lima

13 2 6
                                    


Bertekad untuk mengungkap kebenaran di balik kematian dari Nadine, Centauri malah kini menemukan jalan buntu. Dengan susah payah dia meretas akun sosial media milik Nadine namun bersih, tidak ada hal mencurigakan. Bahkan tak ada sosok yang bisa dijadikan tersangka, karena isi pesan atau direct message di akun Nadine hanya penuh dengan beberapa akun promosi pakaian, serta akun-akun tidak jelas lainnya yang memuji kecantikan Nadine.

Centauri makin curiga jika ada sesuatu yang terjadi.

"Auri, tegang amat... mau keluar?" Keenan nampaknya sadar jika semenjak berita kematian salah satu mahasiswi kampus sifat Auri menjadi lebih tertutup dari biasanya. Dia diam dan mulai berkutat di hadapan laptopnya dari siang hari tadi hingga matahari tenggelam.

Auri terdiam lalu menatap Keenan, "Boleh juga."

***

Keenan terdiam dengan senyuman canggung, sesekali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan menatap Auri dengan pandangan memohon. Mereka berdua sekarang sudah berada di bar the mystique, Keenan tak paham kenapa dia malah setuju akan ajakan Auri untuk menginjakan kakinya disini lagi dan melihat si gadis tersangkut malah sedang minum alkohol seolah tak ada hari esok.

Baru satu jam dan dia sudah meminum satu setengah botol bir. Ini bukan 'keluar' yang Keenan maksud, Dia hanya ingin mengajak AUri jalan-jalan ke taman dan menghirup udara segar bukan malah terjebak di sebuah bar terpencil yang menjadi sarang kriminalitas.

"Ri, Lo udah mau abisin dua botol loh... yuk balik asrama."

Auri menatap Keenan, pandangannya sudah mulai berat pertanda jika kesadaran gadis itu sudah menipis, "Keenanda... ini baru jam sepuluh, bentar lagi baru kita balik."

Keenan hanya bisa menggigit bibir dan ingin menangis, mau pulang lebih dulu tapi dia tak mau meninggalkan Auri sendiri, apalagi dengan kondisi gadis itu yang sedang mabuk dan berkabung.

"Lo mau tau sesuatu nggak, Keen?" tanya Auri, setengah berteriak karena musik di bar yang cukup keras.

Keenan tentu saja mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu, "yang meninggal kemaren itu temen gue. Dia cewek baik banget tapi gue nggak nyangka dia pergi secepat ini." Kata Auri, matanya mulai berkaca-kaca, "Beberapa jam sebelum dia di temukan... meninggal. kita berdua sempat ngobrol. Seharusnya waktu itu gue temenin dia, hiks."

Gadis yang lain terdiam, menunggu Auri mengeluarkan segala isi hatinya. "Kalau gue temenin di ketemu gebetannya waktu itu, dia nggak bakalan kayak gini. Gue yang bunuh dia." kini dia meraung, menangisi Nadine dan menyalahkan dirinya.

"Itu udah takdir-nya dia, ri... lo nggak bisa ngubah apapun. Kita doain aja semoga dia diterima di sisi Tuhan." Keenan memeluk Auri yang kini sudah menelungkupkan kepalanya di lipatan tangan dan menangis.

Suasana bar semakin ramai dan orang-orang bersenang-senang, Auri juga sudah mulai tenang namun gadis itu tidak berhenti minum dan akhirnya kehilangan kesadaran setelah menghabiskan botol ketiganya. Toleransi alkohol gadis itu ternyata tinggi, cukup untuk membuat Keenan takjub.

"Auri, jangan tidur disini... woii, bangun!" mengguncang tubuh Auri namun sayangnya gadis itu masih juga tidak membuka mata.

Kini Keenan menyesal karena merasa kasihan pada Auri dan membiarkannya minum bir sampai tepar seperti ini. Bagaimana pula cara dia membawa gadis ini kembali ke asrama? Baru saja hendak mengambil ponsel untuk menelfon salah satu teman lelakinya, seseorang menghampiri meja mereka.

"Lo berdua kenapa masih datang kesini?"

 Tubuh Keenan menegang namun saat melihat si pemilik suara, dia mulai sedikit tenang.

The DovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang