6

4K 477 17
                                    

"Mnnhhh,"

Desahan itu membuat Dewa refleks mengerutkan keningnya, dia memperhatikan gelagat aneh teman satu atapnya itu.

Sang empu yang tengah diperhatikan justru terlelap dalam tidurnya yang nyenyak, anehnya dia mengeluarkan desahan keenakan seolah di sentuh oleh banyak tangan.

"Ngghh, jangan ahhh..."

"HAH?!"

Dewa otomatis panik dan langsung membangunkan Nani, anak itu seperti diperkosa seseorang dalam tidurnya.

"Nan, lu ewean ama setan ya?!"

"Hiks, jangan Om... hah.. jangan,"

"Nan, Nani!"

Nani nampak terkejut, dia terlihat linglung dengan raut wajah ketakutan.

"Lo kenapa anjing?!"

"Gu-gue," Nani mengusap air matanya, dia merasa pipinya basah karena air matanya bukan karena ileran.

"Di-ewe setan ya lo?"

Nani melotot mendengarnya, dia melempar bantal ke arah Dewa dengan kesal. Anak itu sangat sembarangan sekali dalam berbicara.

"Ngadi-ngadi banget kalau ngomong!"

Dewa cecengesan tidak jelas, dia memang stres abaikan saja.

"Terus kenapa ngedesah keenakan gitu? Mimpi basah yaa?"

Nani mendelik sinis. Banyak tanya sekali cowok tiang itu, pikirnya. "Bacot lo, ngentot!"

"Ciee, mimpi basah uhuy! Sama Om-om pula."

Dewa mengejek dengan nada yang begitu puas, membuat Nani marah karena hal itu. Nani itu sedikit agresif, tidak heran dia gampang sekali terpaancing emosi. Jika terus tinggal dengan cowok tiang menyebalkan seperti Dewa, sepertinya darah tinggi Nani semakin kronis.

"NGENTOT LO!"

"Hayuk! Sekarang nih?" respon Dewa, ekspresi wajahnya sok polos sembari membuka resleting celananya.

"ANJING! NGEWE SONO AMA BANTAL!!" Teriaknya murka, melempar bantal ke arah Dewa tanpa perasaan.

Sang empu justru cecengesan tidak jelas, bantal yang sempat mengenai tubuhnya itu di taruh kembali ke kasur.

"Lo yang ngajak, kok malah marah-marah sih." celetuk Dewa. Sebenarnya hanya asal, mana tahu pendengaran Nani sangat tajam.

"Sekali lagi lo bertingkah, out lo dari Apartemen gue!"

Dewa mendelik acuh, toh perkataan itu hanya ancaman kecil. Kebetulan, dia sudah diberi amanah untuk menjaga Nani.

Nani kesal, dia tidak suka diabaikan begitu saja. Ancamannya seolah bisikan yang tidak terdengar untuk Dewa, padahal dia sangat bisa mengusir tiang listrik itu dari Apartemennya.

"Babi, minggat lo sono!"

Dewa menggeleng pelan, dia berusaha tersenyum ala orang-orang tampan. "Nani cantik deh, jangan marah gitu dong."

Nani mengernyit jijik mendengar gombalan murah yang dibawakan Dewa untuknya. "Najis, bangke!"

"Love you too, baby." balasnya, melenceng.

Karena sudah malas meladeni sikap tengil Dewa, sosulinya hanya tinggal mengabaikannya saja. "Capek gue, gak waras kelamaan ama lo Dew."

"Cuman ngobrol doang, belum kuda-kudaan."

Nani mendengus sebal, keinginan memutilasi lawan bicaranya itu sangat menyelimutinya jika terus diladeni. Jadi, Nani memilih untuk mengabaikannya.

"Mau kemana, yang?"

Satu Atap [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang