"Nani!"
Merasa dipanggil, Nani otomatis menolehkan wajahnya ke arah belakang dan seketika sumringah senang karena di sapa pujaan hatinya.
Tuti Atmaja, perempuan itu yang mampu membuat Nani jatuh cinta pada pandangan pertama. Wajah berpaduan imut dan cantik itu tersenyum manis sekali ke arah Nani.
"Eh, kenapa Tu?" sahut Nani, dia terlihat malu-malu.
"Nan, boleh ngobrol bentar gak?"
Nani mengangguk dengan cepat, tentu saja dia mau. Bahkan berlama-lama juga dia akan selalu siap jika itu bersama Tuti. "Boleh banget! Ayok, mau ngobrol dimana?"
Tuti berpikir sejenak sembari melihat-lihat sekelilingnya, orang-orang berhamburan pergi keluar gerbang sekolah karena memang hari pun sudah mulai sore.
"Mhm, gak ganggu waktu pulang kamu, Nan?" tanya Tuti, tidak enak hati.
Nani menggelengkan kepalanya, membantah pertanyaan itu. "Nggak kok, udah biasa pul-"
"Ayok,"
Tiba-tiba saja manusia kelebihan tinggi itu merangkul Nani dari belakang dan menuntun Nani untuk ikut pergi dengannya.
"EH ANJ-"
Napas Nani tercekat, mulutnya menganga lebar dengan raut wajah yang membeku. Dia berkedip beberapa kali dengan cepat dan seolah tersadar tadi itu Nani sempat mematung.
Semuanya karena perbuatan Dewa, dia mencium pipi Nani dengan tak tahu malu. Apalagi di hadapan Tuti dan beberapa pasang mata yang tengah menyorot ke arahnya.
"ANJING, LO NGAJAK RIBUT AMA GUE YA DEW!"
Bukannya rasa takut yang menyelimuti Dewa, justru kejahilannya semakin menjadi karena reaksi Nani. Menurut Dewa, Nani ketika marah itu lucu dan menggemaskan.
"Gue maunya ribut di kasur, gimana Nan?"
"Perang bantal maksud lo? Kek cewek lo, jerapah!" balas Nani, ekspresi wajahnya itu sangat meremehkan Dewa.
"Adu pedang gak sih? Atau kuda-kudaan?"
Mata Nani membulat lebar, dia baru sadar maksud perkataan Dewa mengarah ke hal jorok. "Dasar tiang otak selangkangan!"
"Dih, ngatain diri sendiri."
Walaupun Nani itu terkenal dengan kenakalannya, dia tidak pernah bermain hal yang di larang seperti berhubungan seks karena tidak sesuai dengan umurnya.
"Gue gak pernah ngelakuin hal kotor kayak pikirin lo itu ya, anjing!"
"Oh, gitu ya? Percaya dah, percaya."
Kedua tangan Nani mengepal kuat, dia menahan amarahnya. Tetapi melirik ke arah Tuti yang menatapnya khawatir-- ralat, mengagumi Dewa. Nani jadi sangat menyadarinya sekarang.
"Gak usah balik ke Apart lu, monyet!"
Nani memilih berbalik pergi, malas meladeni tingkah menyebalkan Dewa. Namun ketika langkahnya baru beberapa menjauh, perkataan Dewa membuatnya berbalik.
"Done ya bro, gue gak jadi traktir lo pada!" ucap Dewa begitu enteng kepada sekelompok teman-temannya yang sangat rajin ikut semua organisasi sekolah sampai dikenal oleh seluruh rakyat sekolahannya.
"Dew, kelewat batas lu anjing!"
Siapa yang tidak sakit hati di posisi Nani? Harga dirinya di jatuhkan, dia dikatai homo karena ciuman di pipi yang Dewa lakukan tadi. Dan ternyata, Nani dijadikan bahan taruhan.
"Gue gak maksud gitu, nanti di Apart gue ceritain. Oke, Nan?"
Nani tidak meresponnya, dia berlari pergi sekencang mungkin. Dia benar-benar tidak mengerti dengan kelakuan Dewa terhadapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap [end]
Fiksi RemajaKebahagian Nani untuk tinggal bebas dari tuntutan orang tuanya sejak lama, sirna hanya dalam kedipan mata. Semua itu karena Nani terpaksa satu atap dengan musuhnya di sekolah. Ketua osis yang sangat menyebalkan telah menjadi roommate-nya. Dewa Prak...