luar kepala. Maka, tak heran kalau dia sekarang merasa aneh atas sikap laki-laki ber-tahi lalat banyak di wajah itu tadi pagi. Begitu berbeda, sangat tidak Rafael menurutnya.

"Lo ngelihatin gue lebih lama lagi gue jamin lo bakalan suka sama gue."

Sauqi berdecak menanggapi ucapan asal sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Yoga. "Yang serius ah, Yog,"

Berandal itu mendengus. "Ya, lo ngelihatin gue tajem amat. Berasa penjahat aja gue yang lagi diinterogasi. Kalo di kartun udah keluar tuh pasti laser dari mata lo,"

Sauqi memutar mata sembari menyedot jus strawberry miliknya, buah yang mustahil Fatih konsumsi meski diolah menjadi makanan super lezat sekalipun. Dua laki-laki itu kini duduk berseberangan di pojok kantin yang sepi. Sebab, pembelajaran terakhir sudah selesai setengah jam yang lalu.

Berbeda dengan Sauqi, Yoga justru tanpa takut menyulut rokoknya yang terselip di kedua belah bibir. Begitu bara merah mulai merayapi ujungnya, berandal itu segera mengisap sembari mengantongi korek besi ke saku seragam, sebelum menjauhkan rokok dari bibir dan mengembuskan napas panjang lewat mulut hingga kepulan nikotin menyebar.

Sauqi masih saja menatapnya tajam. Yoga yang risih sontak menceletuk. "Lagian lo ngapain si ngajakin kesini? Mana pas udah sepi lagi. Gue gak mau ya kalo besok ada berita yang ngatain kita homo,"

"Ngaco," cebik Sauqi langsung yang dibalas dengusan dari seberang.

"Ini SMA Merah, nyet. Kejadian gitu gak terjadi sekali dua kali tapi udah sering." jelas Yoga. "Cepetan ngomong,"

"Lo, ngomong apa aja ke Rafael?" balas Sauqi kelewat cepat.

Ada jeda yang aneh sewaktu mata mereka bertemu. Sauqi tak henti-hentinya menyipit mengintimidasi. Alih-alih takut Yoga justru tersenyum di sudut bibir.

"Kepo lu kek dora,"

Sauqi praktis mencebik.

Sama seperti Rafael, Sauqi juga mengenal Yoga hingga ke detail memuakkan. Yoga jelas paham mengapa dia mengajak berbicara empat mata begini, hanya saja berandal itu memilih menyembunyikannya dengan melontarkan candaan yang terlalu ekstrim. Dan Sauqi tau itu artinya Yoga tidak mau menjelaskan apapun perkara tadi pagi.

Tapi Sauqi mana mungkin menyerah begitu saja, dia juga sama keras kepalanya. Jadi, sebelum mendapatkan cerita lebih spesifik dari orang yang mengalami, dia tidak akan berhenti untuk mempertanyakannya.

"Serius, lo ngomong apa aja ke dia sampe orangnya lepas kendali gitu?"

"Emang kenapa? Bapaknya bukan lo, penasarannya ngalah-ngalahin acara rumpi,"

"Lo defensif sekali lagi gue lempar ya nih gelas," ancam Sauqi sembari mengangkat gelas miliknya, terlihat tidak main-main. Karena memang ya dia tidak main-main walaupun mungkin Yoga adalah temannya.

"Lempar aj —SELOW WOI!" seru Yoga ketika Sauqi betulan akan melemparnya, setetes air berperisa strawberry itu bahkan sudah tumpah ke meja. "jangan maen-maen. Salah-salah bisa bocor nih kepala. Emangnya lo mau, ganti uang kompensasi gue di rumah sakit?"

Sekilas Sauqi dapat melihat Yoga tiba-tiba tercenung. Pandangannya tampak menerawang, seolah memikirkan hal lain. Sauqi menaikkan sebelah alis heran sebelum memutar mata malas. Ini pasti akal-akalan berandal itu untuk mengalihkan pembicaraan. Maaf saja, dia tidak akan tertipu.

Gelasnya diletakkan dengan sedikit hentakkan membuat Yoga di seberang meja tersentak, menatapnya sebentar sebelum mendengus.

"Biasa lah, Sa, cuma manas-manasin doang. Soalnya nih ya, gue tau, Fatih deketin tuh cewek pasti bagian dari rencananya, makanya gue bantuin sekalian biar gacorr." Yoga menaik-turunkan alisnya. "Mantep gak? Mantep gak?"

He Is BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang