bab 5 (4 KBM)

529 172 11
                                    

"Kalian sakit mata?" tanya Junet. Dia bingung melihat Aya dan Arkam saling melotot.

Arkam menggeleng, berpikir pasti Aya minta supaya dia menjelaskan semuanya agar Junet tidak salah paham.

"Aku sama Aya nggak ada hubungannya apapun, jadi anda nggak usah salah paham."

Arkam mengeluarkan dompet, meletakkan uang di meja untuk membayar bebek gorengnya. Dia harus segera pergi supaya tidak terlibat urusan rumah tangga Aya.

"Aku pergi dulu, Ay."

Arkam buru-buru keluar dari sana, melihat kanan kiri, ia melangkah ke pinggir jalan hendak mencari taksi, tapi tiba-tiba ada sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi hendak menabraknya. Membuat Arkam otomatis mundur hingga jatuh terduduk.

Napasnya naik turun, orang berhelm hitam turun dari motor, lalu mengeluarkan senjata tajam.

"Arkam!" Aya berlari menghampirinya, memeriksa apakah temannya terluka atau tidak.

"Kamu nggak papa?" tanyanya.

Arkam menunjuk motor yang tadi hampir menabraknya, pengemudinya kembali memasukkan senjata.

"Dia mau membunuhku," ucap Arkam. Masih shock.

Aya melihat ke motor, pengemudi itu segera menancap gas meninggalkan jalanan sepi tersebut.

Junet berlari mendekat, memeriksa orang yang dibilang Arkam, tapi tidak ada siapapun.

"Nggak ada orang," ucapnya sembari menoleh.

Matanya langsung melotot ketika Arkam memegang tangan Aya. Pria itu segera mengambil tangan Aya untuk berdiri. Tidak boleh pegang pria lain.

"Jangan pegang istri saya sembarangan!"

Junet terlihat cemburu layaknya suami waras, matanya nyalang menatap Arkam. Aya memandang Arkam dengan tatapan tidak bisa menolong.

Arkam berdiri, mengambil napas dan pergi dari sana.

"Kam!" Panggil Aya. Dia terlihat khawatir. "Hati-hati."

Arkam berbalik dan tersenyum, ia tahu bahwa nyawanya di ujung tanduk. Tapi dia tidak bisa terus bersembunyi, dia harus menghadapinya.

"Makasih," jawab Arkam sembari tersenyum.

Arkam tidak tahu harus ke mana lagi untuk mencari kedua adiknya. Juga tidak tahu bagaimana menghadapi para penjaga.

Arkam menghentikan taksi. Pergi ke rumah sakit. Tempat kedua orangtuanya dirawat.

Kemarin dia sudah menolak tawaran menjadi mentri, berharap para penjahat berhenti mengejarnya. Namun tidak ada yang berubah, ia tetap dikejar tanpa tahu apa yang para penjahat itu inginkan.

Sesampainya di rumah sakit, ia hanya melihat bangunan tempat kedua orangtuanya berbaring tidak berdaya. Lututnya lemas. Tidak sanggup menemui mereka.

"Aku malu ketemu kalian," ucap Arkam.

Dia berhenti di halaman, bingung apakah harus melangkah masuk atau tidak. Dia takut melukai kedua orang tuanya. Bagaimana jika para penjahat itu mengejarnya sampai sini?

Sekarang dia tidak tahu harus ke mana, tidak ada tempat yang aman. Dia wajib menjaga kedua orang tuanya sampai adik-adiknya ditemukan. Tapi jangankan melindungi kedua orang tuanya, melindungi diri sendiri saja tidak bisa.

Tangan Arkam mengepal, dia rela berlutut dan melakukan apapun asal keluarganya selamat.

"Padahal aku belum membuat kalian bahagia," ucap Arkam.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang