17

3.7K 427 12
                                    

Rencananya akhir minggu ini, Daren ingin mengasah ingatannya lagi tentang materi satu semester terakhir. Berhubung masih ada beberapa materi yang belum Daren paham, jadi ia mengajak Alden untuk belajar bersama. Iya, itu adalah rencana awalnya.

Setelah satu jam mengulas materi, keduanya dikejutkan dengan kehadiran Amadeo, Satya, dan Jebian yang tanpa diundang.

"Siapa yang undang kalian kesini???" tanya Daren.

Satya dan Jebian bersamaan menunjuk Amadeo yang kini sudah fokus dengan catatan milik kekasihnya. Daren langsung menepuk punggung lebar Amadeo, "Siapa yang kasih tau lo gue kesini?!"

Tak langsung menjawab, Amadeo justru mengambil tangan Daren yang memukul punggungnya dan menggenggamnya. Netranya tetap fokus pada tulisan rapi milik Daren.

"Bang Hardan."

Daren mendengus kesal, menyesal sendiri karena telah memberitahu sang kakak bahwa dirinya akan seharian bersama Aldenio.

"Terus kenapa kalian berdua ikut juga? Kan kita gak seangkatan?" kini Aldenio yang mengeluarkan suaranya.

Tanpa diduga, keduanya justru bersamaan menjawab, "Kangen lo."

Sukses buat Daren menghela napasnya, ia yakin rencananya tak akan berjalan lancar jika dirinya tak bisa mengontrol tiga orang pendatang ini.

"Dengerin, gue sama Alden beneran mau ngebahas materi. Tolong jangan ngerusuh dulu ya, mas-mas ganteng. Tapi kalo ikutan belajar gak apa-apa," ujar Daren, memperingati.

Ketiganya mengangguk bersamaan, bak anak kecil yang diberitahu orang tuanya untuk tidak nakal. Entah, karena memang ketiganya tak berniat merusuh atau karena aura Daren yang mampu membuat ketiganya bertekuk lutut.

Akhirnya, Daren dan Alden bisa tenang mengulas materi karena ternyata ketiganya ikut belajar. Jebian dan Satya bahkan sesekali membantu mereka di materi yang tak dimengerti.

"Gini loh maksudnya, kan Belanda udah sekian lama ngejajah Indonesia, eksploitasi sana-sini sampe bobrok banget lah intinya. Nah, kelakuan Belanda di Indonesia itu kecium sampe ke luar Indonesia. Dikecamlah mereka, karena dianggap sama sekali nggak memikirkan penderitaan rakyat. Akhirnya, Ratu Wilhemina memberlakukan politik etis atau politik balas budi, yang mana mereka mulai memperbaiki tiga bidang yang paling berpengaruh, kayak irigasi, emigrasi, sama edukasi. Walaupun gak begitu berjalan mulus, tapi ternyata politik etis ini tuh berhasil ngelahirin cendikiawan dan pada akhirnya muncul juga kesadaran mereka tentang nasionalisme," jelas Jebian.

Setelahnya, Jebian langsung meraih gelas berisi minumannya, "Capek banget ngejelasin kayak gitu doang," ujar Jebian.

Aldenio tampak mengerutkan keningnya, "Siapa yang nyebarin beritanya emang?"

Jebian mengangkat bahunya, "Mungkin kaum borju disana yang bolak-balik ke indo. Nah setelah itu, ada dua orang pencetus asli politik etis ini, namanya Pieter Brooshooft yang kerja sebagai wartawan sama van deventer yang ternyata politikus. Intinya, mereka yang mengecam pihak belanda karena udah eksploitasi indonesia habis-habisan."

Aldenio mengangguk pelan, "Oke, thanks, Kak."

Baru saja Amadeo ingin menimbrung mengajukan pertanyaan, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh teriakan seseorang.

"ALDENNN, BUKA PAGERNYAA!!"

Alden menghela napasnya pelan, ia tahu siapa yang datang. Kemudian bangkit dan menatap lainnya tak enak, "Bentar ya, gue ke depan dulu."

"Bacot banget asli, siapa sih itu?" gumam Daren. Amadeo terkekeh pelan mendengarnya. meskipun Daren hanya bergumam, Amadeo mampu mendengarnya, sebab jarak kedua kini tak begitu jauh.

Tak lama kemudian, Aldenio kembali ke ruang tengah dengan diiringi seseorang di belakangnya.

"Sorry ya, guys. ini sepupu gue dateng," kata Aldenio, sembari menarik orang itu mendekat.

Daren dan Amadeo membulatkan matanya bersamaan, "LO?!"

Orang itu tampak mengusap wajahnya kasar, "Anjing, kenapa gue harus ketemu lo berdua sih?"

Daren mengalihkan pandangannya pada Aldenio yang kini merautkan wajahnya kebingungan, "Sejak kapan lo sepupuan sama Bagas, Den?! Kok lo gak bilang?!"

"Males banget gue ngenalin dia ke lo, ngeselin. Emang kenapa sih? Muka lo berdua juga aneh banget, ada apa sih?"

"Sepupu lo demen sama cowok gue, anjir."

"HAH?!"

PLAK.

"ADUH!"

"Lo macem-macem ya!"

Itu adalah sambutan manis yang Aldenio berikan pada sepupunya itu.

Entah apa yang sebenarnya terjadi, Amadeo hanya bisa memijat keningnya sembari bergumam, "Kayak dulu gue pernah bersekutu sama Belanda makanya di kehidupan sekarang gue kena karmanya."

Jujur saja, siapa yang akan mengira jika Bagas merupakan sepupu dari sahabat Daren. What a small world. Sepertinya dunia memang hanya selebar daun kelor.

Usut punya usut, kedatangan Bagas itu hanya sekadar menghapus jenuh di rumahnya. Katanya, "Gue bosen dirumah. Males banget gue kalo ikut ke rumah Tante Marisa. Karena pasti lo ga ikut, jadi gue kesini."

Memang Aldenio itu paling malas mengikuti acara keluarga dari ibunya. Ia sendiri lebih dekat dengan keluarga sang ayah. Hanya Bagas -- sepupu dari pihak ibu -- yang bisa ia ajak berteman, meski terkadang menjengkelkan. Aldenio tak pernah satu topik dengan mereka. Istilahnya beda frekuensi.

Sejenak melupakan situasi yang mendadak hadir itu, mereka kembali mengulas materi sejarah. Aldenio mengajak Bagas untuk duduk di sampingnya. Lengannya mengapit lengan milik sang sepupu, kepalang terbiasa bersentuhan fisik dengan seseorang yang ia anggap dekat, buat Aldenio tanpa sadar melakukan hal itu.

Yang Aldenio tak tahu adalah tatapan cemburu dari dua orang yang duduk di hadapannya. Yang satu meremat pulpen yang ia genggam, sedangkan satunya mencoba mengalihkan fokusnya pada bacaan materi di ponselnya.

"Ish, bisa gak tangannya diem?!" gerutuan Daren itu mengalihkan perhatian semuanya. Tepukan di punggung jemari Amadeo terdengar renyah.

Kedua alis Daren yang bertaut penuh amarah terlihat menggemaskan sebetulnya.

Amadeo mengusap bekas pukulan Daren, "Kenapa sih? Kan gue pacar lo."

Daren memejamkan matanya sesaat sebelum akhirnya menatap Amadeo penuh kasih sayang, "Iya, Amadeo. Tapi gue jadi gak fokus belajarnya. Tunggu sebentar ya."

Mau tak mau Amadeo mengangguk menuruti permintaan sang kekasih. Daren pun ikut mengangguk, serta menepuk puncak kepala Amadeo sebelum akhirnya kembali fokus pada materinya.

"Good boy."

Yang keduanya tak tahu adalah pandangan tak percaya yang dilayangkan keempat orang yang juga menghuni ruangan ini. Kalau saja pandangan itu bisa bersuara, yakin sekali kalimat yang akan dilontarkan adalah Daren pakai pelet dari dukun mana?

 Kalau saja pandangan itu bisa bersuara, yakin sekali kalimat yang akan dilontarkan adalah Daren pakai pelet dari dukun mana?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kayaknya dukunnya daren temen sekolahnya gojo satoru sih

btw, aku baru ngepublish heehoon, yang suka boleh mampir ke work sebelah.

lovers || wonki / nikwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang