empat

20 2 11
                                    

Namanya Jeffrey Stefano, seorang FBI yang ditugaskan untuk menyelidiki transaksi macam apa yang dilakukan di bar kecil seperti The Mystique. Sebagai penyamaran dia menjadi vokalis band di cafe yang terletak dekat bar tersebut, sudah terhitung tiga bulan dia menyelidiki bar the mystique namun barulah sekarang dia menemukan titik terang namun kini langkahnya harus terhalang dengan dua gadis kuliahan yang haus akan penjelasan, terutama si gadis yang lebih pendek.

"Lo FBI? terus informasi apa yang udah lo dapet? Apa hubungan Bar ini sama orang-orang terkenal yang datang? Trus kemarin itu mereka beneran jual narkoba secara ilegal kan? cewek-cewek yang kemarin juga dipaksa jadi psg kan? Gue kemar--"

"Lo bisa diem?" Potong Jeffrey

Keenan langsung terdiam. Yah, gadis itu sadar jika dia terlalu bersemengat mengajukan pertanyaan.

"Bisa-bisanya lo berdua cari tahu tentang mereka."

"Yah menurut lo kita berdua bisa diam aja saat ada banyak cewek-cewek yang jadi uji coba narkoba dan dijadiin pelayan seks?" Celetuk Auri, merasa jengkel dengan Jeffrey yang seenaknya menarik tangannya secara kasar dan menghakimi mereka berdua.

Jeffrey mengacak rambut gondrongnya, "Bukan gitu maksud gue, tapi ini terlalu berbahaya. Lo berdua cewek dan disini target mereka juga cewek gimana kalo--"

"Iyaa kita berdua paham ini beresiko tapi kita juga hati-hati." Ucap Auri, jujur saja dia benci berdebat saat ini dan hanya ingin pulang. Mood-nya hancur total semenjak tangannya ditarik dan dia diseret paksa keluar dari bar seperti seekor binatang. Kini Auri menatap Keenan, "Nih Keen, udah ada pihak berwajib yang lagi nyelidikin masalah ini. kita balik aja."

Keenan terlihat pasrah dan mengangguk. Centauri menatap Jeffrey untuk terakhir kali, "Gue harap kalian bisa mecahin masalah ini secepatnya." katanya lalu menarik tangan Keenan dan pergi dari sana.

***

Hidup Centauri McKenzie kembali normal, pergi ke kampus, belajar, mengerjakan tugas, bermain game dan terkadang menghabiskan waktu untuk jalan-jalan ke taman yang terletak tak jauh dari asrama. Keenan juga tak beda jauh, gadis itu sekarang sedang diserang oleh tugas-tugas yang dia biarkan menumpuk. Dia bahkan sudah tak membahas kejadian di Bar karena tugas-tugasnya menyita seluruh waktunya, gadis itu bahkan tidur jam empat subuh dan harus bangun jam enam karena kelas pagi.

"Hei, Auri... Project lo udah selesai?" salah satu teman sekelas Auri bertanya, si gadis hanya mengangguk sambil tersenyum angkuh mengejek sang teman.

"Udah dong."

Sang teman; Nadine hanya terkekeh kecil, "Enak banget deh yang punya otak pintar." kini giliran Auri yang terkekeh.

"Bukan masalah otaknya, lo aja yang males bikin."

"Iya juga sih."

Jujur saja, meskipun Auri orangnya tertutup dia tetap menjadi pergaulannya dan mencoba berteman dengan orang-orang disekitar. Nadine ini adalah salah satu orang yang dia biarkan menjadi salah satu teman dekatnya, sama seperti Keenan. Berawal dari kerja kelompok bersama dan terkadang keduanya nongkrong bareng di cafe dekat kampus untuk sekedar bicara mengenai mata kuliah mereka. Dia gadis yang baik dan ramah meskipun terkadang Auri ingin sekali memukul kepalanya karena selalu berhubungan dengan laki-laki yang buruk. Terkadang Auri merasa orang-orang yang dekat dengannya memiliki pemikiran tidak normal.

"Nanti mau hang-out nggak?" tanya Nadine.

Auri berpikir sejenak, "Hang-out kemana?"

"Nggak tau juga sih, soalnya ini di ajak gebetan gue... ayolah, ri, temenin yaah"

Auri mendecih, "Nggak mau dih, ntar gue jadi nyamuk lagi."

"Auri mah."

"Lagian nih yah, Nad... Kalau dia ngajak lo, trus lo ngajak gue, gimana kalian pdkt-nya? jangan-jangan dia mau nembak lo eh malah gagal karena ada gue." goda Auri membuat semburat merah muncul di pipi Nadine.

Alhasil pukulan melayang dan mengenai lengan Auri, "Lo jangan ngomong gitu dah, kan jadi halu guenya."

"Hahahaha... nanti kabarin gue kalo berjalan lancar, ok?"

Tak Auri sadari bahwa hari itu adalah hari terakhir dia bertemu dengan Nadine.

***

Sudah pukul 21.56 malam saat Auri sampai di kamar asramanya, dia baru selesai mencari udara segar di taman dan bermain basket sejenak di lapangan yang terletak disana. Baru saja melangkahkan kaki ke dalam asrama, dia menemukan Keenan sedang tiduran di lantai, gadis itu langsung panik dan segera menghampirinya takut jika Keenan kenapa-napa namun nyatanya si gadis malah sedang tidur.

"Keenanda! lo ngapain di lantai gini?"

"Gini amat yah kuliah, kalo tau gitu mending gue di kampung aja ngurusin kambing." katanya, Auri hanya tersenyum miring. Biasalah, problematika mahasiswa baru.

Auri memilih untuk berjalan ke arah meja belajarnya untuk menaruh tas lalu mengambil baju di lemari dan bergegas untuk membersihkan diri, "Tidur di tempat tidur, ntar lo sakit kalau di lantai."

"Iyaiyaaa."

***

Saat Auri keluar dari kamar mandi, Keenan sudah duduk ditempat tidurnya sambil menatap layar handphone. Kening Auri mengernyit melihatnya karena wajah Keenan terlihat pucat. Dia memang pucat akhir-akhir ini karena jadwal tidurnya yang berantakan tapi kali ini benar-benar pucat seolah tak ada darah yang mengalir di wajahnya,

"Kenape lo?"

Tersadar, Keenan segera menatap Auri. Dia mengarahkan layar handphone-nya, "Ini nggak ada hubungannya sama masalah di bar, kan? Iyaa kan?" tanya-nya

Auri segera mengambil ponsel tersebut dan membaca sebuah artikel yang sepertinya Keenan baca tadi, SEORANG MAHASISWI DI TEMUKAN TAK BERNYAWA, segera Auri baca isinya dan dia shock. 'Mahasiswi berusia 19 tahun ditemukan sudah tak bernyawa oleh para warga di dekat universitas... diduga karena penyalahgunaan narkotika yang belum diketahui jenisnya...'. Auri gemetar, dia segera memberikan ponsel itu pada pemiliknya dan memilih untuk mengambil ponselnya sendiri namun bagaikan mimpi buruk, grup kelasnya kini sedang berisik semuanya membahas mengenai kejadian di kampus dan lebih parahnya lagi, sang korban ternyata adalah teman kelasnya sendiri,

Nadine Taleetha. Seorang gadis ramah yang baru saja tersenyum pada Auri beberapa jam yang lalu, gadis yang bercanda tawa dengannya dan bukanlah tipikal seorang pecandu. Nadine tidak mungkin seperti itu.

Nadine kan emang sering beli narkoba.

Tidak.

Lo nggak curiga gitu waktu dia sering nggak masuk?

Nadine tidak masuk karena mantan pacarnya yang toxic dan sering memukulnya hingga dia tak bisa datang ke kampus.

Mantan-mantannya aja preman gitu, yaiyalah dia pasti pecandu.

Mantan kekasih Nadine memang buruk namun gadis itu adalah orang termanis dan ramah yang pernah Auri temui. Dia meremat ponselnya, orang-orang itu mengatakan hal buruk tentang Nadine padahal mereka tahu betul bagaimana sifat gadis itu yang sebenarnya.

"Fucking snake." batin Auri, dia ingin menangis sekarang. Kenapa orang seperti Nadine harus mengalami hal buruk seperti ini? Kenapa bukan ular-ular bermuka dua itu saja? Dia jatuh terduduk di lantai, Keenan seolah paham segera keluar dari kamar asrama untuk membiarkan Auri sendirian.

'Nggak tau juga sih, soalnya ini di ajak gebetan gue... ayolah, ri, temenin yaah' ucapan itu terngiang dikepala Auri.

Benar. Nadine terakhir kali bilang bahwa malam ini dia akan pergi bersama orang yang dia sukai, lalu tiba-tiba dia malah ditemukan tak bernyawa karena penyalahgunaan narkoba. Ada sesuatu yang ganjil disini dan Auri yakin pasti berhubungan dengan hal yang terjadi di Bar the mystique.

"Gue harus selidikin hal ini, nggak bakal gue biarin nama Nadine buruk."

TO BE CONTINUED

The DovesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang