~ Chapter 13

328 59 8
                                    

Kebetulan? sepertinya bukan. — The 1994

"Susan, lo disuruh ke ruangan Pak Mario

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Susan, lo disuruh ke ruangan Pak Mario."

"Sekarang mbak?" Wajah Susan jadi takut karena tiba-tiba saja dipanggil ke ruangan pemilik jabatan tertinggi di divisi marketing. Niatnya untuk makan siang jadi sirna.

"Iya, buruan sana. Kalo mau titip makan siang chat aja, nanti gue beliin." ucap Alice, karyawan tetap, yang selalu mengarahkan Susan selama magang.

Susan masuk kedalam ruangan Pak Mario yang letaknya tidak jauh dari kubikel nya.

"Permisi Pak,"

"Oh, Susan. Silahkan duduk." Sesuai perintah Susan langsung duduk di kursi depan meja pimpinan itu.

"Jadi gini Sus, saya mau minta tolong kamu jemput ibu bos di bandara. Bisa ya, kerjaan kamu biar di handle yang lain nanti."

Jemput istri bos?
Susan berpikir keras, kenapa harus dia. Selama magang satu bulan dia bahkan belum pernah sama sekali melihat pemilik perusahaan dan istrinya. Susan ingin menolak, tapi mana mungkin bisa. Mau tidak mau harus menerima."

"Baik pak. Jam berapa kira kira beliau sampai?"

"Sekitar jam 2, kamu bisa ke bandara sekarang pakai mobil ini." Pak Mario menyerahkan kunci mobil ke arah Susan.

Susan melihat jam yang melingkar di tangan. Baru jam setengah 1, dia masih punya cukup waktu untuk tidak terlambat sampai di bandara Seokarno Hatta.

Jam makan siang sudah usai, tapi jalanan jakarta masih cukup padat. Susan beberapa kali menghela napas.

Krukk...

Suara dari perutnya, membuat gadis itu sadar jika belum ada makanan yang masuk ke perutnya. Sedikit mengutuk diri sendiri, harusnya dia mendengar Kirana untuk makan nasi. Bukan malah makan selembar roti saja.

Macet lah yang jadi alasan Susan sejak awal ke Jakarta menolak mengunakan kendaraan sendiri. Dan hari ini dia diuji keadaan untuk berada ditengah kemacetan Jakarta. Tenang Susan seminggu lagi magang selesai batin gadis itu.

Area penjemputan, terminal 3.

Hanya berbekal nama yang dia tulis di IPad, Susan menunggu istri pemilik perusahaan.

"Susan?" Perempuan dengan penampilan anggun dan terlihat mahal, menghampiri.

"Benar, saya Susan. Apakah ibu, ibu Sandara?"

"Iya, saya Sandara."

Dengan cepat Susan memasukkan iPad kedalam tas, lalu bersalaman.

"Barang ibu biar saya yang bawa saja."

Sehari penuh Susan menemani istri pemilik perusahaan. Belanja banyak barang di Grand Indonesia, lalu makan di restoran Jepang. Sebenarnya Susan senang, tapi kakinya serasa akan lepas. Bagaimana tidak, hampir semua store bosnya itu masuki. Satu store saja bisa menghabiskan waktu berjam jam.

THE 1994Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang