sembilan -dua sisi

40 8 0
                                    

Rafael kehilangan kesabarannya. Fatih sepertinya memang ingin bermain-main dengannya. Bukankah dia sudah bilang untuk jangan mengusik Tyas? Tapi laki-laki itu malah mendatanginya dan dengan berani mengajak berkenalan.

Dengan begitu langkah panjang Rafael dipercepat. Matanya tak pernah lepas dari si ketua OSIS yang tengah duduk di sofa, lempar-lemparan kulit kacang dengan Yoga. Kepalan Rafael semakin mengerat kemudian begitu mencapai sofa dia serta-merta memukul rahang Fatih tanpa ampun sampai kepala laki-laki itu terjatuh di dada Sauqi yang duduk di samping.

Sauqi menatapnya terperangah.

Rafael tidak peduli dan justru melayangkan tatapan tajam. Napasnya memburu, dadanya naik turun. Dia merasakan panas disekujur tubuhnya.

"Gue udah bilang kan untuk jangan sentuh Tyas sedikitpun atau lo bakal mati di tangan gue. Tapi lo kayaknya emang terlalu ngeremehin gue."

Secepat kilat Rafael menarik kerah seragam Fatih untuk dibantingnya ke lantai dengan derak mengerikan. Laki-laki itu meringis. Yoga dan Sauqi seketika berdiri saking terkejutnya.

Sementara Rafael segera mencengkram kerah seragamnya kembali sebelum ditarik, memaksanya bangkit dan mendorong mundur Fatih sampai terbentur dinding.

Mata Rafael berkilat ketika wajah Fatih memerah, kesusahan bernapas.

"Woi, apa-apaan lo!?"

Yoga buru-buru mengambil langkah mendekat. Ditariknya bahu kiri Rafael kasar. Yang membuat rahangnya justru menjadi sasaran empuk bogem mentah dari laki-laki itu. Wajah Yoga otomatis terpaling, kakinya terpaksa sempoyong ke samping dua langkah hampir tersungkur jika saja dia tidak memiliki keseimbangan yang baik untuk kembali berdiri tegak.

"Lo nggak usah ikut campur urusan gue sama Fatih, brengsek." desis Rafael tajam sebelum kembali mencengkram kerah seragam Fatih. Kali ini lebih kencang.

Meski ketua OSIS itu memegangi pergelangan tangannya meminta dilepaskan dengan mulut megap-megap meraup oksigen, Rafael tetap saja mempererat cengkramannya. Matanya justru menggelap. Amarah benar-benar telah menguasai dirinya.

Yoga yang melihat itu lantas sekali lagi mencoba memisahkan mereka berdua. Bahu Rafael ditariknya sekuat tenaga. Untung saja Sauqi ikut membantu. Fatih segera saja luruh ke lantai ketika cengkraman di kerahnya terlepas. Mulutnya yang terbuka meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

"Gue ... selamat."

Yoga mendorong kasar dada Rafael sampai termundur dua langkah. "Lo bisa bikin dia mati!"

"Terus apa peduli gue, hah!? Emang itu tujuan gue kesini." Rafael beralih memandang Fatih yang duduk lemas di dinding. "Inget, urusan kita belum selesai."

Setelahnya dia membawa kakinya melangkah, sengaja menabrakkan bahunya ke bahu Yoga sebelum benar-benar pergi meninggalkan ketiga laki-laki disana.

.

"Kak!"

Seorang gadis berkuncir ekor kuda tiba-tiba muncul di depan Rafael ketika dia baru saja berbelok di tikungan lorong sekolah. Rafael berjengit, langkahnya segera dihentikan.

Coba tebak dia siapa?

Gadis itu menyengir. "Kaget banget kayaknya, kak."

"Apa?"

Rafael bertanya tidak sabar karena jujur amarah masih membendungi dirinya saat ini. Dia sekarang hanya ingin menyendiri tanpa gangguan.

He Is BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang