Plak
"Selfi" ucap Arkan terkejut saat tamparannya malah mengenai putri sulungnya.
"Apa? Kenapa, belum puas, iya? Ayo tampar selfi lagi" Selfi memberikan pipi kirinya. "Ayo, kenapa diam? Selfi gak habis pikir, ternyata papi masih suka main kasar sama rara. Pii kalo papi emang gak suka sama rara oke fine, kami akan pergi dari sini. Selfi juga sudah muak dengan tingkah papi yang setiap marah-marah sama rara papi selalu main tangan! Apa papi pikir itu benar, huh? Pii rara itu anak papi juga, kan? Kenapa papi selalu tega melakukan itu pada rara" Selfi sudah sangat kesal saking kesalnya dia tidak sadar berteriak di depan papinya sendiri.
"Kamu berteriak di depan papi" ucap Arkan pelan sambil menatap kosong pada Selfi.
"Ya kenapa, ada masalah? Bukankah papi sendiri juga berteriak pada rara? Bahkan papi dengan beraninya main tangan dan itu tidak sekali, papi selalu melakukan itu pada rara setiap rara melakukan kesalahan!!
Pii.. bukan seperti itu caranya, kalau pun rara salah seharusnya papi tidak bermain kasar dengan menampar anak sendiri. Papi bisa mengajarkan dia tanpa harus--""DIA BUKAN ANAK PAPI.. ANAK PAPI CUMA KAMU SELFI" bentak Arkan tanpa sadar dan seketika itu juga dia langsung menatap wajah Rara yang sudah menegang saat mendengar ucapannya. Tidak hanya Rara tapi Selfi pun terkejut dan membeku seketika saat mendengar suatu hal yang tidak pernah dia bayangkan.
"Ja-jjadii.. rara.. rara, bu-bukan anak.. papiii iyaaa.. pii?" Lirih Rara dengan mata berkaca-kaca.
Arkan diam tanpa menjawab dia hanya menunduk dengan wajah penyesalannya.
Rara mengerti, pada akhirnya dia paham mengapa dari kecil dia diperlakukan secara berbeda oleh orang tuanya khususnya papinya.
Arkan selalu terlihat jelas berlebihan dalam menanggapi kenakalannya. Berbeda jika itu menyangkut dengan putri sulungnya. Sekarang Rara sangat mengerti jika itu semua karena dia bukanlah darah daging dari mereka itulah sebab kenapa dia perlakukan secara berbeda."Raa kamu jangan pikirkan itu ya? Papi pasti sedang marah tidak bisa mengontrol emosinya. Kamu anak papi dan kamu adik kaka. Jangan pikirkan itu hmm" ucap Selfi yang sudah berjongkok di depan Rara bahkan dia menangkup kedua pipi adiknya.
"Hei hei sayang? Lihat kaka. Jangan pikirkan itu hum?! sekarang kita ke atas kita ke kamar kaka kamu harus istirahat. Kamu pasti lelah iya kan, ayo" ucap Selfi lagi lalu dia hendak bangun seraya memegang kedua bahu Rara bermaksud untuk membuat dia berdiri dan mengikutinya. Tetapi Rara menahan tangan Selfi dan melepas tangan Selfi yang berada di bahunya.
"Jadi rara bukan anak papi? Itu sebabnya sejak kecil papi tidak pernah ada untuk rara setiap rara mau menceritakan cerita rara..
Papi selalu pergi ketika rara ingin bercerita layaknya anak dengan seorang ayah..
Sejak kecil papi selalu tega memarahi rara walau pun itu hanya kesalahan kecil..
Bahkan papi tidak pernah menidurkan rara dengan buku bacaan seperti yang papi lakukan ke kak selfi" kata Rara pelan menatap kosong pada Arkan yang hanya diam menunduk tanpa berani menatapnya."Setiap pulang kerja jika papi tidak melihat anak-anak papi, papi langsung naik ke atas dan itu hanya untuk sekedar mengecup anak papi, dan ya.. hanya untuk kak selfi" Rara terkekeh kecil saat mengingat bagaimana perlakuan manis ayahnya yang tidak pernah dia rasa.
"Papi memberikan hadiah setiap ulang tahun kak selfi bahkan papi rela libur untuk merayakan ulang tahun kak selfi" gumamnya pelan seraya menundukkan wajahnya bersamaan dengan air mata yang menetes ke lantai.
"Tetapi saat rara ulang tahun, papi hanya mengatakan bahwa rara bebas melakukan apapun untuk satu hari. Dan dengan syarat, rara tidak boleh meminta waktu papi walaupun hanya untuk satu hari saja.. Karna papi sibuk!! Hehe" lirih Rara dan dia kembali terkekeh kecil lalu dia pun menghapus air matanya seraya mendongak menatap ayahnya yang diam seribu bahasa.