Cerita ini hanyalah fiktif belaka dan tak ada sangkut pautnya dengan kehidupan asli tokoh di dunia nyata. Apabila ada kesamaan nama, latar, dan alur dengan cerita lain, itu semua adalah unsur ketidaksengajaan. Harap bijak dalam membaca, terima kasih.
✧~~~~~~~~~~✧
Selama jam pelajaran ketiga dan keempat, Daehan sama sekali tak mau berbicara pada Mingrui. Daehan bukan mau membalas kemarahan Mingrui. Tapi gara-gara anak itu, ia jadi harus dimarahi dua kali oleh Pak Lim tadi pagi.
Benar-benar menyebalkan.
Tapi setelah itu apa? Dia malah memberikan sekotak susu vanilla kesukaannya setelah bel pelajaran ketiga tadi berbunyi tanpa mengatakan apapun dan langsung duduk disampingnya begitu saja.
Apa-apaan? Memangnya Daehan bisa luluh secepat itu? Hmph! Tidak akan!
Dan lihatlah sekarang, anak itu bahkan terus menggandeng tangan Daehan di balik meja kala guru matematika di depan sana sedang menjelaskan materi. Gadis itu sedikit terkejut saat permukaan tangan Mingrui merambat ke telapak tangannya, lalu menggenggamnya erat selama guru itu menjelaskan materi.
"Apa yang–"
"Shhtt, diamlah. Aku tidak mau kau dihukum untuk yang kedua kalinya," bisik Mingrui, sedikit mendekatkan tubuhnya pada Daehan.
Kedua sudut bibir Daehan terangkat sedikit, tapi setelahnya ia kembali memasang raut kesal setelah menyadari hatinya menghangat ketika Mingrui berkata demikian.
"Bodoh," balas Daehan ikut berbisik.
Singkatnya, pelajaran ketiga dan keempat pun selesai. Kini saatnya semua murid untuk pulang ke rumah masing-masing. Semua murid berhamburan keluar kelas untuk segera pulang.
Daehan dan Mingrui? Tenang saja, mereka sudah benar-benar berbaikan. Bahkan sekarang mereka sudah kembali mengobrol dengan akrab seperti dulu. Mereka memang terbiasa menunggu murid lain untuk pulang lebih dulu di dalam kelas, mereka hanya ingin merasakan suasana pulang sekolah yang tenang tanpa adanya kehebohan anak-anak murid lain.
"Untung saja tadi kau memberikan buku matematika mu padaku. Kalau tidak, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kondisiku setelah dimarahi oleh Pak Seo," ujar Daehan yang kini sedang duduk berhadapan dengan Mingrui di atas meja.
"Apa kau tidak mau berterima kasih padaku?" tanya Mingrui.
"Tidak, untuk apa?"
"Matilah kau, Yang Daehan."
Seketika Daehan tertawa keras, "Baiklah, baiklah. Terima kasih kakakku yang tampaaan~" godanya, membuat Mingrui tersenyum.
"Kau bilang apa? Telingaku sepertinya agak kurang bisa mendengarnya dengan jelas," ucap Mingrui dengan tangannya yang berada di belakang telinga.
"Oh begitu? Tunggu ya, aku akan mengambilkan pemompa kloset agar kotoran telingamu keluar semua," balas Daehan dengan gerakan seolah hendak turun dari atas meja.
"Ehh jangan jangan! Nanti yang ada bukan kotoran telingaku yang keluar, tapi nyawaku juga," Daehan tertawa mendengar perkataan Mingrui.
"Kau tahu? Kurasa rambutmu lebih cocok diikat seperti itu, Gou."
Oh ya, sampai sekarang keadaan rambut mereka masih sama seperti saat awal mereka berangkat sekolah. Sudah peraturan hukuman Nayeon. Jika melepas ikatan rambut itu, maka hukuman akan ditambah menjadi dua kali lipat. Dibuka hanya saat berada di sekolah dan dipasang kembali saat hendak pulang? Itu adalah hal yang sia-sia bagi mereka karena Nayeon akan selalu tahu akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satan's Sacrafice | Gou Mingrui
SpiritualCerita ini hanyalah fiktif belaka dan tak ada sangkut pautnya dengan kehidupan asli tokoh di dunia nyata. Apabila ada kesamaan nama, latar, dan alur dengan cerita lain, itu semua adalah unsur ketidaksengajaan. Harap bijak dalam membaca, terima kasih...