14

570 48 5
                                    

Tidak mudah untuk hidup dengan tenang bagi seorang Nani Dirgantara. Apalagi ketika Ayah tirinya itu masih bernapas dengan tenang, seharusnya ia tidak menyetujui pernikahannya.

"Tenang, lo sama gue senantiasa aman."

Nani mendengus kasar, lihatlah kepercayaan diri itu? Mungkin Dewa bisa membuat Nani aman tapi belum tentu dengan kehidupan Dewa yang aman. Nasib mommynya saja sangat tragis ketika berurusan langsung dengan Gerald apalagi dengan Dewa yang notabenenya hanya orang asing untuk Nani.

"Gue takut lo yang kena imbasnya, Dew."

Dewa menuntun Nani untuk duduk di pangkuannya, entah apa yang membuat Nani menuruti kemauan Dewa, tapi Nani dengan tenang duduk dipangkuan Dewa.

"Kawin lari aja yuk?"

Nani merolling eyes. Seharusnya ia tidak mengajak Dewa untuk berbicara hal serius seperti tadi, karena Dewa itu sangat kekanakan. "Gue serius, Dew. Gue takut!"

"Takut jadi janda muda?"

Astaga! Nani salah besar telah percaya Dewa. Anak itu tidak pernah bisa serius. Anehnya, Nani nyaman dengan sikap itu, sejenak dia melupakan rasa gelisahnya.

"Kenapa gue jadi janda muda?"

"Kalau kita kawin lari, eh akhirnya gue tetep ke tangkap lelaki mesum itu. Lo jadi janda muda."

Nani sama sekali tidak kepikiran sejauh itu. Terkadang kelakuan Dewa dan pikiran randomnya membuat Nani sedikit kesal.

"Gue gak mau jadi janda muda! Jadi lo gak boleh nyerah apalagi sampe ketangkap Om Gerald."

"Acc pahlawan!"

"Apasih! Bikin kesel tau gak?"

Dewa tidak merasa tersinggung dengan sikap Nani yang jutek itu. Ia justru senang karena Nani sedikit lupa dengan kesedihannya dan kegelisahan hatinya.

"Bikin kesel atau bikin salting?"

"Dua-duanya. Puas?!"

Dewa tertawa. Lihatlah, Nani-nya mulai lunak. Sudah lama sekali Dewa menahan semua rasa itu, dulu ia hanya bisa menjaga Nani dari kejauhan. Sekarang, bahkan Dewa bisa memangku Nani dengan santai.

"Laper gak?"

"Lo laper?"

Siapa yang seperti Nani? Ditanya bukannya menjawab malah balik bertanya. Padahal Dewa khawatir dengan Nani karena sarapan tadi pagi itu dia benar-benar tidak makan banyak, pasti di jam siang seperti ini perut sudah minta diisi.

"Gue tanya lo, sayang."

"Hah? Kok gue budeg ya?"

Dewa mencubit gemas hidung mancung Nani, entahlah dia benar-benar menggemaskan bagi Dewa. "Serius anjay. Ini udah jam makan siang."

Nani terkekeh pelan. Oh, jadi Dewa bisa serius juga ya? Tapi kalau soal makanan saja dia serius. Dasad titan hidup, pikir Nani.

"Yaudah ke kantin."

Dewa menyetujuinya, tapi karena Nani tidak beranjak dari duduknya alhasil dia menggendong Nani ala bridal style walaupun tangannya masih sedikit ngilu.

"Eh turunin gak?!"

Dewa tersenyum dan langsung mengiyakan, takut kalau Nani tantrum bisa abis dia. Soalnya Dewa masih sakit, wajahnya lebam dan tangannya juga belum sembuh total.

"Tangan lo masih sakit?"

"Gak dong. Udah sembuh," jawab Dewa sedikit berbohong.

"Serius?" tanya Nani.

Satu Atap [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang