3

4.7K 529 22
                                    

DIANTARA banyaknya orang, kenapa harus Nani yang harus tinggal satu atap dengan manusia jangkung bak tiang listrik berjalan itu? Namanya saja Dewa, kelakuannya malah seperti Iblis!

Dulu tersiksa karena Gerald Sanjaya-- Ayah baru Nani, sekarang tersiksa karena Dewa Prakarsa-- Ketua Osis narsis. Memang ya, dunia itu tidak mengenal kata keadilan. Dunia hanya mengenal kata kesengsaraan! Kenapa Nani tidak lahir di planet Mars? Nani membenci bumi, karena dia sudah terlalu kesal dengan takdirnya yang selalu melucu itu.

"Nan, pinjem sempak sih!"

"Punya otak gak lo?"

"Gak tahu, gak keliatan."

Nani mendecih, sembari membuang muka. "pantes bego."

"Makasih pujiannya. Tapi, gue pengen mandi dan gue pinjem sempak lo, Nan."

Nani menggeram tertahan, dia menunjuk wajah Dewa walaupun kepalanya harus mendongkak tinggi untuk menatap wajah Dewa. "Lo itu gede tolol, gak usah nyindir gue, pake segala spik-spik minjem sempak!"

Dewa menahan senyum, dia terlihat sekali ingin tertawa. Di matanya, Nani selalu menggemaskan dan cantik.

"Jadi selama ini lo ngukur itu gue, Nan?"

"Bukan gitu konsepnya, monyet!"

Dewa mengulum bibirnya. Rasa ingin memajang Nani hanya untuk menjadi miliknya itu mulai meronta, minta di wujudkan. Dewa tidak mengerti, mengapa dia sangat suka dengan wajah cantik Nani?

"Terus apa? Lo ngebayangin itu gue gede, hm?"

"Au ah, goblok!"

Jangan heran dengan kata-kata kotor dan kasar dari mulut kecil Nani, dia sudah salah pergaulan sejak SMP. Lagipula, pemakaian bahasa kasar dan tidak senonoh dalam ucapan sudah menjadi hal biasa di kalangan remaja. Walaupun hal itu tidak patut di tiru oleh generasi selanjutnya, karena akan memperburuk.

"Gila sih, diem-diem lo ngeba-"

"Bacot lo kek titit nyamuk!"

Mendengar itu, Dewa refleks tertawa. Ada saja kalimat lucu yang terlontar begitu santai dari Nani. "Lo emang sedetail itu ya, Nan."

Nani mendelik jijik, "apaan dah?!"

"Nyamuk punya titit aja lo tahu."

"Abaikan Nan, abaikan." Nani mengucapkan itu seolah menjadi mantra agar tetap tenang.

Dewa tertawa kecil, dia mendapatkan ide buruk yang menurutnya bagus dilakukan. Dewa membanting tubuh kecil Nani ke kasur, sampai-sampai Nani sulit bernapas karena rasa terkejut.

"Lo gak akan bisa abaikan gue, Nan." ucap Dewa, nyengir.

"TOLOL DADA GUE SESAK, BANGSAT!"

Candaan Dewa memang tidak patut di contoh, hal itu terlalu beresiko untuk orang yang mudah terkejut apalagi yang memiliki riwayat penyakit jantung. Tiba-tiba tubuh di banting ke kasur tanpa persiapan, rasanya otot tubuh menjadi kebas dan jantung terasa berhenti berdetak sejenak. Bukan lebay, tetapi memang reaksi alami dari tubuh yang terkejut.

Dewa otomatis menegakkan tubuhnya, dia cukup terkejut mendengar amarah itu. "Demi apa? Perasaan pelan bantingnya."

"Ahh! Dew- mnhh..."

Wajah Nani merah padam, dia tidak ingin mengakui hal itu. Tetapi rasanya baru beberapa menit ditekan, dia tidak kuat dengan rasa linu pada bagian alat vital yang tidak sengaja ditekan lutut Dewa.

Dewa mengernyit aneh, wajah tampannya beraksi bingung. "Lo kenapa dah, Nan?"

"Dew anu gue sakit!"

Satu Atap [ end ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang