bab 8 (7 KBM)

457 169 20
                                    

Arkam terpaku, dia menatap Aya sembari menghitung uang yang tersisa di rekeningnya, terlalu tipis untuk membayar pembunuh bayaran hebat seperti Aya.

Setahun lalu ia dengar, bayaran Aya sekali menjalankan misi tingkat rendah adalah 10.000 dolar atau 150 jutaan. Sedangkan misi tingkat tinggi sekitar 100.000 dolar atau setara dengan 1,5 milyar.

Arkam tidak tahu apakah kasusnya misi tingkat rendah, tinggi atau sedang. Berapapun itu, sebenarnya sangat mahal untuknya yang baru kehilangan rumah dan dapat musibah.

Sepertinya akan jauh lebih murah jika dia membayarnya dengan menikahi Aya.

"Tiga--"

"Aku bersedia!" Jawab Arkam cepat.

Dia langsung menggendong Ruhi dan menarik tangan Aya menjauh dari Junet, mereka berlari keluar hotel melewati Wulan, tidak menghiraukan teriakan Junet.

Mereka pergi menggunakan mobil Arkam, dikejar Junet hingga ke halaman, pria itu marah-marah menyuruh Aya kembali. Arkam mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Dia sangat pintar mengemudi, Arkam menoleh ke samping. Melihat Aya yang memakai sabuk pengaman.

"Kita mau ke mana?" tanya Arkam.

"Rumahku di Banten," ucap Aya.

Arkam terdiam, dia mengendarai mobil dengan fokus, tidak berani bertanya pada Aya, wanita itu tampak tidak baik-baik saja.

Aya mengembuskan napas berat, melihat ke belakang, Ruhi tidak berkata apapun. Dia terus memandangi Arkam yang fokus menyetir.

"Ruhi... kamu nggak papa?" tanya Aya.

Bocah itu mengangguk hingga poninya bergoyang.

"Kita ninggalin Papa, kamu nggak sedih?" tanya Aya lagi.

Sekali lagi bocah itu menggeleng, berusaha tersenyum.

"Ruhi, kenalin ini Paman Arkam." Aya memperkenalkan Arkam.

"Uhuk!" Arkam langsung batuk, terasa ada yang menyendat tenggorokannya. Sadar bahwa Ruhi akan segera jadi anaknya.

Umurnya memang sudah sangat matang untuk memiliki anak, tapi tiba-tiba mempunyai anak perempuan berusia 6 tahun, rasanya canggung.

"Hay, Ruhi." Arkam tersenyum di spion mobil. Ruhi mengalihkan pandangan, tidak balik menyapa. Anak itu bersikap dingin.

"Kayaknya anakmu nggak suka sama aku, Ay." Arkam merasa ditolak.

"Belum kenal aja," ucap Aya.

Mobil berhenti di lampu merah, Arkam menoleh ke samping, tersenyum pada Aya. Wanita itu sangat cantik. Mereka sama-sama mengalihkan pandangan ke depan.

Mobil memasuki halaman rumah Aya, membuat Arkam heran karena itu dekat dengan rumah orang tuanya. Hanya berjarak beberapa rumah.

Arkam ikut masuk, mereka disambut pembantu rumah tangga, wanita paruh baya yang sangat akrab dengan Aya.

"Bibi!" Ruhi berlari memeluk wanita paruh baya itu. Wajahnya langsung berubah ceria.

"Saya kangen banget sama Non Ruhi."

"Ruhi juga kangen Bibi!"

Bibi mengangkat Ruhi ke gendongan, bocah itu tampak sangat senang.

"Ajak Ruhi beli bubur di depan, Bi. Saya mau ngobrol sama tamu."

Aya menunjuk Arkam.

"Saya buatin kopi dulu nggak, Nyonya?"

"Nggak usah. Nanti aku buatin sendiri."

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang