Memori Waktu

67 2 0
                                    

A Short story written by Muhammad Amir Abiyu
SMPN 3 Cikarang Selatan


Aku sungguh berharap waktuku pada saat itu lebih panjang. Aku sangat senang sekali saat bertemu Ayah, Ayah sering memberitahuku bahwa “Jika kamu sangat menginginkannya Ayah akan mengabulkan satu permintaan, dan kamu tidak bisa meminta apapun lagi.” Waktu itu aku sangatlah polos aku memutuskan untuk tidak meminta apapun, tapi pada saat itu juga aku mengetahui bahwa satu permintaan itu sangatlah penting.

“Lalu apakah itu membantu mu untuk mencapai kesuksesan yang kamu capai saat ini.” Tanya teman kerja ku

Aku merenungi sebentar perkataannya lalu menjawab dengan ketidakpastian

“Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti karena permintaan itu hanyalah… ”

“Apakah kamu bisa menceritakan saat kamu bersama Ayah mu Rasta” Tanya teman kerja

Aku menyanggupi nya dengan anggukan.
Waktu atau saat Aku pergi dengan Ayah Aku sering meminta Ayah bermacam-macam hal,dan aku sering bertanya tentang dunia, jawaban yang aku dapatkan adalah

“pengetahuan dan pikiran seorang anak adalah pemikiran yang mendekati bentuk tersembunyi dari semua pengetahuan. Selalu bertanya merupakan salah satu cara kecil untuk memahami lebih banyak. Bertanyalah semaumu. ” jawab Ayah
Aku berdiam untuk memikirkan pertanyaan ku yang selanjutnya, Aku bertanya apakah kehidupan Ayah saat ini itu menyenangkan?

“Kehidupan Ayah saat ini cukup menyenangkan jika menghitung semua senang dan sedih yang Ayah sudah alami” Berkata dengan jujur dan semangat sambil mengelus kepalaku
Seseorang mendengar perkataanku saat berbicara sendiri.

“Apakah itu saja yang kamu ingat dari kebersamaan mu dengan Ayah mu Rasta? ” Saut teman kerja

Dengan enggan Aku menjawabnya

“Tidak… Sebenarnya Aku… Kurang yakin tapi itulah momen yang aku selalu kenang, pada saat itu aku merasa tenang dan hangat, aku mencoba bertanya lagi tapi perasaan ku menghentikan perkataan ku. Kurasa aku mencoba bertanya tapi tidak ada kata-kata yang cocok untuk di keluarkan, jadi aku berhenti bertanya dan hanya menerima perkataan nya”

Aku masih selalu merasakan Ayahku.

“Rasta apakah kamu menyayangi “Ayah” mu? ” Teman bekerja ku bertanya dengan penasaran. Matanya terlihat sekali bahwa dia tertarik dengan ceritaku

“Aku merasakan rasa sayang kepada Ayahku tapi... Perilaku ku pada saat bersama nya itu tidak bisa ku ekspresikan. Seperti ada sesuatu yang menjagaku tetap dingin kepadanya dan baik saat meminta sesuatu, itu adalah hal yang kusesali sampai… Bisa bertemu dengannya lagi pada saat itu. ”

“Sebentar Rasta aku akan mengambilkan mu minuman apakah yang kamu mau? ” Teman kerja rasta terlihat tidak seperti biasanya dia seperti ingin mengetahui cerita hidup Rasta

Aku ingin bertanya padanya kenapa dia ingin mengetahui cerita hidupku, tapi kurasa Aku bisa menanyakan nya nanti

“Tolong ambilkan air putih dan sebuah garam, terimakasih” minta Rasta

“Tentu, tolong tunggu sebentar. ” jawab teman kerja Rasta. Kembali dan duduk bertanya lagi

“Rasta aku ingin kamu bercerita lagi, berapa lama kamu bersama Ayah mu? ” dengan serius bertanya

Dengan tegas Aku berkata
“Aku tidak mengerti maksud mu “bersama” tapi jika anda bertanya tentang seberapa sering aku bertemu dengan Ayah itu seperti sama seperti orang lain tolong jangan bertanya yang membuatku kurang nyaman” Nada bicara Rasta perlahan lahan mulai dingin terhadap teman kerja nya

