sebelas

10 3 11
                                    


Akibat bermain basket bersama Jeffrey semalam tubuh Auri rasanya sangat lelah, dia tertidur sangat lelap bahkan meskipun waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, Centauri yang biasanya bangun lebih awal dari itu memilih untuk lanjut tidur. Lagipula dia tak punya kelas hari ini, tugas-tugasnya pun akan dia selesaikan tepat setelah dia menerimanya. Namun pagi menenangkan di hari jumat itu rusak seketika saat Keenan membuka mata, gadis itu memilih keributan sebagai sarapannya.

"Damn, Gue telattt!"

Dia sepertinya lupa memasang alarm hingga berakhir mandi cepat dan memilih pakaiannya acak-acakan. Centauri tentu saja tak bisa kembali tidur karena keributan itu, belum lagi saat Keenan menghadap cermin.

"Fucking hell! Just shoot me already!!!"

Centauri akhirnya geram, melemparkan bantal tidurnya dan langsung mengenai belakang kepala Keenan, "What is your problem, Keenanda??? It's 7 in the morning, gue gebuk lo lama-lama yah."

Keenan berbalik, menunjuk lehernya dengan dramatis. "Kissmark-nya kelihatan banget."

"Oh." Jujur saja Centauri terpaku, semalam dia tidak terlalu memperhatikan leher Keenan karena terfokus akan kegagalannya. tapi kini di dibuat tak bisa berkata-kata. Si Biantara itu meninggalkan tidak hanya 1 kissmark tapi lebih banyak. "Damn girl, leher lo kayak... nggak tau gue, i'm speechless."

"Honestly, You're not helping at all." ucap Keenan, kini kembali berbalik melihat pantulan dirinya di cermin, "What am i suposed to do?" 

"Pake turtleneck deh."

Keenan ingin tertawa atas saran Centauri, orang gila mana pula yang memakai turtleneck di akhir bulan juni?

"Lo nggak punya foundation atau apa kek gitu?"

Centauri menggeleng, yah.. dia memang tidak punya. "Udah betul lo pake turtleneck aja, and for the reason, bilang aja lo masuk angin."

***

Selama hampir lima bulan berkuliah, jadwal Keenan benar-benar padat membuat dirinya terkadang tertekan dan stres hingga ke tahap pikirannya berbicara sendiri. Gadis itu terkadang sering terkejut dengan pemikirannya yang melenceng jauh, seperti saat sedang duduk dikelas sambil mendengarkan penjelasan dosen namun Keenan malah memikirkan tentang Nyamuk.

Apak hewan kecil itu memiliki darah dalam tubuh mereka? kenapa mereka perlu mengonsumsi darah manusia? jadi jika darah adalah makanannya, apakah darah di tubuhnya akan mengedarkan darah manusia ke seluruh tubuh?

Itu adalah contoh-contoh pemikiran yang sering muncul dikepalanya, dia menjadi sulit untuk fokus dan terkadaang ditemukan sedang melamun  oleh teman-temannya. Hanya dengan tugas-tugas perkuliahan telah membuat pikirannya selalu melalang buana, kini bertambah lagi dengan Biantara. Akibat kejadian semalam, pemuda itu memenuhi kepala Keenan. Senyuman miring, tatapan tajam, tubuh tegap dan kekar, rambutnya yang agak panjang, bibir peach serta lidah dingin yang tak berhenti menjilat lehernya. Sejujurnya, Keenan berusaha keras agar dia dan Biantara tak berciuman malam itu.

'Kalau Jeff telat gedor pintu gue bakalan di unboxing di dalam toilet cowok, hikd.' Dia ingin menangis saat skenario-skenario terburuk muncul di kepalanya. Pokoknya untuk kedepan jika Auri meminta tolong lagi untuk menghadapi Biantara maka Keenan tidak akan membiarkan interaksi mereka mengarah pada kegiatan orang dewasa.

"Keenan."

She must keep it PG, Keenan baru saja menginjak usia delapan belas tahun dan dia akan kehilangan mahkotanya.

"Keenan!"

Oh, Tidak. Keenan tak akan membiarkan hal itu. Orang tuanya di kampung berharap banyak padanya dan Keenan tak akan menghancurkan kepercayaan mereka. Jika misi selesai maka dia akan meghapus Biantara serta Bar The Mystique dari kehidupannya.

"Keenanda!"

Teriakan itu membuatnya tersadar, Keenan langsung menoleh pada sosok yang meneriakan namanya. Sang Senior; Alwyn Mahawira menatapnya dengan pandangan malas.

"Lo ngelamunin apa sih?"

"Bukan apa-apa kok, kak." Ucapnya,

Alwyn meskipun tidak percaya dia memilih untuk mengangguk saja, "Si Yeri beneran nggak marah besar kan waktu pertemuan kemarin?"

"Awalnya marah tapi kak Yeri pasrah aja waktu gue jelasin masalah kita berdua, dia langsung tutup dan bilang buat nggak nyelidikin lagi." Jelas Keenan untuk yang ke sekian kalinya karena Alwyn masih agak takut dengan ketua klub mereka itu.

Saat ini kedua mahasiswa jurusan ilmu komunikasi itu sedang berada di kantin gedung jurusan mereka, Jam menunjukan pukul 1 siang pertanda istirahat. Keenan sedang menikmati minuman es jeruknya, Suhu sedang panas-panas nya dan turtleneck yang dia gunakan semakin membuatnya panas karena itulah dia memesan sesuatu yang dingin. Untuk mendinginkan tubuh serta pikirannya.

"Lo beneran mau berhenti?" Tanya Alwyn tiba-tiba langsung dibalas anggukan oleh Keenan.

"Tapi ini berita besar loh, Keenan."

"Nggak mau yah, kak. Lo lupa gimana kita berdua hampir ditangkap hanya karena lewat TKP? Udah jelas kasus ini itu lebih berbahaya, mending biarin pihak berwajib yang beresin."

Padahal sudah jelas kalau para polisi itu sudah di suap oleh dalang di balik kejadian ini, namun Keenan memilih tutup mata. Dia tak mau ikut campur lagi.

"Nggak... Kita berdua harus selidikin ini lebih dalam." Ucap Alwyn, Keenan ingin menolak keras namun ucapannya tertahan saat Alwyn melanjutkan ucapannya, "Dari awal, kita berdua udah jadi partner dan janji buat cari kejujuran dalam mencari berita. Lo mau masyarakat diluar sana termakan berita hoax?"

Keenan memaki dalam hatinya. Kenapa disaat dia tidak ingin ikut campur selalu saja ada yang berhasil menyeretnya, tidak Alwyn dan Centauri, Keduanya sama saja. Yang satu keras kepala dan yang satu lagi penuh rasa keingintahuan.

Keenan tersenyum sendu, pasrah akan keadaan.

"Iyaiya, kak. Gue ikut lo aja deh."

"Nah gitu dong, Kalo lo nolak gue udah punya rencana buat bikin lo jadi bulan-bulanan senior sih." Kata Alwyn, tersenyum lebar hingga matanya juga ikut tersenyum. Pemuda itu berjanji akan mencari kebenaran dan menyebarkannya.

Hanya saja, Alwyn lupa jika 'curiosity killed the cat'.

***

Jika Keenan di kampus sedang mengeluh akan kehidupannya, Centauri di sisi lain tengah bergelud dengan dirinya sendiri. Gadis itu kini sudah berada di salah satu kompleks perumahan, dia berdiri di depan rumah besar yang gerbangnya masih tertutup rapat.

Sejujurnya dia berusaha keras untuk tidak menginjakan kakinya lagi di tempat itu, terlalu banyak kenangan buruk. Selama ini dia memilih tinggal di rumah kakek dan neneknya di tepi kota namun karena permasalahan yang sedang dia alami sekarang membuat dia harus ke tempat ini lagi.

Rumahnya. Lebih tepatnya gedung yang pernah dia tempati bersama Ayah dan Ibunya, Tempat yang dulunya pernah menjadi safe zone-nya Auri namun kini hanyalah menjadi gedung penuh kenangan menyakitkan.

"Eh, Non Auri?

Auri menoleh dan menemukan satpam yang memang ditugaskan untuk menjaga rumahnya. Gadis itu tersenyum, "Iya, Pak."

"Mau masuk yah? ini kuncinya non." Kata sang satpam sambil memberikan kunci rumah serta gerbangnya.

"Saya bentaran doang kayaknya, pak. jadi kuncinya nanti..."

"nanti kalau non udah mau pergi, titipin aja kuncinya di satpam yang jaga portal."

Sekali lagi Auri mengangguk dan sang satpam pergi darisana.

Di ruang bawah tanah rumah itu terdapat komputer milik Auri, dan untuk melacak Biantara nampaknya akan lebih bagus dari rumah lamanya daripada di asrama. Centauri menarik nafas lalu menghembuskannya, semua ini demi Nadine dan perempuan-perempuan yang menjadi korban.

TO BE CONTINUED

The DovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang