bab 6 (5 KBM)

469 172 10
                                    

Aya melihat keluar jendela, banyak mobil berlalu lalang meskipun sudah malam, pikirannya melayang ke Arkam. Akhir-akhir ini mereka dekat karena membantu pemilihan kepala desa di desa Serunduk.

Mereka membongkar kejahatan hingga membuat Isham diangkat jadi kades.

Seumur hidup, Aya belum pernah bertemu dengan pria sebaik Arkam, tidak pernah marah ataupun dendam. Bahkan saat hidupnya dihancurkan seperti sekarang, dia tetap teguh pendirian dan masih bisa tersenyum.

"Semoga dia nggak kenapa-napa," gumamnya.

Aya berbalik, melihat Ruhi tengah tertidur, mereka baru saja berkunjung ke rumah sakit tempat ayahnya Junet dirawat. Mungkin sebentar lagi Junet dapat warisan.

Sayangnya dia tidak mau menunggu hingga saat itu, ia tidak tahan dengan kehidupan rumah tangga ini. Meskipun dia orang jahat, tapi tidak mau membuat Ruhi hidup sepertinya.

Dia jadi ingat tentang ibunya, wanita lemah lembut yang melakukan apapun demi membahagiakannya.

"Aya nanti kalau udah besar pingin jadi apa?" tanya Ibu saat dia masih kecil.

"Aya pingin jadi koki!" Aya tersenyum lebar hingga menampakkan gigi kelinci.

Itulah cita-cita pertamanya, langsung disetujui oleh Ibu dan Ayah. Keluarganya sangat harmonis sampai Ayah menikah lagi di usia Aya yang baru 4 tahun, hal itu membuat keluarganya berantakan.

Sama seperti Ruhi, dia diabaikan sejak ayahnya punya anak lain. Aya pikir Ruhi tidak akan mengalami hal yang sama. Dia kira bahwa Junet tidak akan menyakiti hatinya maupun Ruhi.

"Mama nggak mau kamu ngalamin kayak Mama."

Aya berbaring di samping Ruhi, merasa kasihan padanya. Sekuat apapun dirinya, tetaplah wanita biasa yang ingin bahagia. Tapi sekarang dia tidak bisa percaya pada kesetiaan.

Padahal dia hanya ingin memberikan Ruhi keluarga utuh yang bahagia, tapi rupanya itu pun tidak bisa terwujud. Aya ingin Junet yang selalu jadi ayahnya Ruhi, bukan orang lain.

Aya inget punya banyak ayah tiri.

"Ayah adalah Ayah terakhir buat Aya," ucap Ayah tirinya. Saat itulah pertama kali Aya bisa menerima orang lain sebagai keluarga.

Ayah tirinya menyelamatkannya yang hampir ditabrak mobil. Membuat Ayah mengalami luka memar. Aya merasa bersalah dan mulai mengakui Ayah tirinya.

Setelah Ibu cerai dengan ayah kandungnya, Ibu gonta-ganti pria, ntah berapa ayah yang dia miliki, tapi hanya Ayah Basir yang dia akui.

Ayah Basir memperlakukannya seperti putri kandung selama 5 tahun, saat kelas satu SMP, Ayah dan ibu meninggal karena kecelakaan. Membuatnya kehilangan sandaran hidup.

Saat itu ia hanya punya paman, adik Ayah Basir satu-satunya, beliau membawa Aya ke Jakarta dan ikut tinggal bersama geng Scorpio.

"Gue emang hidup kayak gini, kalau lo mau ikut gue, ya lo harus hidup di sini."

Dibandingkan Bapak kandungnya, Aya lebih pilih ikut Paman, dia membantu bersih-bersih di geng Scorpio. Memasak dan membantu mengobati luka mereka.

"Kalau lo nggak betah di sini, lo bisa pergi." Paman mendorong Aya menjauh, tapi Aya malah mendekat dan memegang ujung kaos Paman yang penuh darah.

"Aku mau ikut Paman," ucap Aya.

Walaupun punya bapak kandung, tapi dia tidak dekat, hanya pernah bertemu sesekali, tak ubahnya seperti orang asing. Berbeda dengan Paman yang hampir setiap lebaran ketemu.

Kalau Paman mengusirnya, ia tidak punya siapa-siapa lagi, Aya sangat takut ditinggalkan oleh Paman. Dia mengelap air matanya sendiri. Masih memegang ujung kaos Paman dengan erat.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang