Abstrak

62 4 0
                                    

A short story written by Ekklesia Trixie Quinn Sambur
SMPN 54 Surabaya

Menurutmu, seperti apa itu cinta?

Semilir angin seolah mendorong pundak laki-laki itu. Daun-daun dipepohonan pun ikut menari besertanya. Ethan Brata, seorang siswa SMA kelas XI dari sekolah unggulan di Yogyakarta, SMAN 3 Yogyakarta. Keberadaan Ethan juga cukup dikenal di sekolah itu, dikarenakan Ethan merupakan anak yang berprestasi, namun cenderung tertutup.

Seperti hari-hari biasanya, Ethan berjalan kaki menuju sekolahnya. Awalnya tidak ada yang aneh, namun tiba-tiba ada sepeda yang melaju dan menyerempet tubuh Ethan dengan tidak sengaja. "Heh lo! Berhenti bentar! Berani-beraninya ya lo-!" seru Ethan. Pengendara sepeda itu menghiraukannya dan malah mempercepat laju sepedanya. "Nih anak.. buat gue kesel aja." Gumamnya. Tas selempang Ethan terjatuh, dan isinya juga berserakan di tanah. Dengan segera Ethan membereskan barang-barangnya sebelum diinjak-injak oleh orang lain. Sepasang tangan meraih buku-buku Ethan secara tiba-tiba. Sebelumnya, sosoknya tak pernah terlihat di sekolah. "Halo? Sepertinya gue gak pernah liat lo sebelumnya. Anak baru?" tanya Ethan sembari mengulurkan tangannya. Sosok perempuan itu tidak menjawab pertanyaan Ethan. Ia tersenyum, setelahnya ia pergi.

Bagai benalu di benak Ethan, sosok perempuan itu tak bisa hilang dari pikirannya. Perempuan itu tampak seusia Ethan. Kulitnya putih seputih susu, matanya coklat gelap seperti kopi hitam, rambutnya hitam pekat, panjang dan sedikit bergelombang. Sesekali, Ethan memikirkan dan membayangkannya hingga tak sadar ia tersenyum-senyum sendiri.

Bel sekolah berbunyi, menandakan sudah waktunya untuk pelajaran dimulai. Ethan melempar pandangannya ke sudut ruang kelas. Ia melihat seorang perempuan yang tengah sibuk dengan ponselnya. Di mejanya, terletak beberapa buku yang sedikit berantakan. Perempuan itu adalah sosok yang tadi pagi membantunya. Belum sempat berterima kasih, Ethan pun menghampirinya.

Ponsel perempuan itu tak mengeluarkan suara sama sekali, namun, dirinya terlihat sangat sibuk. Sedari tadi, lengan dan tangannya bergerak layaknya sedang memperagakan sebuah tarian yang bahkan mungkin tak sedap dipandang mata. Ethan menyapanya dengan ramah, namun yang ada dia hanya dihiraukan oleh perempuan itu. Ethan terus menerus meneriaki perempuan itu hingga seluruh mata tertuju padanya, mengiranya gila. Sebelum akhirnya Ethan melihat alat yang terpasang di telinga sang perempuan. Nampak seperti earphone, namun bukan earphone. Ethan menepuk pundak sang perempuan dengan lembut. Perempuan itu berbalik dan kembali tersenyum. Sepertinya hanya tersenyum yang ia bisa lakukan, pikir Ethan.

Sebuah buku terjatuh dari meja sempit perempuan itu, buku yang bertuliskan "BUKU KOMUNIKASI". Dengan lancang, Ethan mengambil dan membuka satu persatu halaman dari buku itu. Perempuan itu terbangun dari duduknya dan ia berusaha untuk mengambil paksa buku itu dari Ethan.

"Alexa? Jadi itu nama lo?" tanya Ethan. Perempuan itu hanya bisa tersenyum sembari mengernyitkan alisnya kesal. Namanya Alexandra Cahyani, panggil saja Alexa. Sama dengan Ethan, dia duduk di bangku kelas XI. Di sekolah lamanya, tak banyak yang ingin berteman dengan Alexa, mungkin karena ia memiliki gangguan fungsi pendengaran? Hanya mereka yang tahu. Namun, menurut Ethan hal itu merupakan hal yang luar biasa, karena ia baru pertama kali bertemu dengan orang spesial seperti Alexa.

Dengan paksa, Alexa menarik buku itu dari genggaman Ethan. Ia mengambil pena yang berada di mejanya, lalu menuliskan sesuatu di buku itu. 'Perkenalkan, aku Alexa. Kalau kamu?'. Tulisnya. Ethan mengambil buku itu sembari memperhatikan rupa wajah Alexa. Dia menulis, 'Gue Ethan, salken', lalu mengembalikan bukunya. Alexa mengajaknya untuk duduk di bangku yang bersebelahan dengannya hanya untuk sesaat pada hari itu, mengingat tak ada satu pun yang mau duduk di sebelahnya. Ethan pun meng-iyakan ajakannya, dan dengan segera memindahkan barang-barangnya. 'Boleh kamu duduk disini? Sehari saja, biar aku tidak bosan'. Ethan mengangguk perlahan sembari mengacungkan jari jempolnya pada Alexa.

Setapak SemangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang