39

2.2K 242 12
                                    

Memasuki tiga bulan semester baru, dimana semester ini adalah semester terakhir bagi kelas 12. Beberapa hari lagi adalah pengumuman SNBP, Daren dan Amadeo menjadi salah dua murid yang beruntung yang namanya masuk dalam kuota eligible. Keduanya sama-sama memilih universitas yang sama. Namun dengan prodi dan fakultas yang berbeda.

"Menurut lo gue bakalan keterima gak ya?"

Kalimat lirih yang dilayangkan Daren itu sukses membuat Amadeo hampir tersedak kuah bakso yang tengah ia hirup. Keduanya baru saja menyelesaikan jadwal bimbingan belajar dan memilih untuk mengisi perut lebih dulu sebelum pulang ke rumah.

"Udah sih, Yang. Jangan terlalu dipikirin. Kalo keterima bersyukur, kalo gak keterima ya nangis. Nanti gue peluk dah kalo mau nangis."

Daren mendelik sebal, jawaban yang diberikan oleh kekasihnya itu benar-benar di luar nalar. Bahkan tidak terlintas sedikitpun ekspetasi atas jawabannya.

"Nyesel ngomong sama lu."

Amadeo menyesap es teh manisnya lebih dulu sebelum akhirnya memajukan badannya dan menggenggam jemari sang kekasih, "Denger, apapun hasilnya berarti itu yang terbaik buat lo. Kalo lo keterima, berarti emang jalannya yang terbaik ya itu. Tapi kalo gak keterima, berarti bukan jalan ini yang terbaik buat lo, Yang."

Daren mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kalo salah satu dari kita ada yang gak keterima gimana?"

"Makanya pikirin yang baik-baik, berdoa supaya kita berdua bisa keterima."

Mendengar itu, Daren lantas merengek, "Kan misal. Kalo gue gak keterima di jalur ini gue bakalan coba lagi di jalur yang lain. Tapi gue tetep berharap besar di sini. Lo gimana?"

Amadeo tak langsung menjawab, ia melihat ke sekeliling. Baru menyadari bahwa di luar tenda tempatnya makan kini tengah gerimis kecil, lalu kembali menatap Daren.

"Sejujurnya, kalo gak keterima gue juga belum tau bakalan ngambil kampus yang sama atau nggak," ujarnya, sukses buat Daren sedikit menundukkan kepalanya. Jawaban yang Amadeo berikan memang telah ia duga, meski tak begitu yakin.

"Berarti nanti kita pisah?"

Amadeo menggeleng pelan, "Gak tau, gue juga masih butuh pendapat mami. Udah ah, jangan cemberut gitu. Lagian kan kita gak tau kedepannya gimana."

"Iya sih. Tapi please banget gue gak apa-apa ketemu lo tiap hari, yang penting kita satu kampus."

Amadeo mengangguk pelan, "Iya, Yang. Kita liat nanti ya."

Sejak saat itu Daren jadi lebih pendiam, Amadeo tentu menyadari. Namun, dirinya sendiri tak bisa berbuat banyak. Lagi pula siapa dirinya bisa menebak masa depan. Pun ia bisa bernapas esok pagi adalah anugerah.

Tepat di hari pengumuman SNBP, Daren dan Aldenio berjanji untuk membuka pengumaman bersama. Kebetulan hari itu sekolah dipulangkan lebih cepat. Keduanya memiliki rumah Daren sebagai tempat berkumpul.

"Ah, gue deg-degan banget, Njir. Kalo gak dapet gimana ya?"

Gumaman yang tidak bisa dibilang gumaman milik Aldenio itu berhasil ditangkap oleh rungu Daren. Pemuda aquarius itu melirik wajah tegang sang sahabat lalu terkekeh pelan sebelum akhirnya menjawab, "Gue bakal jadi ansos sepuluh tahun."

"Gak jelas banget, tapi gue bakalan ikut."

Daren menggeleng pelan, "Berapa lama lagi sih?"

"Empat jam."

"Order gofood cukup gak?"

Aldenio mengangguk pelan, "Ya cukuplah. Yang gak cukup mah mental gue."

lovers || wonki / nikwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang