Akmal mengelus pucuk kepala adeknya. Sembari menyuapinya dengan bubur.
" Kak Akmal "
Akmal yang semula membereskan mangkok kotor bekas bubur itu menoleh.
" Mama gak sayang sama Fisan "
Dahi Akmal mengkerut. Ia sedikit tersentak mendengar penuturan Fizan.
Untuk keseperkian detik Akmal terdiam. Setelah menguasai lagi keadaan ia tersenyum dan menatap lekat manik mata hazel milik adeknya.
" Kok Fizan bilang gitu? "
Akmal mengelus rambut Fizan halus sembari tersenyum." Kemalin mama ada acala katanya Fisan boleh ikut. Tapi pas Fisan dah selesai siap siap. Mama udah pelgi. Fisan mau kelual tapi pintunya di kunci "
Mendengar itu membuat dada Akmal nyeri. Ia masih bisa menerima di perlakukan buruk tapi tidak untuk adeknya. Fizan masih kecil.
Senyuman di bibir anak laki laki itu luntur. Untuk keseperkian detiknya ia kembali tersenyum.
" Mungkin mama buru buru Fizan "
Akmal mencoba menghibur Fizan dengan kalimat itu.
" Tapi waktu Mbak Falah mau masuk lumah di lalang mama. Padahal mama tau kalau Fisan di lumah. Soalnya mama lihat Fisan beldili di jendela "
" Gak mungkin mamqa begitu. Kan mama sayang Fizan. Udah ya Fizan minum obat terus bobok "
" Ihhh kak Akmal Fisan belum sele..."
" Mau kakak beliin mainan? "
Seketika mata Fizan berbinar dengan senyuman lebarnya ia mengangguk antusias. Akmal tersenyum, ia kembali mengelus pucuk kepala Fizan.
" Fizan bobok dulu. Biar nunggu kak Akmalnya gak kerasa ya? "
Anak itu menganggukkan kepalanya. Anak itu memejamkan matanya dan tak lama langsung terlelap. Ceklek. Akmal menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka.
Terpampanglah Bila yang sedang membawa beberapa kantung plastik. Akmal menghampirinya kemudian menyalimi tangan Bila.
" Assalamualaikum Akmal "
" Waalaikum salam tante. Hutsss Fizan tidur "
Bila tersenyum ia terikut meletakkan jari telunjuk di bibirnya seperti yang Akmal peragakan saat ini. Ia kemudian menaruh dua kantung plastik putih di atas nakas. Sedangkan satu kantung yang berisi nasi bungkus itu ia bawa di sofa. Tempat Akmal duduk.
" Akmal belum sarapan ya pasti? Sarapan dulu ya. Biar bisa jagain Fizan "
" Makasih tante "
Bila menamani Akmal menghabiskan sarapannya.
" Oh ya. Kalau Fizan ingin main. Tante tadi beliiin dia mainan. Jadi Akmal gak perlu lagi cari mainan "
Mata Akmal terasa memanas. Ia merasa terenyuh dengan perhatian Bila yang notabennya bukan apa-apanya.
Tubuh Akmal berhambur memeluk tubuh Bila. Bila tersenyum sembari mengelus punggung Akmal.
" Kenapa tante peduli sama Akmal? Kan Tante bukan siapa-siapa Akmal "
Kata Akmal takut takut. Ia takut menyakiti hati perempuan di depannya namun ia juga ingin tau alasan Bila terus membantunya.
" Eitssss, kata siapa Tante bukan siapa-siapa nya kamu. Kamu dan Fizan itu anak Tante juga. Kakak dan adek buat Raisya. Kita keluarga. Jadi jangan pernah merasa sendiri ya Akmal "
Akmal menganggukkan kepalanya. Setalah memastikan keadaan Akmal Bila izin untuk pulang.
Tinggallah Akmal di ruangan itu. Tak lama pintu kembali terbuka. Menampilkan wajah sangar seorang pria yang amat Akmal sayang.
" Pergi kamu!!! Ngapain disini!!! "
Katanya pelan namun penuh penekanan. Mata hitam legam miliknya itu bertemu dengan mata hazel Lian yang menyorot tajam kearah Akmal.
" Ak...ak...Akmal mau jagain Fizan pa "
" Saya bilang pergi dari sini!! "
Kata Lian menarik paksa pergelangan tangan Akmal." Pa, Akmal mau jaga Lian! "
" Jangan coba-coba deketi anak saya. Pasti kamu mau nyakitin Fizan kan?. Anak sama mamanya sama saja!!! "
Akmal meringis menahan sakit di pergelangan tangannya. Al hasil ia hanya menurut agar rasa perih di pergelangan tangannya tak begitu menyiksa.
Tapi rasa perih itu makin menjadi. Karena cengkalan di tangannya itu semakin erat. Kuku tajam Lian menembus kulit Akmal.
Setetes bulir bening mengalir bebas di pipi mulus Akmal. Tubuh kecil Akmal di hempas hingga tubuh itu menghantam lantai rumah sakit.
Akmal menunduk kemudian segera berdiri. Ia tak mau menjadi tontonan orang orang di sekitarnya.
Ia tak mau di kasiani. Ia butuh rasa cinta kedua orangtua bukan rasa iba dari orang orang di sekitarnya.
Tak mau di kasiani. Akmal memutuskan langsung menuju mushola. Setelah mengambil wudhu anak itu memasuki mushola.
Ketika sudah selesai melaksanakan kesunahan itu. Akmal melanjutkan untuk membaca Al Qur'an yang tersedia di mushola rumah sakit.
" Shadaqallahuladzim "
Setelah meletakan mushaf itu di tempatnya. Akmal kembali menuju ke ruang inap adeknya.Ia mengintip lewat jendela karena takut jika Lian masih di dalam. Ketika melihat ruangan itu sepi. Jantung Akmal seolah berhenti berdetak. Karena ia tak mendapati siapapun di atas ranjang. Akmal langsung bergegas masuk.
Persendian Akmal melemas ketika melihat Fizan meringkus di pojok ruangan. Ia menghampiri adek laki laki nya dengan langkah pelan.
Akmal berjongkok di depan Fizan. Belum sempat Akmal bersuara tubuh itu telah mendekapnya erat dengan isakan tangis yang menggema. Akmal mengelus punggung Fizan lembut.
" Cup cup cup udah ya, ada kak Akmal disini "
" Fisan takut kak, tadi papa tiba tiba pelgi. Fisan takut telkunci sendilian lagi "
Akmal mengelus pucuk rambut Fizan perlahan. Ia terus menengkan adeknya itu kalau ia tak sendiri.
Setelah beberapa menit tangisan Fizan mereda. Ia mengurai pelukannya. Mata hazel miliknya menatap mata hitam legam milik sang kakak.
Akmal tersenyum sembari merapikan anak rambut Fizan yang terlihat berantakan.
" Udah? "
Fizan mengangguk polos. Akmal tersenyum kemudian merangkul pundak Fizan." Fisan capek nangis jadi udahan nangisnya "
Akmal terkekeh kemudian menoel hidung Fizan gemas.
" Ihh kak Akmal nanti hidung Fisan jadi kaya pino kio "
" Hahahaha "
Akmal tertawa kemudian membantu sang adek untuk kembali tiduran di ranjang.
" Mana mainan Fizan kak? "
" Di nakas. Coba lihat "
Fizan berbinar ia langsung merampas kantung plastik berwarna putih itu. Ia tersenyum melihat banyak mainan baru.
" Suka? "
Fizan mengangguk ngangguk senang. Setelah itu mereka bermain bersama.Jangan lupa vote and comment ya. makasih udah mau baca. Mampir ke cerita ku yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengarkan aku
Teen Fictionkisah ini terinspirasi dari seseorang. seorang laki laki yang memiliki peran kuat. ia mampu menjadi seorang kakak yang perhatian, seorang ayah yang tegas, seorang ibu yang lembut bahkan ia bisa jadi seorang sahabat sejati untuk adek kecilnya. " kena...