dua

21 2 6
                                    

Auri sudah berada di sebuah cafe yang memang terletak didepan gang dimana Bar yang sekarang sedang Keenan masuki. Dia mengambil tempat di dekat kaca yang menghadap jalan dengan laptopnya yang menyala, menunjukkan sebuah peta dengan titik berwarna merah yang tengah berjalan; tanda bahwa Rehan sang target sedang dalam perjalanan menuju bar yang sering dia kunjungi. Ponselnya tiba-tiba berdenting, ada pesan dari Keenan.

"Bar-nya rame banget cuy nggak sepi kayak kemarin. Kata si Bartender ini hari penting."

Auri segera membalas pesan itu, "Balik aja deh, bilangin ke Rina kalau pacanya sering ke Bar."

"Nggak bisa. Udah terlanjur, Rina juga udah kasih uang hehehehe."

"Keenan Anjing." Umpat Auri, tak menyangka bahwa gadis itu malah meminta uang pada klien mereka padahal rencana awalnya hanya untuk membantu tanpa imbalan. kenapa ini sudah melenceng jauh.

"Rehan nya mana anj?"

"Otw"

Dan beberapa menit kemudian, Auri melihat Rehan dengan motornya lewat dan memasuki gang. Segera dia mengabari Keenan mengenai hal tersebut, setelahnya dia hanya perlu menunggu. Sejujurnya, Auri bisa saja meretas isi handphone dari Rehan; melihat dengan siapa dia menelfon atau mengirim pesan atau melihat isi dari sosial medianya namun Auri menolak. Dia tak ingin menyalahgunakan keahliannya karena itu dia hanya melacak saja tak ingin melakukan lebih.

"Selamat malam semuanya, apa kabar dimalam hari ini?"

"BAIKK"

Fokus Centauri kini teralihkan pada suara teriakan gadis-gadis yang entah sejak kapan duduk didekat tempatnya. Matanya kemudian mengikuti arah pandang mereka dan menemukan di depan sana ada band yang mungkin disewa cafe untuk menampilkan Live Music.

"Bagus deh kalau semuanya dalam kondisi baik, tapi lagu yang bakalan kita bawain kali ini agak berbanding terbalik yahh karena Surya lagi galau." Kata si Vocalist sambil menunjuk pria dibelakangnya yang mnejadi drummer.

Lagunya diawali dengan petikan gitar lalu suara merdu si vocalist terdengar. Dia tampan, Auri akui itu namun masih belum cukup untuk mencuri hatinya. para gadis-gadis tadi nampaknya sangat menikmati lagu yang dibawakan, Auri memutar bola matanya malas, sudah pasti mereka seperti itu pasti ingin mencari perhatian si vokalis tampan. Memilih masa bodoh, Auri kembali fokus dengan layar laptop dan ponselnya menunggu kabar dari Keenan.

***

Suasana cafe mulai ramai, kebanyakan pelanggan adalah anak muda serta pasangan-pasangan muda yang sedang di mabuk asmara, sungguh pemandangan yang membuat Auri jijik. Lihatlah mereka saling merayu dengan kalimat-kalimat keju, apakah harus seperti itu? Auri yakin sekali hubungan mereka dalam sepuluh bulan tidak akan sama seperti saat ini. Menghela nafasnya, Auri mengutuk Keenan yang entah kenapa berada sangat lama di dalam bar sana.

Pandangan Auri kini mengarah ke luar cafe, tepatnya di pinggir jalan. Si Vokalis band cafe tadi tengah berada disana, sedang menelfon dan dari ekspresi wajahnya dapat terlihat jelas bahwa dia sedang kesal atau mungkin marah. Suaranya tidak terdengar jelas dari dalam cafe namun Auri memilih tidak perduli, toh bukan urusannya juga.

Tak lama kemudian, si pria pergi darisana dengan langkah cepat menuju kearah gang tempat bar terpencil itu terletak. Kali ini Auri mulai penasaran tapi dia tekan rasa penasarannya dan menunggu Keenan kembali. Speak of the devil, Keenan akhirnya masuk ke dalam cafe dengan pakaian kurang bahannya yang membuat dia jadi sorotan seisi cafe. High Heels-nya dia lepas dan dia bawa di tangannya. Gadis itu berjalan dengan kaki telanjang.

"Kita harus pergi. secepatnya. Si Rehan anjing memang." katanya, kening Auri mengernyit.

"Hah?" Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya, ekspresi Keenan saat ini cukup sulit untuk di terjemahkan. Dia marah? Kesal? Panik? membuat Auri kebingungan.

"Nanti gue ceritain pas diasrama, udah mau jam 12 ini, ntar gerbang udah di tutup."

"Lo ke toilet dulu gih, ganti baju."

***

Keduanya kini sudah berada di asrama, berbaring di kasur masing-masing sambil menerawang langit-langit kamar. Auri yang tak tahan dengan Keenan yang diam saja akhirnya buka suara, "Jadi?"

Keenan masih diam. Auri sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi di dalam bar namun semenjak mereka menginjakkan kaki di dalam kamar asrama, Keenan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya; yang berbau alkohol dan asap rokok lalu sekarang malah berbaring di kasur dan diam saja tanpa penjelasan yang dia janjikan di cafe tadi.

"Bentar... gue mau loading file-nya dulu. Terlalu banyak yang gue lihat dalam beberapa jam." Katanya, justru semakin mengundang rasa penasaran Auri.

"Yang penting disini itu, kita harus hubungin Rina trus bilang kalo pacarnya is an asshole, eh.. not just an asshole, he's a fucking dickhead! knothead! bastard!" Teriaknya emosi, kini sudah bangun dan meninju-ninju bantalnya, "Tapi yang lebih parah itu gue... karena gue cuman diem aja disana tanpa ngelakuin apapun!" kini mata Keenan mulai berkaca-kaca.

Auri paham betul bahwa Keenan terkadang bagaikan seorang pengidap Bipolar, namun nyatanya gadis itu hanya memiliki banyak emosi dan empati tinggi. Dia tak segan-segan mengekspresikannya apabila dia sudah tak sanggup membendung.

"Jelasin dulu ada apa didalam sana, Keenanda!"

"They're selling drugs, but not just selling it.. mereka coba narkoba itu ke orang lain. I saw it with my fucking eyes! Salah satu cewek disana disuntik."

Auri tidak menyangka bahwa dia akan mendengar hal itu.

"Si Rehan jual narkoba?"

"No, bukan dia. Rehan cuman jadi perantara... kayaknya, dia yang bertugas ngirim narkoba-narkoba itu ke pembeli. He's not alone though, there's some guy with blacksuit... mereka kayak mafia."

Hal ini jelas-jelas sudah jauh dari rasa ingin tahu Auri dan Keenan. "We have to stop." Ucap Auri, dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya apabila hal ini terus dilanjutkan. meskipun Auri penasaran dan ingin membongkar hal tersebut tapi dia yakin hal itu hanya akan berimbas buruk baginya dan Keenan.

"What?! Kita nggak bisa berhenti sekarang, Auri."

"Keenan, Listen to me... Kita nggak tau apa yang kita hadepin sekarang dan gue nggak mau ambil resiko, biarin pihak berwajib yang selesain ini."

"Kita kurang bukti buat lapor polisi dan nggak menutup kemungkinan kalau polisi udah disuap sama mereka, masalahnya disini adalah cewek-cewek itu."

"hah?"

"Bukan cuman satu cewek yang ada disana, tapi banyak cewek... gue nggak tahu apa tujuan mereka tapi cewek-cewek itu dipaksa untuk ada disana."

Seketika semuanya masuk akal bagi Auri, cewek-cewek itu akan disuntikan obat-obatan untuk melayani. Ini benar-benar ilegal.

"Tapi tetap aja, kita nggak punya bukti buat--"

"Kalau gitu kita cari buktinya."

Dan Auri mendesah lelah, Sudah pasti Ide dari Keenan ini akan berimbas buruk baginya dan gadis itu. Namun Auri tak bisa meninggalkan Keenan begitu saja, apalagi dengan para gadis-gadis yang dipaksa untuk melakukan prostitusi. Auri hanya bisa mengikuti arus saja, semoga Tuhan selalu melindunginya.

TO BE CONTINUED

The DovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang