~ Chapter 10

375 52 3
                                    

"Cinta datang karena terbiasa?" - The 1994

Hyeri pagi-pagi sudah harus marathon dari parkiran ke kantin FEB

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hyeri pagi-pagi sudah harus marathon dari parkiran ke kantin FEB. "Susan gue gak mau tau, lo ikut gue sekarang!" Sambil berusaha menstabilkan napas, Hyeri menarik sahabatnya yang malah asik menikmati bakso di kantin.

"Eh, eh, bentar ini ada apa? ikut lu kemana?"

"Ayah―"

"Ayah? ayah gue kenapa? yang jelas ih ngomongnya."

Hyeri berdecak, dia disuruh bicara dengan jelas tapi belum selesai sudah dipotong. "Gue dikasih tau Rahma, kalo ayah lo ke kost lama."

"jangan bilang, Rahma ngasih tau kalo kita ada bimbingan dikampus sekarang?" tebakan Susan sangat tepat. Rahma teman kost yang juga teman sejurusan, memberitahu informasi ke ayah Susan.

"Neng!" Terdengar suara yang membuat Susan menelun ludah susah payah. Susan menatap Hyeri meminta tolong, namun sahabatnya itu hanya bisa menggeleng.

"Ayah, sami saha ka jakarta? ih kok gak bilang neng." Ucap Susan mencium tangan ayahnya dengan senyum takut.

"Gimana ayah mau bilang, telepon wae teu diangkat."

"Maaf yah."

"Ayah kasih maaf, tapi syaratnya neng harus ikut sekarang."

"Kemana ih, neng masih ada bimbingan."

"Ayah tunggu sampai selesai." Final. Susan sudah tidak bisa menyanggah lagi keputusan akhir dari ayahnya itu.

Setelah bimbingan selama kurang lebih satu jam, Susan kini sudah duduk di samping kemudi ayahnya.

"Ayah, kita sebenarnya mau kemana?"

"Ketemu temen ayah, di Jakpus. Om Surya namanya." Susan yang takut ditanya tanya oleh ayahnya, memilih diam sepanjang perjalanan. Sampai akhirnya tertidur.

"Neng, neng, bangun yuk. Kita udah sampai."

"Humm, udah sampai yah?" Dimas mengangguk. Susan merapihkan tampilan yang terlihat habis bangun tidur. Sedikit liptint dipoles di bibirnya agar tidak pucat.

Mengikuti ayahnya yang lebih dulu turun dari mobil. Mata Susan menatap kagum bangun yang kini ada di hadapanya.

Pintu utama sudah terbuka. Susan melihat ada laki-laki yang sepertinya berusia sama dengan ayahnya. Keduanya saling memeluk, dan berbincang sebelum akhirnya melihat ke arah Susan.

"Neng, kok disitu. Sini ayo salim dulu sama om Surya."

Susan segera melakukan yang ayahnya perintah.

"Terakhir kali om lihat kamu itu masih 6 tahun nak, pasti kamu lupa pernah bertemu om."

"Lho, kok ngobrol di depan pintu sih pi. Astaga, ini Susan ya? Dimas kamu itu gimana, punya anak gadis secantik ini kok diumpetin." Susan mendapat pelukan hangat dari wanita paruh baya, yang berpenampilan cantik dan anggun.

THE 1994Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang