hari semakin larut, membuat keempat pemuda itu semakin takut. kicauan gagak, serta suara jangkrik menyertai. perasaan mereka semakin campur aduk, karena bertemu sesosok makhluk menyeramkan dengan wajah hancur di dalam ruangan, yang sebelumnya mereka telusuri.
kini haechan menangis tersedu, namun lama-kelamaan hal itu membuat nafasnya menjadi sesak. untung ia sudah mempersiapkan segalanya, dimulai dari inhaler untuk membantu nya.
“dari awal sebenarnya gue males ngajakin lo, takut kejadian kayak gini terjadi.” perkataan renjun membuat haechan menghela nafas, pikirannya terus melanglang buana, apakah ia merepotkan teman-temannya dengan sikap dan penyakitnya?
“maaf,”
entah mengapa, hal tersebut membuat dada haechan terasa sesak. jaemin yang melihat raut wajah haechan berubah, mencoba untuk menenangkan teman seperjuangannya itu.
“chan, maksud renjun itu baik, dia nggak mau asma lo kambuh kayak gini, dia takut lo kenapa-kenapa.” haechan yang tadinya menunduk, kini mendongak menatap jaemin. mencari sesuatu yang entah apa, namun senyuman manis yang ia dapatkan. lalu pandangannya teralih kearah renjun yang kini membuang pandangan nya. “kalo itu maksud lo, thanks ren.”
ketiganya tersenyum simpul sambil menggelengkan kepala, ketika jawaban 'hm mengisi kosongnya ruang.
lalu mereka melanjutkan, menelusuri bagian lantai atas. lantai yang jaemin tunggu-tunggu, banyak kenangan manis disana. bermain video game bersama ayah dan kakeknya, membuat tenda camping didalam rumah, hal itu membuat jaemin flashback. kaki jenjang mereka melangkah, menaiki tangga besi yang sudah berkarat. sembari menuju atas, mereka berbincang kecil tentang hal random.
“lo sama ningning gimana, ren?” tanya jeno.
renjun yang mendengar ucapan jeno, segera menatap temannya itu dengan malas. padahal tadinya ia terkejut ketika nama perempuan istimewa dihidupnya itu disebut, namun ia ahli dalam menyembunyikan ekspresi wajah.
“nggak gimana-gimana.”
“anak orang masih lo gantung?” tanya haechan.
“nggak, kalo gue gantung, ningning bakalan mati.” perkataan renjun dihadiahi decakan, jawaban yang ngalur-ngidul menurut mereka. renjun menyebalkan. “terserah paduka raja”
tuk
tuk
jaemin yang berjalan dahulu, dengan renjun disampingnya. kini melihat kearah kaki-kaki mereka, melihat apakah langkah mereka seirama atau tidak. namun nyatanya seirama, jadi langkah pelan tak seirama dengan mereka itu, langkah siapa?
renjun yang menyadari gelagat aneh jaemin pun, bertanya. “ngapa jaem? ada yang aneh?”
“ah, ada. kalian ngerasa kalo kita ini jalan ditempat nggak sih?” pertanyaan jaemin mengundang perhatian, mereka berhenti sejenak memikirkan opini jaemin, namun seperti fakta.
tuk
tuk
“tunggu! itu suara langkah siapa?!” haechan yang berada di samping jeno merasa panik, telinganya mendengar dengan jelas bahwa ada suara langkah disekitar mereka.
“lari! lari!”
mereka semakin gencar menaiki anak tangga, tanpa memikirkan konsekuensinya. namun bukannya sampai pada ujung tangga, mereka tetap berada di tengah-tengah anak tangga. padahal sudah terlihat jelas lantai diatas sana, namun entah mengapa sampai menit ini mereka tak juga sampai.
tuk
tuk
suara langkah itu masih terdengar, mereka panik. entahlah, pikiran mereka terasa ter-obrak-abrik. jika mereka menyadari, kini mereka dipermainkan dengan ilusi mata, yang sedari awal mereka tak menginjak anak tangga. dan mereka tak menyadari, ada sesosok makhluk berbaju putih, tengah merangkak di langit-langit rumah.