"TIANG!!!"
Teriakan itu cukup menggelegar di lorong kelas yang terlihat sepi, Si pendek mengejar dengan melempar sepatu hingga tas-nya, lalu Si tinggi terus menghindarinya dan memeletkan lidah; mengejek Si pendek.
"GHAHAHA MAMPUS!!"
Si pendek-- Nani terbahak-bahak melihat Dewa terjungkal dan hal itu membuatnya merasa puas karena pembalasan dari kekesalannya terjadi di depan matanya tanpa harus repot-repot membalas.
"Sialan, jirr sakit banget tangan gue,"
Muka Dewa merah, bener-bener memerah seperti kepiting panggang. Dahinya mengkerut dengan bibir yang terus meringis, sepertinya candaan ini menjadi hal serius.
"Najis! Alay tau gak lo?" cibir Nani.
"Sumpah, Nan. Tangan gue sakit banget, kayak patah di dalem."
Dari penampilan Dewa bisa ditebak bahwa bocah tiang itu tidak berbohong dengan rasa sakitnya. Tapi untuk Nani sih bodoamat, dia tidak perduli.
"Karma buat lo!"
Nani mengambil barang-barangnya yang sempat dia lempar karena sangat kesal dengan Dewa, menggangu waktu tidurnya saja. Bukan hanya itu, wajahnya dilukis seperti kucing ketika dia tertidur. Menyebalkan!!
"Nan, asli sakitnya gak kaleng-kaleng..." rengek Dewa.
"Sekalian patah aja biar gak usil tangan lo," balas Nani.
"Hiks, sakit Nan, sumpah..."
Nani melotot, kaget mendengar tangisan itu. Bisa ya bocah tengil modelan Dewa menangis, pikir Nani.
"Lebay anjing!"
"Lo gak ngerasain, anjing!"
Mendengar itu, sepertinya Dewa tidak berdrama. Dia benar-benar kesakitan, lukanya terlihat serius di dalam.
"Yakin sesakit itu, Dew?" tanya Nani, ragu-ragu.
"Tolol!"
Nani tahu pertanyaannya sangat bodoh tapi dia masih tidak percaya bahwa manusia tiang penyuka anime seperti Dewa bisa merasakan sakit.
"Gu-gue bantu,"
Walaupun begitu kesal dengan Dewa, tetapi tidak ada pilihan lain selain membantunya. Ada saja tingkah aneh Dewa, pake segala patah tulang.
"Lo pendek banget sih Nan."
"Diem ata-"
"Atau gue cipok?" potong Dewa menunjukkan deretan gigi putihnya; memberikan cengiran bodoh menurut Nani.
"TERSERAH!"
Wajah cantik Nani memerah lucu, entah karena marah atau malu, itu benar-benar menggemaskan di mata Dewa. Tidak heran 'kan Dewa jadi bulol karena Nani.
"Cie salting, pipinya merah tuh!"
"Gue kesel sama lo monyet!"
Dewa tertawa, kepalanya mendongkak dengan mata menyipit. Suara tawanya enak di dengar bahkan membuat detak jantung Nani memompa lebih cepat dari biasanya. Nani tidak terkena serangan jantung 'kan?!
"Diem goblok! Badan lo tuh kek Titan Levi!"
Nani memang kesusahan membantu Dewa, tapi anak itu malah terus mengejeknya. Sejujurnya, Nani malas membantu Dewa. Sekarang dia melakukan kemalasannya itu atas dasar kemanusiaan.
"Iyadeh, si paling mungil,"
Nani mendelik acuh, tidak ada faedahnya melawan tingkah tengil seorang Dewa Prakarsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap [ end ]
Teen FictionKebahagian Nani untuk tinggal bebas dari tuntutan orang tuanya sejak lama, sirna hanya dalam kedipan mata. Semua itu karena Nani terpaksa satu atap dengan musuhnya di sekolah. Ketua osis yang sangat menyebalkan telah menjadi roommate-nya. Dewa Prak...