13. Let's Play Ball

35 1 2
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka dan tak ada sangkut pautnya dengan kehidupan asli tokoh di dunia nyata. Apabila ada kesamaan nama, latar, dan alur dengan cerita lain, itu semua adalah unsur ketidaksengajaan. Harap bijak dalam membaca, terima kasih.

✧~~~~~~~~~~✧

Suasana hening menyelimuti malam di kamar yang gelap itu, hanya ada penerangan sedikit melalui cahaya lampu luar yang menembus jendela. Tapi seorang anak laki-laki yang sebelumnya tengah tertidur pulas di atas kasurnya seketika terganggu oleh sebuah cahaya merah darah yang terpancar sangat terang hingga menusuk matanya yang masih terpejam.

Ia buka kedua matanya sedikit demi sedikit karena sungguh, cahaya berwarna merah darah itu membuat matanya sakit. Apalagi dia baru saja bangun.

"Sinar apa ini?" gumamnya pelan, sambil menutupi area matanya menggunakan sebelah tangan.

Pancaran cahaya berwarna merah darah itu sedikit meredup setelah ia bangun, membuatnya bisa melihat arah asal cahaya merah itu yang ternyata berasal dari kalung pentagram milik adiknya yang ia simpan di dalam laci nakas tepat disamping kasurnya.

Laci itu sedikit terbuka, sehingga cahaya merah itu keluar dari sela-sela laci yang terbuka itu. Mencoba bangun dari perbaringannya, kemudian mendekati nakas disampingnya untuk ia ambil kalung pentagram bercahaya merah darah itu.

Mingrui mengangkat kalung itu di udara, sejajar dengan wajahnya namun diberi sedikit jarak. "Kalung ini bisa mengeluarkan cahaya? Kenapa aku baru tahu?" gumamnya, kebingungan.

"Gou Mingrui," suara berat seseorang berhasil membuat Mingrui terkejut hingga kalung di tangannya terjatuh ke kasur seketika, ia kemudian mengalihkan pandangannya kearah orang yang saat ini sedang berdiri di depannya menggunakan jas hitamnya saat mereka pertama kali bertemu di toilet waktu itu dan saat di bawah pohon dekat ring basket kemarin siang.

"Ternyata kau, Tuan," lega Mingrui seraya mengelus dadanya.

"Kau sudah mendapatkannya," balas Lucifer dengan seringaiannya. Ini bukan pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan.

"Ya," Mingrui mengambil kalung pentagram itu lalu kembali mengangkatnya di udara. "Lalu apa yang harus kulakukan?"

"Aku tidak memintamu untuk terburu-buru. Tapi jika kau mau Daehan secepatnya menjadi milikmu seutuhnya, kau bisa datang ke taman belakang sekolah di jam yang sama seperti sekarang," jawab pria itu.

Mingrui melirik kearah jam digital-nya yang sudah menunjukkan pukul 00.00, tepat tengah malam. Arah pandangnya kembali pada kalung pentagram yang masih menyala itu, kini sudah berada di telapak tangannya.

"Kenapa kalung ini bisa mengeluarkan cahaya merah darah seperti ini?" tanya Mingrui, beralih menatap Lucifer setelah diam beberapa saat.

"Itu menandakan kalau aku berada disekitar kalung itu. Jadi jika sewaktu-waktu kalung itu bercahaya, itu berarti aku sedang berada di sekitar pemiliknya."

"Pemilik kalung itu yang sebenarnya bukan aku, tapi Daehan. Apa sebelumnya kau pernah bertemu juga dengannya, Tuan?"

"Pernah, tapi aku membuatnya tidak bisa melihatku karena dia sudah pernah melihat wajahku saat aku sedang mengendarai mobil bersama ibunya waktu itu."

"Oh ya? Kapan?"

"Kau ingat saat dia terlambat pulang dengan alasan ada urusan yang harus diselesaikannya?" Mingrui mengangguki pertanyaan Lucifer.

"Dia saat itu sedang menemui ibunya."

Mendengar itu, Mingrui tentu terkejut. Pasalnya, dulu Nayeon selalu melarang Daehan untuk tak menemui ibu kandungnya. Tapi sekarang, dia malah mendapati kabar bahwa Daehan sudah berani menemui ibunya, Min Dahyun.

Satan's Sacrafice | Gou Mingrui Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang