"Dew, lepas gak?!"
Dewa tetap merangkulnya dengan erat, membiarkan beberapa pasang mata menyorot ke arahnya dengan ekspresi geli dan kegemasan. Siapapun akan gemas dengan mereka, ditambah perbedaan tinggi yang sangat lucu.
"Dew lepasin njing!"
Nani sudah mencubit tangannya, memukulnya tetap saja Dewa sangat teguh.
"Kenapa sih gak mau banget deket-deket sama orang ganteng, hm?"
Nani memperagakan orang muntah, dia seolah mual dan ingin muntah mendengar perkataan yang begitu narsis dari Dewa.
"Belum di tusbol udah hamil duluan." celetuk Dewa yang langsung disikut oleh Nani.
"Sekali lagi lo ngomol asal, gue patahin leher lo!" Ancamnya tak main-main.
Bukannya takut, justru Dewa cengengesan seperti orang idoit. Nani yakin bahwa cowok tiang itu memang idiot, hanya ketutup wajah tampannya saja.
"Nanti malam, lo mau makan diluar gak?"
"Gak, gue mau main sama Kak Pandji."
Dewa mengernyit aneh, dia tidak mengenal nama yang dimaksud Nani. "Kak Pandji siapa?"
"Tuh orangnya!" tunjuk Nani, ke arah seseorang yang baru saja membuka helm di kepalanya itu.
Laki-laki itu tersenyum ke arah Nani dan memberikan tatapan meremehkan ke arah Dewa. "Hey, nunggu lama gak?"
"Kagak sih, gas lah otw." Ajak Nani, sedikit tidak santai.
Hal yang sebenarnya terjadi, bukan seperti sekarang. Nani sebetulnya ogah pergi jalan dengan seniornya itu. Tetapi karena dia tak ada alasan untuk menolaknya, alhasil Nani jadi pergi dengan Pandji. Lagipun, berduaan dengan lebih menyebalkan.
"Nan,"
"Apaan?" tanyanya.
"Pulangnya jangan kemaleman. Gue males denger ocehan nyokap lo." beritahunya begitu jelas. Seolah Dewa tidak ikhlas tinggal bersama Nani.
Tapi Nani pun tidak sudi tinggal satu atap dengan Dewa. Anak tiang itu terlalu bodoh karena menuruti perintah Mommy-nya, pikir Nani.
"Bacot lo!"
Nani menarik tangan Pandji agar ikut dengannya, males berlama-lama dengan Dewa.
"Dia temen lo?" tanya Pandji, penasaran.
"Amit-amit! Dia orang gak waras." jawabnya asal.
Alis Pandji terangkat, "yakin?"
"Kepo lu bang, dia temen sekolah gue."
Pandji masih tidak puas dengan jawaban Nani, dia membutuhkan jawaban yang lebih spesifik lagi. "Temen sekolah?"
"Bang, lu kayak dora. Kepo banget, buset dah." keluh Nani, dia tidak suka membahas Dewa.
"Iyadah, emosian amat."
Bibir Nani maju beberapa centi, mood sangat memburuk. Pandangan itu tak luput dari Pandji, membuatnya gemas ingin mencubit bibir itu.
"Iya-iya dah, gak bahas tentang orgil itu."
Nani menatapnya dengan wajah cemberut. "Janji?"
"He'em, mau ke mixue atau ph nih?"
"Pengen es krim! Yuk, buru-buru."
"Pake helmnya dulu." ucapnya, dia memasangkan helm yang dibawanya kepada Nani.
Pandji tak perduli pandangan orang lain terhadapnya, toh dia sudah biasa memperlakukan Nani seperti kesayangannya. Walaupun Nani menganggap hal itu hanya bentuk kasih sayang seorang Abang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap [ end ]
Teen FictionKebahagian Nani untuk tinggal bebas dari tuntutan orang tuanya sejak lama, sirna hanya dalam kedipan mata. Semua itu karena Nani terpaksa satu atap dengan musuhnya di sekolah. Ketua osis yang sangat menyebalkan telah menjadi roommate-nya. Dewa Prak...