8. Sesal

6 2 0
                                    

Akmal berdiri di depan rumahnya. Sedari tadi ia mengucap salam,mengetuk pintu dan memencet bel namun tak ada sahutan dari dalam rumah. Akmal mencoba mumutar gagang pintu. Tapi pintu itu terkunci. Ia lupa tak membawa kunci cadangannya tadi pagi.







Tubuhnya sudah lelah ia ingin segera beristirahat namun tak bisa masuk. Tak mau membuat Stevano dan Bila khawatir akhirnya Akmal memutuskan menunggu kehadiran mamanya di garasi samping kanan rumahnya. Darisana ia tak akan terlihat oleh Bila dan Stevano. Akmal memandangi isi rumah lewat jendela yang terbuka. Deg. Jantungnya berdetak tak karuan ketika ia mendapati tubuh anak kecil yang tergeletak di lantai.










Dengan panik ia segera mencoba membuka jendela. Ia bahkan mendobrak pintu rumahnya dengan tangisnya yang mulai pecah. Namun pintu itu tetap terkunci. Tenaga anak kecil seperti dirinya itu tak merubah keadaan sedikitpun. Keributan itu terdengar sampai rumah Stevano. Stevano terkejut ketika melihat Akmal yang terus menerus menabrakkan tubuhnya di pintu jati itu. Stevano langsung berlari menghampiri Akmal. Ia langsung menahan tubuh anak itu.







" Astaghfirullahaladzim Akmal. Ada apa ini? "
" Fi....zan... Ommm fi....zan.... Tolong.....in Fizan "
Kata Akmal dengan Isak tangisnya. Stevano ikut panik. Ia segera mendobrak pintu yang terkunci itu dengan segala tenaganya. Bila ikut keluar karena mendengar tangisan Akmal yang mengeras. Ia langsung memeluk tubuh Akmal yang bergetar takut.







Tak lama pintu terbuka mereka langsung memasuki rumah. Akmal langsung berlari menuju ke ruang makan. Disana terlihatlah sang adek yang tertelungkup di lantai dengan wajah pucat pasi. Akmal menangis kemudian meraih tubuh Fizan. Ia mencoba membangunkan adeknya.







" Akmal kita bawa Fizan ke rumah sakit "
Kata Stevano kemudian menggotong tubuh anak kecil itu. Akmal tetep terisak. Melihat Akmal yang terus menangis membuat Raisya pun ikut menangis. Bila memeluk keduanya erat.
" Udah ya nangisnya. Fizan gak apa apa kok. Yuk cepetan ke mobil. Biar Fizan cepat di obatin dokter biar cepat sembuh "
Kata Bila menghibur. Akhirnya mereka semua menuju mobil.








Akmal termenung sedari tadi. Pandangan matanya kosong menatap lurus ke arah pintu ruang IGD yang sejak 10 menit yang lalu tertutup. Sesekali ia menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir tanpa izin. Bila merangkul Akmal dan Raisya erat.
" Kalian berdo'a ya. Semoga Fizan cepat sembuh "
Keduanya terlihat mengangguk saja tanpa berkata.







Stevano yang sedari tadi diam kini meninggalkan ketiganya. Terlihat ia menelpon seseorang.
" Gila kau!!! Sepenting apa acara bisnismu itu sampai tega ngunci darah dagingmu di rumah itu sendirian ha!!!!. Kalau tak bisa ajak dia kau bisa menitipkannya sama aku Yan. "
Kata Stevano penuh emosi.
" Aku tak sudi anak ku di rawat oleh orang sok alim seperti kau. Gak usah ceramah. Uangku terlalu berharga buat membeli omong kosong mu itu "









Panggilan terputus membuat Stevano menghela nafas panjang. Ia kemudian kembali lagi ke ruang inap Fizan. Ternyata dokter sudah keluar dari sana. Akmal Raisya dan Bila pun sudah masuk ke dalam ruangan.
" Assalamualaikum "
" Waalaikum salam "
Jawab mereka semua. Termasuk Fizan ya sudah terbangun dari pingsannya.






" Darimana mas? Aku mau ngomong sama kamu!!  "
Tanya Bila berbisik. Stevano menganggukkan kepalanya setuju. Setelah berbincang-bincang sebentar akhirnya mereka memutuskan untuk keluar. Meninggalkan Akmal dan Raisya saja untuk menjaga Fizan. Setelah berada di tempe yang pas mereka pun menghentikan langkahnya.











" Mas. Kamu gimana sih? Giman ceritanya kamu gak tahu Fizan di kunci disitu. Mbak Farah juga mana? Terus bi Ira juga "
Mendapat pertanyaan beruntun itu membuat Stevano memijat pelipisnya pelan kemudian menghela nafas berat.
" Mas juga gak tahu. Yang pasti Farah keluar sebelum mereka berangkat. Pas mereka berangkat Farah langsung ngunci pintunya. Mas juga gak tahu kalau Fizan di tinggal. Mas gak mikir sampai kesitu sayang. Itu terlalu mustahil di lakukan seorang ayah ".







Bila terisak dadanya sesak. Ia amat menyesali keputusannya. Membujuk Akmal untuk tetap ikut membuat Fizan mengalami kejadian yang mungkin akan jadi trauma yang membekas hingga ia besar nanti. Stevano memeluk Bila kuat.
" Ini salahku mas, ini salahku "
" Ini salah Lian. Bukan salahmu "
" Andai saja aku tak begitu memaksa Akmal. Mungkin Akmal bisa mencegah ini terjadi "
" Hutss sudah ya. Semua sudah terjadi . Penyesalan itu tak berguna. Kita harus banyak berdoa saja biar kejadian ini tak akan terulang "









Setelah Bila tenang. Mereka memutuskan kembali. Terlihat Akmal yang telaten menyuapi Fizan.
" Fisan takut kak, Fisan sendili, Fisan mau tetap di kamal agal gak takut. Tapi Fisan malah makin takut. Fisan coba main lali lali bial takutnya ilang. Tapi malah Fisan jatuh. Kepala Fisan sakit "
Cerita anak itu meloloskan air mata di pelupuk mata siapapun yang mendengarnya. Tak terkecuali Raisya.






Akmal tersenyum lebar walaupun ia terlihat sesekali menghapus air matanya yang tergenang.
" Ya udah ya Fizan makan dulu nanti Fizan tidur "
Kata Akmal kemudian kembali menyuapi Fizan.
" Kak Akmal, kan Fisan gak nakal kenapa Fisan di tinggal sendilian di lumah. "
" Karena mama sama papa gak msu Fizan kenapa napa. Jadi mama papa mau Fizan di rumah aja biar aman. Ya udah ya Fizan istirahat dulu biar kepalanya tak sakit "









Fizan mengangguk kemudian menutup kedua matanya. Tak lama Farah datang dengan tergopoh-gopoh. Melihat Fizan yang terbaring dengan selang infus itu membuat rasa bersalah bercampur penyesalan menyeruak dalam hatinya. Ia pun memeluk tubuh Akmal erat dengan menangis.
" Maaafin mba Akmal, maafin Mba Farah, maaafin kelalaian Mbak Farah"
Kata Farah sambil memeluk Akmal. Bila menepuk pundak Farah agar wanita itu tak terlalu melihatkan kesedihannya di hadapan Akmal.







Mengerti dengan tepukan itu Farah menghapus air matanya kemudian mengurai pelukannya. Akmal menatapnya dengan tatapan teduh namun hampa. Tak ada air mata yang tergenang disana. Namun tatapan kosongnya itu memperlihatkan lara hatinya yang tak lagi bisa terlampiaskan dengan air mata saja.
" Fizan anak kuat. Dia anak hebat. Pasti ia segera sembuh. Akmal harus kuat ya buat Fizan "







Lanjut Farah yang hanya di angguk i oleh Akmal. Bila tak tega ingin meninggalkan Akmal di saat rapuh seperti ini. Namun ia merasa kasihan terhadap Raisya yang kadang terabaikan gara gara ia terlalu mementingkan Akmal.
" Tante sana om pulang dulu ya "
Pamitnya kemudian. Bila tak tega melihat putrinya tertidur di sofa rumah sakit karena kelelahan ia akhirnya memutuskan pulang.







Melihat wajah sang istri yang terlihat murung dengan tatapan kosong itu. Membuat tangan Stevano menggenggam erat tangan Bila. Ia sangat tahu apa yang sedang menguasai pikiran istrinya saat ini.
" Aku tau kamu sangat sayang dengan Akmal Fizan dan Raisya. Aku tahu kamu tak rela Akmal dan Fizan di perlakukan seperti itu. Aku tahu kamu ingin Akmal dan Fizan bisa merasakan hangatnya keluarga seperti yang Raisya rasakan "







Merasa tertarik dengan obrolan suaminya Bila menatap dalam netra suaminya yang sesekali menatapnya itu. Senyuman terukir di bibirnya.
" Tapi kamu juga harus memikirkan Raisya. Dia juga membutuhkan mu sayang. Aku tak melarang mu untuk dekat dengan Akmal ataupun Fizan dengan catatan waktu kamu dengan Raisya tak terkurangi karena itu. Aku tahu Raisya sangat cukup kasih sayang. Dan kamu mungkin ingin Akmal dan Fizan yang haus akan perhatian itu mendapatkan kasih sayang lebih "









Bila menunduk merasa bersalah kareba sering mengabaikan anaknya sendiri.
" Tapi kalau ini keterusan. Bisa aja Raisya merasa iri dan itu mungkin saja terjadi. Jika itu terjadi. Dampaknya mereka akan sering bertengkar. Belum lagi mental anak kita bisa down karena merasa di abaikan seperti ini "
" Iya mas aku minta maaf "
" Aku paham. Tak ada yang salah disini. Jadi kita tak perlu saling menyalahkan. Kita hadapi ini sama sama ya? "
Bila mengangguk kemudiaan tersenyum lebar. Stevano merangkul bahu Bila sembari menyetir mobilnya.







Jengah lupa vote and comment. Makasih sudah mau baca. Mampir ke cerita ku yang lain.

Dengarkan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang