"pintunya kayak diganjel dari luar, padahal diawal nggak ada apa-apa, malahan gue ngira ganjelnya dari dalem." jelas jaemin sembari mencoba membuka pintu utama, sedikit sulit. entah mengapa, namun tak membuat mereka putus asa.
kini jaemin dibantu oleh haechan, dengan penerangan dari ponsel nya. sedikit menyayangkan mengapa mereka berhenti untuk merekam, padahal konten kali ini haechan percaya akan membuat mereka terkenal. walaupun sebagian view akan mengatakan, bahwa itu semua rekayasa.
"liat atas chan, mana tau di kunci," haechan mengarahkan cahaya keatas pintu, namun kunci tersebut tak tersemat untuk mengunci pintu.
disaat haechan dan jaemin sibuk mencari cara, renjun dan jeno malah terdiam dalam perasaan campur aduk. jeno yang memegang kamera, memilih untuk menggunakan nya. mungkin ia berpikir, merekam kegiatan mereka disaat seperti ini adalah keputusan yang tepat.
jeno berjalan menyusuri ruangan itu lagi, merekam dengan harapan besar. sedangkan renjun, mengusap-usap lengannya yang terasa dingin. tubuhnya terasa membeku karena bajunya masih dalam keadaan basah, ditambah ia melihat banyak makhluk, membuat energi nya terkuras banyak.
renjun melirik kearah jeno, pemuda abyaz itu tengah berdiri didepan lemari hias. merekam kembali, jeno menjelaskan kondisi rumah tua ini, keanehan yang mereka alami. walaupun kenyataannya, rekaman video itu tak akan sampai pada penggemar. mungkin sedikit cuplikan yang tak sengaja mereka rekam.
pemuda abyaz itu tengah tertawa sendiri, sembari berjongkok dan merekam sebuah bingkai kecil yang berisi foto anak kecil. renjun hanya melihat dari jauh saja, tak mengetahui rupa anak kecil tersebut.
namun yang membuat renjun kebingungan, tak habis pikir, jeno santai-santai saja saat berhadapan dengan kepala puntung di depannya, letaknya persis didalam lemari hias. tetapi, jeno seperti tak melihat adanya sesuatu dihadapannya. padahal kepala puntung tersebut amat menyeramkan, wajahnya hancur dipenuhi darah dan belatung, rambutnya panjang. namun yang membuat renjun ketakutan adalah, mata semerah darah itu kini menatapnya.
renjun meneguk salivanya, baru kali ini ia merasa ketakutan.
"keluarnya dari jendela awal aja, jaem."
jaemin dan haechan mengangguk, lelah mengingat mereka tak mendapatkan jalan keluar. mereka berdua seperti orang linglung. padahal mereka tak tahu saja, ada sesuatu yang menahan pintu tersebut agar tak dapat dibuka. jaemin dan haechan berbalik, namun netra mereka langsung terlalih kearah jeno yang sibuk merekam tak jauh dari mereka. haechan menyoroti jeno dengan cahaya ponselnya, yang mana kini semua pencahayaan terpusat ke arah jeno.
"jen! ay-ssetan, gue kaget!"
jaemin berteriak, matanya membelalak, jantungnya berdebar saat tak sengaja netranya menatap ke lantai dua. ruangan memang gelap gulita, namun entah mengapa jaemin bisa melihatnya. kuntilanak berbaju merah dengan rambut menjuntai, beruntung nya hantu tersebut membelakangi mereka.
"kenapa, jaem?!" tanya haechan dan jaemin, namun entah mengapa jeno tak terusik dengan suara menggelegar jaemin. "ada setan." bisiknya.
haechan bergidik, tak ingin bertanya lebih lanjut bila tak ingin dirinya menangis tersedu-sedu. mengingatnya, membuat haechan meringis memaki dirinya sendiri.
"jen buru! udah jam dua belas malem, kita balik aja!" perkataan renjun tak diindahkan oleh jeno, namun entah mengapa renjun menjadi pusing saat matanya melihat gerak mulut jeno yang terkesan aneh.
-tumbal.
"ugh, gue mual sama pusing lagi." ucapan renjun mengundang perhatian haechan dan jaemin, lalu haechan berjalan memegang pundak renjun saat tubuh pemuda zeuska itu berjongkok.