3. pertengkaran

5 2 0
                                    

Seperti biasa mereka berkumpul di ruang tengah. Namun berkumpulnya mereka di ruang tengah itu bukanlah untuk mengisi waktu luang berbincang hangat seperti keluarga. Mereka saling diam.



Akmal menatapi kedua orangtuanya yang sedang sibuk dengan laptopnya masing-masing. Ia kemudian mengawasi adeknya yang sedang sibuk bermain sendiri. Ia kemudian meletakkan buku yang ia baca dan mengahmpiri adeknya untuk menemani bermaian.



" Akmal! "
Panggil papanya itu membuat langkah Akmal tertahan. Ia pun berbalik menghampiri papanya. Ia tak perlu menjawab panggilan papanya ia hanya perlu menghampirinya dengan cepat itulah perintah papanya itu.



" Mau kemana kau? "
" Nemenin Fizan bermain "
" Siapa yang bolehin kau bermain. Duduk lagi dan baca buku buku ini. Kau harus menguasai isi buku buku ini "
" Tap.... "
" Kau hanya perlu menurutinya Akmal, kau tak bisa menolak perintah papamu. Cepat lakukan!! "


Kali ini mamanya yang menyahut. Akmal menganggukkan kepalanya mengerti ia sekarang kembali ke tempat duduknya dan kembali membaca buku. Mengasah otak kecilnya itu untuk terus berfikir lagi dan mengingat ngingat apa yang ia baca.



" Kak Akmal Fisan ngantuk mau bobok sama kakak "
Fizan menghampiri Akmal dengan mengucek matanya ia terlihat sesekali menguap Akmal tersenyum.
" Kau bisa kan tidur sendiri!!! Kakakmu harus belajar!!! Ia tak boleh tidur kalau belum menyelesaikan pelajarannya! "



Mendengar nada bicara mamanya meninggi membuat anak itu tak sengaja menjatuhkan botol susu yang ia bawa. Botol susu mahal yang di belikan mamanya untuk pamer pastinya bukan karena peduli dengan barang barang sang anak. Botol itu pecah.



Melihat itu membuat emosi perempuan itu membuncah.
" DASAR ANAK SIALAN!!!! BOTOL ITU MAHAL KENAPA DI JATUHIN GITU AJA!!! "
Bentakan itu membuat tubuh Fizan bergetar ia menangis melihat itu Akmal merangkul bahu adeknya memenangkan.




" Jangan nangis! Tahan Fizan nanti mama makin marah "
Bisik Akmal kepada bocah laki laki yang ia rangkul. Tentu saja bocah itu tak akan menurut. Dia hanya anak kecil yang baru berusia 6 tahun itu tetap saja menangis ketakutan.



" Nangis saja kau. Bisanya cuma nangis nangis nangis "
Kata perempuan itu jengkel. Akmal memeluk erat Fizan menutupi telinga anak itu agar tak terlalu mendengar teriakan dari mamanya.



Melihat anaknya di bentak bentak seperti itu oleh isterinya. Pria itu berdiri kemudian menarik kasar tubuh Akmal kemudian menghentakkan tubuhnya ke lantai. Akmal merasakan kepalanya amat pusing dan badannya terasa remuk. Ia masih tengkurap di atas lantai.



Fizan semakin menangis kencang. Membuat Diana semakin emosi.
" Anakmu itu cengeng sangat berisik!"
Keluh Diana menatap tajam suaminya. Tangan Fizan di tarik kasar oleh Lian.
" DIAM KAU!!! "
Bentakan kasar itu di sertai dengan genggaman tangan Lian yang semakin mengerat seolah mencengkeram.





Fizan menangis dalam diam. Air matanya mengucur tanpa isak tangis. Akmal mencoba berdiri dari tempatnya tapi kepalanya sangat pusing.
" Jika kau berani menyakiti Fizan anak ku akan ku siksa anakmu itu!! "
" Silahkan!!! Bunuh saja sekalian!! "
Mereka membubarkan diri mereka.




Lian membawa Fizan pada gendongannya kemudian membawa anak itu ke kamar. Sedangkan Diana ia langsung pergi keluar tanpa memperdulikan Akmal yang sedang terbaring lemas di lantai.





Farah yang melihat kejadian itu dari awal dari tadi terus saja menangis. setelah keadaan sepi ia menghampiri Akmal. Akmal pingsan. Dengan tangis yang ia tahan ia membawa Akmal ke kamarnya. Dan mengobati pelipis anak itu yang mengeluarkan darah.



Tak lama mata yang tadi tertutup terbuka. Akmal duduk ia menatap kosong ke depan. Sungguh rasa pusing di kepalanya tadi tak setara dengan rasa sakit pada hatinya.
" Silahkan!! Bunuh saja sekalian "
Empat kata kasar itu berputar putar menghiasi otaknya. Bulir bening di matanya itu menetes. Ketika ada seseorang yang datang ia segera menghapus jejak bulir bening itu.






" Akmal makan dulu ya? Mbak suap ya? "
Akmal menganggukkan kepalanya dan menerima setiap suapan dari seorang yang merawatnya sedari meninggalnya ayahnya. Ia tak mau membuat perempuan itu sedih. Walaupun nafsu makannya hilang karena pedih di hatinya. Ia tetap makan untuk menyenangkan hati yang selalu menjaga hatinya itu.






" Akmal tadi ngelakuin apa kok sampai papa marah?  "
Akmal terdiam kemudiaan ia tersenyum.
" Karena tadi Akmal ceroboh jadinya jatuh. Papa marah karena Akmal ceroboh "
Tutur Akmal berbohong ia pikir Farah tak melihat kejadian sebenarnya. Farah menangis dan mengusap lembut kepala Akmal.



" Mbak kenapa nangis? Akmal gak papa, kan Akmal kuat. Jadi jatuh dah biasa "
Farah terus saja menangis ia membawa tubuh kecil Akmal ke pelukannya.
" Iya, mbak percaya kalau Akmal kuat. Akmal jadi anak yang pintar ya. Banggain ayah "





" Banggain mama papa juga. Biar mereka gak marahin mba Farah terus kalau Akmal gagal "
Kata bocah itu membuat hati Farah terkikis. Mengapa ada orang tua sekasar ini sama anaknya. Mengapa anak sekecil ini harus merasakan kerasnya dunia.





Farah menghabiskan waktu sorenya itu untuk menemani Akmal membaca buku. Akmal anak yang rajin ia sangat sangat suka membaca. Tanpa di suruh Akmal juga rutin belajar dan membaca. Tapi tetap saja Lian dan Diana selalu memaksakan anak itu terus membaca tanpa memberikan kesempatan ia untuk bermain seperti taman temannya.




" Akmal pinter banget. Yaudah ya mbak Farah tinggal dulu. Mau lihat Fizan "
" Akmal boleh nitip sesuatu gak buat Fizan tapi jangan sampai papa tahu. Nanti pasti gak di kasih ke Fizan "
Farah tersenyum kemudian berbalik kembali menghampiri Akmal.






Akmal membuatkan sebuah pesawat terbang dari kertas itu kemudian memberikannya pada mba Farah.
" Katakan pada Fizan. Pesawat ini bisa kembali terbang setelah jatuh. Jadi Fizan juga harus bisa senyum walaupun habis nangis. Gak boleh sedih kalau gak sedih nanti kak Akmal beliiin pesawat terbang yang bisa terbang agak lama dari ini "









Farah mengangguk kemudian membawa kertas yang telah membentuk pesawat terbang itu kedalam saku bajunya. Ia ke dapur membawakan majikannya itu makanan. Setelah sampah di kamar. Fizan melamun di depan papanya.






" Fizan makan dulu ya? "
Bujuk Farah halus. Lian berdiri tegap.
" Bujuk dia sampai mau makan. Saya sudah pusing dengan anak bandel seperti dia  "
Tuannya itu segera melenggang pergi.
" Seperti Fizan kau katakan bandel, terus kau mau anak sediam robot "
Gumam Farah dalam hati. Ia hanya mampu mengatakan itu pada hatinya.






Jika ia mengungkapkan isi hatinya ia bisa saja di pecat dan gagal melindungi kedua anak majikannya yang sangat ia sayangi itu.
" Kak Akmal bawa hadiah lo buat Fizan? "
Mata bocah itu berbinar mendengarnya.
" Mana mbak mana? "





" Tapi Fizan gak boleh nangis gak boleh sedih juga harus makan dulu "
Anak itu patuh. Fizan makan dengan lahap. Setelah makan ia menagih hadiahnya.
" Yey pesawat telbang "
" Katanya kak Akmal Fizan mau di beliin pesawat terbang yang bisa terbang jauh dan lama "





" Yeyyy!!!! "
" Tapi Fizan gak boleh nangis lagi gak boleh sedih "
" Iya engggak Fisan gak sedih. Kak Akmal tadi berdalah dalah. Kak Akmal masih sakit mbak? "
" Udah mbak obatin kok tenang ya "
" Jangan bolehin kak Akmal dekat sama papa ya mbak. Kak Akmal jangan bolehin ulusin Fisan. Nanti papa malah malah "




Farah tersenyum kemudian. Ia menulis pucuk rambut anak laki laki menggemaskan itu. Dan mengajakku untuk bermain agar melupakan adegan kekerasan yang seharusnya tak menghiasi lingkungan masa kecilnya itu..

Dengarkan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang