23

3.1K 343 29
                                    

Hari pertama masuk sekolah sebagai anak kelas akhir. Daren telah memantapkan dirinya untuk semakin rajin mengejar akademiknya. Ia pun bertekad untuk turut serta membawa Amadeo dalam langkahnya.

Saat ini ia tengah sarapan bersama sang ibunda dan kakaknya. Pipinya menggembung berisi sandwich tuna kesukaannya. Matanya terus memperhatikan Hardan yang tengah berkutat dengan laptopnya.

"Emang Abang udah masuk kuliah?" tanya Daren.

Hardan menggeleng pelan, "Bukan. Abang lagi bikin proposal danus eksternal," ujar Hardan sembari melahap porsi sarapannya.

"Hah? Abang jadi panitia lagi?"

Daren mengerutkan keningnya. Padahal belum lama ini Hardan mengeluhkan time managementnya yang berantakan. Sejujurnya, ia tak paham tentang konsep kura-kura yang diselipkan dalam dunia perkuliahan sang kakak. Belum lagi ia juga diburu oleh disiplin kejuruan yang ia ambil semester ini.

"Iya, tapi ini event terakhir kok. Abis ini Abang harus fokus sama akademik," ujar Hardan.

Lalu Diana hadir membawa dua gelas susu cokelat dan dua kotak makan berisi sandwich tuna yang baru ia buat.

"Jangan percaya. Semester lalu Abang juga bilang begitu. Bilangnya mau fokus kejuruan, mau benerin nilai biar bisa ambil disiplin pidana," ujar perempuan dewasa itu diselingi usapan ringan pada bahu si sulung.

"Hak bicara Bunda, Abang cabut. Tidak ada sesi mencela anak sulung," ujar Hardan tanpa rasa takut, ada sih sedikit.

Diana yang mendengar itu langsung menarik telinga si anak sulung, "Loh, berani kamu bilang kayak gitu ke Bunda?"

Daren tak mampu menahan tawanya, ia paling senang melihat sang kakak mendapat siksaan dari Bundanya. Brother things.

"Aduh! Aduh! Ampun Bunda, Abang minta maaf."

Diana mendengus pelan, sebenarnya ia pun tak menarik telinga sang anak begitu kencang. Mana tega. Jemari lentiknya kemudian mengusap daun telinga Hardan. Buat si empu menikmatinya dengan tenang.

Hardan mendapati Daren yang pasang wajah kesenangan kemudian mengadu pada sang ibunda, "Liat, Bun. Anak ganteng Bunda ini diketawain sama anak jelek itu."

"HEH?! Aku mukanya mirip banget sama Bunda! Kalo Abang ngatain aku jelek, berarti Abang ngatain Bunda jelek juga. Parah bangetttt."

Belum sempat Hardan membalas lagi, terdengar klakson motor dari luar rumah. Ketiganya langsung menoleh, Diana baru saja ingin melangkah tetapi ditahan oleh Daren.

"Aku aja, Bun. Kayaknya itu Amadeo," ujar Daren.

Diana mengangguk pelan, mengambil kursi untuk ia duduki. Tepat di sebelah sang anak sulung.

"Suruh masuk dulu, Amadeonya."

Setelahnya, Daren beranjak menuju luar rumah. Benar saja, ia dapat menemukan Amadeo yang duduk di motornya. Masih dengan mengenakan helm fullfacenya.

Sialan, bagaimana bisa Amadeo tetap terlihat tampan dan berkarisma meski wajahnya dihalangi oleh helm. Daren tidak bisa untuk tidak jatuh cinta lebih dalam.

"Eum, disuruh Bunda buat masuk dulu," ujar Daren sembari mengalihkan pandangannya. Kemudian membuka pintu gerbangnya agar Amadeo bisa membawa masuk motornya.

Amadeo mengangguk pelan, ia kembali menyalakan mesin motornya, turut membawa motor kesayangannya agar terparkir apik di carport rumah Daren.

"Ayo," ujar Daren mengajak sang kekasih masuk.

"Yang."

"Iya?"

"Kok lo cantik banget dah hari ini?"

lovers || wonki / nikwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang