8

3.7K 340 5
                                    

Nani berharap hari ini waktu berjalan cepat, karena menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan itu tidak enak. Lebih membuat jengkelnya lagi karena batal janji temu.

"Nan,"

"Paan?" sahutnya, sewot.

Wajah Nani ditekuk malas, dia berpura-pura memainkan handphonenya. Padahal tak ada satu pun chat yang masuk, isi ponselnya itu sangat membosankan kalau boleh jujur.

"Gak jadi keluar?" tanya Dewa, karena sedari tadi di perhatikan, Nani tetap saja berdiam diri di kamar.

"Urus aja sih urusan lu, cok!"

Dewa sepertinya paham, dia terlihat mengangguk pelan dan memilih abai. Dewa berbalik ke ruang tengah, kembali mengerjakan tugasnya bersama Biru.

"Sial." umpat Nani, dia mendengus sebal. Dia badmood parah!

Dewa tidak fokus sama sekali semenjak memperhatikan Nani tadi, sepertinya anak itu tidak jadi pergi keluar Apartemen. Apa dia suruh Biru ngerjain sendiri aja ya? Pikirnya.

Merasa tidak diperhatikan, Biru mengernyit aneh. "Dew, lu kenapa njir?"

Dewa sedikit linglung dengan pertanyaan itu, karena dia memang sedang tidak fokus. "Hm, apaan?"

"Ck, mager gue ama orang dongo."

Dewa menjitak kepala Biru, pelan. Tetapi rasa sakitnya tetap berasa, terbukti karena reaksi Biru, mengaduh kesakitan.

"Aduh, njing." Biru menatapnya dengan tatapan sengit. "Sakit bego!"

"Bodo amat! Lo tadi nanya apaan?" tanya Dewa, sesekali dia mencuri pandang ke arah Nani.

"Lo ngelamun mulu, ngentot!"

Dewa mendengus, dia sudah memutuskan. "Dah lah kelar, lo balik sana ke habitat lo."

Biru keheranan dengan hal itu, dia bahkan baru setengah jalan mengerjakan tugasnya. Dewa ini memang agak gila, ketua osis yang tidak patut di tiru.

"Lah 'kan belum kelar, jerapah!"

Dewa membereskan berkas-berkas yang berantakan di meja, dia memasukkannya kembali ke dalam tasnya. Sudah dibilang bahwa semuanya telah usai.

"Sisanya gue yang ngerjain sendiri."

"Gak bis-"

"Nurut ya anjing. Gue ketua disini."

Biru tercengang mendengarnya. Bisa-bisanya dia memanfaatkan jabatannya, padahal Dewa tidak pernah mau menjadi ketua osis waktu itu. "Kesambet dedemit apaan lo, Dew?"

"Diem ya, Blue. Sebelum mulut lu gue masukin jembut kudanil."

Biru mendecak sebal, dia memilih ikut kemauan Dewa. Bukannya takut dengan ancaman Dewa yang sangat mustahil dilakukan, dia hanya malas berurusan dengan orang tidak jelas seperti Dewa Pranata itu.

"Iye dah, Pak Ketu. Gue balik," pamitnya.

"Ti-ati, Blue." respon Dewa.

Dewa sumringah senang saat melihat ke arah Nani, anak itu sepertinya tertidur lelap. Lucunya melihat wajah tertidur Nani, sangat imut!

"Nan?"

Dewa memperhatikannya, bentuk wajahnya yang dipahat begitu sempurna. Dari lekuk mata, hidung mancung dengan rahang yang tegas, bibir tipis yang terlihat manis untuk dikecup.

"Nan, bangun sayang~"

"MONYET!

Nani terlonjak kaget mendapati wajah Dewa yang sangat dekat dengan wajahnya, bahkan napas hangat Dewa masih terasa mengipas wajahnya.

Satu Atap [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang