"Yan, kamu minta Bi Maya bikin sarapan gih. Soalnya Reza jadi ke sini kata Mamanya."
Brian yang ada di belakang sedang mengangkat jemuran karena dihukum Erin menoleh. "Bi Maya pulang, Ma."
"Lah, kok gitu?"
"Aku yang suruh tadi. Karena nggak ada yang dikerjain lagi."
"Ya udah, Mama aja yang masak kalau begitu."
"Dia bilang abis makan malam ke sininya tadi, Ma."
Mamanya Brian kemudian mengiyakan dan meninggalkan tempat menjemur pakaian itu. Baru saja Brian selesai mengangkat jemuran. "Kamu kenapa angkat jemuran?" wanita itu justru kembali lagi.
"Habis aku diomelin Erin. Ledekin Mentari, aku kira Erin bisa bercanda soal didikan anak. Tapi malah kena omel."
"Lagian kamu suka banget ganggu anak. Itu kasihan lho dia bicaranya kasar."
Brian akui kalau dia memang suka sekali mengganggu sang anak karena lucu. Tapi sayangnya Erin menganggap itu sebagai sebuah godaan anaknya bisa bicara dengan nada tinggi dan juga kasar. "Kapok deh aku, Ma."
"Kenapa berhenti? Bisa lakukan lagi lho. Mama mau lihat Erin ngomelin kamu."
Brian tidak akan lakukan lagi kalau Erin sudah tidak suka. "Maaf, Ma. Aku masih butuh istri. Nggak siap jadi duda."
Menurut kepada istri bukan berarti takut. Tapi karena menghargai apa yang dikatakan oleh istrinya saja. Pria itu juga mengiyakan ucapan Erin waktu diminta jangan melakukan lagi. "Ya udah, terserah kamu aja. Mama mau ajakin Mentari main dulu."
"Marah dia sama aku, Ma."
"Jelas, kelakuan Papanya minus gini. Siapa yang nggak marah?"
Bukannya merasa bersalah tapi dia justru tertawa ucapan sang mama. "Udahlah, Ma. Biarin aja, tapi gini-gini enak juga ada yang marahin sekarang."
"Untungnya kamu sayang sama, Erin."
"Dari dulu aku nolak perjodohan juga karena dia, Ma."
"Erin bertolak belakang banget sama kamu, Yan."
"Dari dulu, Ma. Waktu kami pacaran dan tinggal berdua. Aku sering berantem sama dia. Cuman pas dia hamil, aku posisinya lagi berantem sama Mama. Terus dia hamil, aku nggak bisa berpikir jernih."
"Kalau aja nggak ada anak yang harus kamu tanggung jawabi, Yan. Papa kamu udah bunuh kamu."
"Sudah tahu Papa bakalan begitu."
"Lihat kakakmu nikah aja nunggu biar bisa punya anak. Kamu main tancap langsung jadi."
Dia akui kalau soal itu Brian juga tidak pernah menunggu lama untuk Erin bisa hamil. Sempat ingin untuk menunda, tapi justru diberikan kepercayaan lagi kedua kalinya. "Aku jaga mereka berdua untuk kali ini, Ma."
"Nggak boleh aneh-aneh lagi, Yan. Ingat kalau anak kamu juga perlu orangtua utuh."
"Aku tahu, Ma."
"Sadar diri, Yan. Udah punya tanggung jawab. Itu juga cewek-cewek kamu ditinggalin. Kamu belum usai sama mereka."
"Udah nggak ke sana lagi, Ma. Sejak Mentari datang. Aku nggak pernah temui mereka."
Mamanya tidak menanggapi dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Brian. Pria itu ke tempat setrika pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Tanpa bantuan dari asistennya.
Malam harinya Brian masih berusaha berdamai dengan anaknya. Akan tetapi si kecil justru menghindar dan mendekati papanya Brian. "Kakek, orang itu bawel, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Mentari
RomanceFOLLOW SEBELUM BACA!!! Brian memiliki hidup yang begitu sempurna dan pasti diinginkan oleh banyak orang. Akan tetapi kehidupannya berantakan begitu wanita yang bahkan belum sempat dia putuskan datang membawa seorang anak kecil perempuan ke dalam hid...