“Lalu apa yang kamu sukai dari kamera mu” Tanya teman kerja Rasta
Aku dengan bingung menengok sekitar, melihat ruangan rumahku. Aku berdiri dan berjalan menuju lemari ‘Warna lemari kuning kecoklatan seakan akan ada sesuatu.’ Aku mendekati untuk memastikannya, lemari lalu Aku buka. Aku menemukan sebuah kamera di dalamnya. Kamera itu terasa familiar ‘Aku merasa sangat sedih dan rasa bertanya yang sangat kuat’ Aku memutar kepalaku menuju Teman Kerja ku untuk memastikan, apakah dia masih disana. Dia masih ada di bangku, dia sedang mencoba garam, dengan mata ku terkunci padanya selama beberapa saat.

Aku melihat kamera yang berada di tanganku. Aku memencet tombol “Image” ada fotoku berdiri disana dengan seseorang yang hanya bisa Aku ungkapkan sebagai orang dewasa berwibawa yang tenang.

Aku bertanya pada Teman Kerja “Apakah kamu mengenal dia” Sambil berjalan menghampiri dan menunjukkan foto ‘orang dewasa berwibawa’

“Tidak tahu, kamu bisa mengecek nya nanti saat membuka catatan muka klien di software mu kan!? ” Dengan tenang menjawab lalu bertanya sekali lagi, pertanyaan yang sedikit diubah
“Bukankah kamu mempunyai bisnis fotogRafi, kenapa kamu tidak mencoba memfotoku ” Teman Kerja. Berpose dengan percaya diri

“Ya, Aku akan memfoto mu sekali saja ‘Bip, Tak’ sudah nanti ku tunjukkan” Mukanya dalam foto tidak terlihat, kurasa itu kesalahan tanganku terlalu banyak bergetar…

“Rasta kenapa kamu melakukan fotogRafi untuk penghasilan mu, kenapa tidak memilih hal lain saja? Seperti bekerja kantoran, menjual makanan atau menjadi seorang wirausaha?. ” Tanya teman kerja dengan kebingungan

Pertanyaan yang diberikan “Teman Kerja” selalu mengenai diriku apakah Aku benar-benar semenarik itu. ‘Aku memang sering memfoto model – model dari majalah, tapi aku selalu mencoba genre foto menarik lainnya. Jawaban yang tepat untuk nya hanyalah menunjukkan hasil foto – foto yang ku hasilkan

“Itu, foto – foto yang kusukai beberapa mengandung makna yang dalam dan ada juga tentang dunia yang indah. Foto – foto yang kusukai kutunjukkan dalam bentuk cetak atau digital, kusebar melalui orang dan juga media seperti Twitter. ”

Dengan tenang Aku berusaha berkata “Tapi alasan ku Melakukan FotogRafi sampai saat ini dan seterusnya itu dikarenakan pada masa kecil ku. Aku mulai merasakannya pada saat berumur 15 tahun. aku menginginkan sebuah kamera alasan yang kuberikan adalah “Aku ingin membuat cerita dari foto ataupun kenangan untuk diriku maupun orang lain, setidaknya kamera ku akan digunakan sebagai alat untuk mencari uang jika aku membutuhkannya, tapi aku tetap ingin membuat kenangan melalui fotoku” Semakin lama aku memegang kamera semakin sadar diriku bahwa itu semua semakin sulit orang yang ingin ku kenang menghilang. Suatu waktu aku menginginkan untuk bertemu dengan nya tapi keegoisanku sudah telat. ”

Perubahan pada kepribadian ku pun terjadi dengan cepat dikarenakan seseorang itu, Aku tidak tahu seperti apa rupanya, kecuali perasaan yang kurasakan pada saat bersama dengan nya. Aku selalu mencarinya dengan harapan kenangan itu bisa ku abadikan melalui foto yang kubuat bersama dengannya

“Apakah kamu tidak ingin menemuinya Rasta, bukankah kamu masih mencarinya? ”

Dengan keinginan untuk mencarinya Rasta mengangguk

“Orang yang kamu cari berada di rumah sakit Silxxx Hospital ruang nomor xxx lantai xx. Kamu bisa menemukan “orang itu”

Makasih aku akan menemuinya sekarang.

Setapak SemangatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang