sembilan belas

77 19 1
                                    

"kepala lo nggak mau di obatin dulu ren?" renjun tampak berfikir dengan pertanyaan haechan.

"emangnya lo bawa kotak p3k?" pertanyaan renjun membuat pikiran haechan mengambang, ucapan temannya itu ada benarnya. ia tak membawa kotak p3k sama sekali, bahkan jeno sekalipun. "eng, enggak sih, cuman bawa plaster doang."

renjun mendengus, "kepala gue cuman benjol, nggak mungkin dikasih plaster, alay."

"sialan."

“guys udah dong, ayo pulang udah jam setengah dua.” suara jeno menginterupsi keduanya, berucap sembari mengusap kedua lengannya karena udara yang terasa semakin dingin. sebenarnya jeno sedikit takut, mengingat suasana terlihat mencekam. bukan kali pertama, namun entah mengapa membuat jeno sedikit ketakutan, padahal hari kematian jaemin yang ia takuti.

“iya, makin dingin juga, pengen pulang terus peluk ayang” perkataan haechan dihadiahi decakan oleh renjun, menatap malas ke arah temannya itu. “kalo jomblo, jomblo aja kali, nggak usah halu. kasian loh, masih muda.”

haechan memutar bola matanya malas, dengan sengaja ia menendang bokong renjun menggunakan kakinya. tak sakit, namun membuat renjun terkejut atas kelakuan haechan. 

“oh, jadi ceritanya mau adu skill? sini, gue jabanin.” ujarnya sembari berpose seperti bruce lee, sambil menatap haechan dengan tatapan remehnya.

haechan terpancing, walaupun udaranya semakin menusuk kulit.

“oh oke, pudu lee mengeluarkan jurus jitu, yaitu ular berbisa, rrr!” posenya sama, sama seperti renjun.

renjun mendecih, “jurus lo itu bakal kalah sama jurus bogeman emak gue!”

“emak lo nggak ada apa-apa nya, kayak emak gue dong. tupperware sengaja gue buang, gue di usir tiga hari!” ujarnya menggebu-gebu, bukannya membuat renjun marah atau merasa tersaingi. renjun malah terdiam, memperbaiki posisinya seperti awal. melihat tingkah renjun, membuat haechan keheranan.

“kenapa, cil?”

renjun menggeleng lirih, sebelum menatap haechan, ia menatap jeno sebentar. “jokes lu gelap,”

“ha? gelap? emang apaan yang bikin gelap?”

“gimana bisa lo ngomong sengaja buang tupperware emak lu, sedangkan emak lu udah nggak ada saat lo umur 2 tahun?” haechan terdiam sejenak, sedikit membeku dengan ucapan renjun.

namun haechan ingat sesuatu.

“kan gue masih punya emak, ren. emak jaemin, emak gue juga.” ujar nya.

renjun yang tadinya memasang raut wajah sedih, kini datar seperti jalan tol. “oh iya.”

“guys, ya allah guys, gue di anggurin mulu perasaan. ayo pulang, bisa-bisa bukan cuman badan gue yang beku, tapi hati gue juga.”

lagi-lagi jeno menginterupsi keduanya, sedikit lelah dengan renjun dan haechan ketika mereka adu argumen.

“ya ayo, beruang nggak tau diri ini malah ngulur waktu.” haechan menatap renjun dengan tatapan tak percaya nya, bagaimana renjun bisa berkata demikian, jika ia sendiri penyebab argumen mereka tadi?

renjun zeuska sialan.

“terserah yang mulia raja!”

haechan mengerucut, membuang pandangan nya tak mau menatap renjun. bukan baperan, haechan hanya ingin bermain-main saja saat ini.

“lo bisa jalan kan, ren?” tanya jeno memastikan, dan membuat renjun tertawa garing. “jidat gue yang kebentur, bukan kaki gue.”

“ya mana tau jidat lo pindah ke kaki, kan?”

RUMAH NENEK✓ (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang