Suatu Hari, Aku Pasti Bisa!

37 1 0
                                    

A Short story written by Elitha Dwi Apriliani
SMPN 3 Cikarang Selatan

Beginilah kisahku dimulai, aku Jiyya yang merupakan anak pertama sekaligus terakhir atau tunggal. Umur ku yang terkesan masih muda yaitu 16 tahun yang  duduk di kelas 11 atau 2 SMA harus memulai suatu kisah menakjubkan yang dapat sekaligus mengubah kehidupanku dan sudut pandang orang-orang terhadap ku.

Awal mulanya semua tampak dan terasa biasa saja, hanya kehidupan lalu lalang dari seorang remaja perempuan dikelas 1 SMA. Tetapi, lama kelamaan semua perasaan itu sirna setelah kepindahan salah satu remaja cantik dan terkenal bahkan walau dia baru pindah bulan lalu. Aku pun tak merasa salah dengan itu, karna bukan lagi rahasia umum kalau dia adalah ratu sekolah. Sempat aku temui, dia dikerumuni oleh banyak nya anak laki-laki yang mengejarnya, entah karena alasan apa.

Salah seorang temanku pernah berkata padaku, “Dia anak baru tapi sudah dapat banyak sekali perhatian banyak orang, betapa senang hidup dengan kehidupan seperti itu. Jiyya, apa kau merasa demikian?” Ujarnya dengan bibir yang sedikit dimanyunkan dan dengan ekspresi sedih di raut wajahnya. Aku hanya memberi senyuman dan anggukan setuju karna memang siapa yang tidak ingin hidup seperti layaknya ratu di sekolahnya sendiri.

Singkatnya, di hari itu kita serasa dibuat kagum tak terhenti karena nya. Begitu istimewa nya dia disekolah ini, tutur ku waktu dimalam hari itu. Hari demi hari semenjak perpindahan Chiya. Senang masih jelas terasa terlebih saat tau kelasku dan kelas Chiya bersebelahan.

Hingga pada suatu hari aku memberanikan diri dan tekad ku untuk berkenalan dengannya. Aku bahkan juga sempat mempersiapkan kue jahe yang ku buat, untuknya sebagai ucapan selamat perkenalan dariku. Waktu itu tepat pada jam istirahat berlangsung aku lihat meja Chiya kosong atau dapat ku ketahui meja nya tidak dikerumuni oleh laki-laki. Aku pun langsung lari bergegas ke kelas ku untuk mengambil bingkisan yang didalamnya terdapat kue jahe dan sepuncuk surat yang sudah kubuat dari rumah.
“Eum h-hai Chiya?” sapa ku dengan grogi.
“Oh hai,” ujarnya sambil memandangi penampilan ku dari bawah hingga atas dan tak lupa dengan kotak kue yang ku bawa.

Sontak aku pun menyodorkan kotak kue yang kubawa sedari tadi kehadapannya sambil berkata.
“Hai, sebelumnya perkenalkan nama ku JIyya. Aku dikelas yang tepat berada di sebelahmu, MIPA 2. Apa aku boleh duduk disini?”
Kenal ku santai tetapi tetap memperhatikannya menatap ku asing. Huh, helaan nafas Chiya dan di lanjutkan nya.
“Kau pikir kau siapa? Aku rasa kau bukan berasal dari keluarga yang kaya raya,” jawabnya dengan cetus dan langsung menghentakkan seluruh perasaan ku saat itu.
Aku pun membawa kembali kotak berisikan kue jahe dan surat yang kubuat sambil berlari dengan perasaan sedih dan kosong saat mendengar jawabannya. Aku tak dapat sama sekali memikirkan kalau aku akan diperlakukan layaknya seperti tadi. Semua pikiranku saling bertabrakan tak tahu kini harus berbuat apa padahal ekspektasi ku jauh lebih baik daripada ini.

Hari demi hari pun berlalu, semenjak kejadian miris dan sedih itu aku jadi sering pulang ke rumah lebih cepat dari biasanya yang aku menunggu dapat melihat Chiya. Tak dapat kusangka orang yang sering aku bangga kan ternyata memiliki sifat yang jauh berbanding dari itu.

“Jiyya ayo kita pergi karaoke sepulang sekolah nanti!” Ujar salah satu temanku.

“Maaf tapi aku rasa aku tidak bisa, bagaimana dengan lain hari?” Jawabku.

“Ayo lah, lagipula kita jarang pergi berdua untuk bersenang senang.,” ucap nya meyakinkan ku untuk ikut bersamanya.

“Maaf sekali, tapi aku rasa aku tidak bisa. Bagaimana dengan mengajak Chiya? Aku rasa dia mau ikut dengan mu” Jawab ku kembali sembari meyakinkan.

Setapak SemangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang