10. cerai

4 2 0
                                    

Akmal menutup telinga Fizan rapat. Ia memeluk tubuh tubuh adek kecilnya erat.
" Jangan nangis udah "
Katanya sambil mengelus pelan pucuk kepala adeknya.

Prang. Suara benda di banting menggelegar.
" KITA CERAI. BAWA ANAK SIALAN ITU!!! "
Teriakan Lian membuat tubuh Fizan gemetar hebat. Air mata Akmal tak bisa ia tahan. Ia menangis tanpa suara . Ia mendekap tubuh Fizan erat.


Brak!!!!. Pintu di gebrak dengan kasar. Tubuh Fizan terjingkat. Lian menghampiri kedua anaknya dengan tatapan mata nyalang. Lian langsung menarik tubuh Akmal keras. Memaksa anak itu untuk melepaskan pelukannya.

" Silahkan kalian pergi dari rumah saya!!! "
Kata Lian menghempaskan tubuh Akmal hingga ia tersungkur. Akmal bangkit kemudian mendekat ke arah Diana. Bukan pelukan hangat yang ia dapatkan tapi cengkraman erat di pergelangan tangannya.


Diana memaksa Akmal untuk pergi. Menarik tubuh itu dengan paksa.
" Ma Kasihan Fizan ma kasihan Fizan"
Kata Akmal tak tega melihat Fizan yang terlihat meronta di pelukan sang papa.
" Ma!!!! Bawa Fizan ma bawa Fizan "
Kata Akmal sembari menarik lengan yang menarik tangannya paksa.


Plakkk!!!. Tamparan keras mendarat di pipi Akmal. Wajah Akmal langsung memerah. Bahkan air matanya yang ia bendung tadi langsung tumpah.
" Anak  tak tahu diri kau!!!. Membawamu saja aku sudah kerepotan. Apalagi kalau harus ku bawa anak orang itu!!! "



Akmal meringis menahan pergelangan tangannya yang perih. Ia ikut saja kemana mamanya membawanya. Sampailah Akmal pada sebuah rumah yang begitu megah. Tak lama ada seorang laki laki datang menghampiri mereka dengan setelan jaket kulit hitam celana hitam serta kacamata hitam.

Melihat penampilan bodyguard itu membuat Akmal takut. Ia berdiri tepat di belakang Diana. Bahkan tanpa sadar anak itu memeluk pinggang Diana erat.


" Apaan sih kamu!! "
Kata Diana pelan namun penuh penekanan itu membuat Akmal langsung melepas pelukannya. Tangan mungil Akmal yang sebelumnya di gandeng kini telah di lepas. Wanita itu berjalan mendahuluinya. Akmal takut untuk ikut tapi ia juga takut tetap berdiri di situ dan di awasi oleh bodynya yang terlihat menyeramkan itu.


Karena terlalu asik mengawasi rumah megah itu membuat Akmal tak fokus dalam berjalan. Alhasil tubuhnya tertubruk tubuh Diana yang menghentikan langkahnya.


" Sayang apa kabar? "
Kata seorang pria yang menuruni anak tangga. Wajah pria itu berseri. Ketika mata Akmal bersitatap dengan pria itu. Pria itu terlihat semakin menyunggingkan senyumannya. Akmal takut ia kembali memeluk erat pinggang Diana.


" Hei..... "
Sapa pria itu dengan membawa beberapa mainan. Akmal tetap berdiri di belakang tubuh Diana.
" Gak papa Akmal. Samperin dia calon papa kamu "
Mata Akmal mengamati wajah Diana lamat. Ia takut dengan orang asing.


Lelaki itu terkekeh kemudian mendekat. Ia masih membawa mainan itu.
" Ini ambil "
Tangan Akmal ragu ragu meraihnya. Ia hanya memegang mainan itu saja. Ia menatap pria yang terus menatapnya dengan senyuman itu. Ia terikut tersenyum.



" Yasudah Akmal mau lihat kamar baru Akmal? "
Akmal mengangguk ragu kemudian pria itu memanggil salah satu art kemudian menyuruhnya untuk menemani Akmal.



" Nama adek siapa? "
" Akmal "
" Ibu yang di depan itu ibunya Akmal?"
Akmal mengangguk polos.
" Kenapa Akmal sedih? Akmal gak suka kamarnya? "
Tanya bi Astrid penasaran. Karena tak melihat gurat kebahagiaan di wajah Akmal. Berbeda dengan anak lainnya yang terlihat terlena dengan rumah megah ini. Tapi Akmal terlihat tak terlihat suka.


" Gak papa kok "
Kata Akmal dengan senyumannya. Bahkan senyumannya pun sangat terlihat di paksakan. Tak lama Bi Astrid meninggalkan tempat itu.
" Fizan apa Fizan baik baik saja "
Bi Astrid kembali ke ruangan Akmal membawakan Akmal makan.



Tapi anak itu seperti tak minat untuk memakannya. Setelah bi Astrid pergi.  Akmal keluar dari kamarnya. Terdengar suara tawa dari seberang kamarnya membuat Akmal menghentikan langkahnya.



" Hahahaha....... Dia sangat tampan juga pintar dan penurut kita harus narif harga yang mahal sayang "
Suara seorang pria yang langsung di kenali oleh Akmal. Tubuh Akmal mematung. Baru saja anak itu merasa hangat tapi nyatanya hatinya kembali panas.



Akmal tergugu air matanya mengalir deras di kedua pipinya.
" Iya sayang. Kau harus buat dia nyaman dulu. Biarlah dia agak gemukan. Pasti si keluarga adopsi itu akan bayar banyak ke kita "
" Pasti "


Akmal ingin segera pergi dari sana. Ketika ia berlari ia menabrak vas bunga yang berada di lemari.
" Siapa disana? "
Akmal terus berlari ke kamarnya. Ia menutup pintu kamarnya cepat namun ia berusaha untuk tak menimbulkan suara gaduh. Setelahnya Akmal merebahkan dirinya di atas kasur.


Ia mencoba menahan Isak tangisnya agar punggungnya tak terlihat bergetar. Benar saja tak lama terdengar suara pintu terbuka. Akmal segera menghapus air matanya kemudian memejamkan matanya. Agar terlihat seperti tertidur.


Terdengar suara langkah kaki yang mendekatinya perlahan. Kemudian kasur yang Akmal tiduri terasa bergerak. Ada elusan tangan di kepalanya. Tangan halus yang Akmal rindukan itu mengelus pucuk kepalanya.



Ia ingin lebih dari sekedar elusan tapi tak lama tangan itu sudah tak lagi mengelusnya. Apalagi terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Setelah memastikan bahwa Diana sudah keluar Akmal membuka matanya.


Ia bangun dari tidurnya. Air matanya kembali berderai.
" Hahahaha....... Dia sangat tampan juga pintar penurut kita harus narif harga yang mahal sayang "

Suara pria itu menggema di pikiran Akmal. Akmal berdiri dari dari kasur. Ia berdiri menatap luar jendela. Suara gemuruh dari langit bersahutan. Awan hitam pekat tadi bertambah gelap bercampur dengan kegelapan malam tanpa bulan. Butir butir air berjatuhan perlahan namun lama kelamaan semakin deras.

Akmal menghampir jendela ia menatap derasnya air hujan menghantam apa apa yang di bawahnya.
" Fizan sangat takut hujan. "
Keluh Akmal dengan rinaian air mata yang terus saja mengalir deras di pipinya.



Ia sangat teringin kabur. Tapi melihat kesekitarnya yang di jaga oleh pria pria berotot dan seram itu mengurungkan niatnya. Akmal berjalan mendekati kamar mandi. Ia teringat belum melaksanakan sholat isya'.




" Ya Allah. Akmal tak mau pisah dengan Fizan. Tolong bantu Akmal ya Allah "
Akmal terduduk di sudut ruangan. Ada makanan di atas nakas tapi ia sangat tak minat untuk meliriknya apalagi memakannya. Ada kasur empuk di depannya. Tapi ia lebih memilih meringkuk di pojok ruangan.




Tubuh Akmal bergetar hebat. Ia terus menangis membayangkan keadaan Fizan yang jauh disana. Ia pun tak tahu akan disini lama. Atau mungkin ia akan semakin jauh dari Fizan. Lelah menangis membuat Akmal tertidur meringkuk di pojok ruangan.




Jangan lupa vote and comment ya. Makasih udah mau baca. Mampir ke cerita ku yang lain juga.







Dengarkan akuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang