29. Teguran

268 73 1
                                    

Perasaan Brian menghangat tanpa bisa dikendalikan sewaktu melihat anaknya yang sedang bermain berdua dengan Alvin. Anak tetangga sebelah rumahnya yang setiap hari menemani putri kecilnya bermain. 

Rasa lega Brian saat melihat anaknya bermain dengan teman sebayanya. Mentari memang butuh teman untuk bermain kala Brian juga orang tuanya Brian tidak bisa menemani. Erin juga saat ini sedang mengandung anak kedua mereka.

Lima tahun lebih Brian meninggalkan anak dan wanita yang pernah hadir di dalam hidupnya untuk kabur dari masalah yang menerpa. Masalah yang dibuat sendiri oleh Brian tanpa berpikir bagaimana kejadian itu bisa menjadi sangat besar di masa depannya. 

Brian pikir, masa tuanya akan sendirian tanpa menemukan Erin lagi. Wanita yang ditunggunya selama bertahun-tahun untuk hadir kembali. 

Hidup yang dulu pernah begitu hancur pasca Brian menyadari tentang wanita yang diinginkan hanyalah Erin. Tidak ada lagi orang yang mau dinikahinya selain wanita itu 

Kehadirannya kembali, membawa seorang anak perempuan yang sangat mirip sekali dengannya. Hadir di luar pernikahan itu memang. Tapi Brian sendiri tidak mau salahkan sang anak yang hadir waktu itu. Karena orangtua yang salah telah menghadirkan mereka. Kalau orangtua tidak melakukannya. Maka anak itu juga tidak ada. 

Tapi sekarang Brian jatuh cinta dengan anaknya sendiri. Jatuh cinta dalam arti kalau dia begitu menyukai Mentari yang lucu. Setiap harinya memberikan warna baik dalam hidupnya Brian yang tidak pernah didapatkan dari sebelum menikah. 

Sekarang, jauh lebih baik antara kehidupan yang dulu dengan yang sekarang. 

Keangkuhan yang ada dalam diri Brian seketika runtuh karena melihat anak perempuannya yang cantik itu memberikan dampak berbeda sekali pada kehidupan Brian. 

Di ruang tamu dengan nuansa serba putih itu, ada anaknya yang baru saja masuk dan kemudian bermain berdua seperti biasa. 

Brian melihatnya kalau kedekatan mereka tidak main-main. Mungkin akan menjadi teman baik sampai dewasa nanti. Lagi pula Brian juga yakin kalau orangtuanya Alvin adalah orangtua yang baik juga. 

Tiiiiit. 

Terdengar suara klakson mobil yang tidak biasanya dia mendapatkan itu. Kalau pun ada tamu, sudah pasti diizinkan masuk oleh satpam. “Yan, siapa tuh?” tanya mamanya. 

Brian bangkit dari tempat duduk. “Bentar, Ma.” 

Lalu Brian keluar dari ruang tengah dan melihat kalau seorang pria yang sedang mengobrol dengan satpamnya sebelum membuka pintu. 

“Papanya Alvin, Mas.” kata satpam itu ketika lihat kalau seorang pria berdiri di depan gerbang. 

Brian memanggil anak itu. “Vin, dipanggil Papanya tuh. Mau pergi kayaknya.” 

Alvin yang segera beranjak dari tempat duduknya. “Mentari, nanti kita main lagi, ya.” kata anak itu pamit pada orangtuanya Brian dan juga tidak lupa bersalaman kepada Brian. Sedangkan pria itu mengantarkan Alvin ke depan karena melihat kalau orangtuanya Alvin ini cukup asing. Meskipun ada di sebelah rumahnya. Karena masing-masing tidak pernah saling sapa. 

Brian berkenalan dengan orangtuanya Alvin. “Maaf kalau Alvin tiap hari main ke sini, ya. Dia kesepian di rumah soalnya. katanya nggak mau sama Mamanya. Maunya sama temannya aja.” kata papanya Alvin. 

Brian sendiri juga merasakan itu kepada anak perempuan satu-satunya itu. 

“Nggak apa-apa. Sesekali orangtuanya bisa main ke rumah.” 

Pria itu tersenyum. “Ya udah nanti malam kalau ada waktu kami bertamu ke sini. Mau ajak Alvin ke rumah Eyangnya dulu.” 

Brian mengiyakan lalu anak itu masuk ke dalam mobil setelah melambaikan tangannya kepada Brian. 

Cinta Untuk MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang