bab 17 (16 KBM)

392 138 7
                                    

Kekacauan ini membuat wajah Aya merah padam, ia malu dan melirik orang tua Arkam. Takut mereka marah padanya. Pak Gubernur yang terhormat pasti akan menjadi bahan ghibahan.

Arkam memegang tangan Aya, wanita itu menoleh, kepalanya sedikit mendongak, bertatapan dengan Arkam yang tersenyum tipis. Mungkin berusaha menenangkannya.

Aya mengembuskan napas berat, Arkam berbisik padanya. "Nggak usah khawatir."

Bagaimana bisa ia tidak khawatir, Junet sudah mengacaukan pernikahannya, padahal dia berusaha keras supaya pernikahan ini berjalan lancar. Ia bahkan membuat keluarga harmonis palsu.

"Bilangin ke orang tuamu, Maaf. Seharusnya aku nggak ngundang Junet."

"Ini bukan salahmu," jawab Arkam.

Aya berusaha tersenyum, dia melihat sekeliling, ada beberapa orang yang dia kenal, rekan kerjanya, mereka berbaur dengan tamu lain.

Aya saling pandang dengan mereka, lalu berdehem dan kembali menyalimi tamu. Para tamu undangan yang hadir itu sebagiannya adalah orang-orang dari organisasinya. Mereka mengkonfirmasi kehidupan kamuflase Aya yang baru.

Acara berlangsung sampai malam, Aya tidak punya teman untuk pesta anak muda, dia hanya diam di pojokan. Sementara Arkam sibuk dengan teman-temannya. Lea sudah kembali ke kamar sejak habis magrib. Kedua anaknya rewel.

"Menikah dua kali menang merepotkan," gumamnya, menyangga dagu.

Teman-teman Arkam sangat banyak, pertanda bahwa dia ramah dan disukai semua orang. Aya heran kenapa Arkam tidak menikah dengan salah satu dari mereka saja.

"Kamu udah capek?" tanya Arkam menghampirinya.

"Aku capek dari pagi," jawab Aya.

"Yaudah ayo ke kamar," ucap Arkam. Melihat sekeliling.

"Gimana sama temen-temenmu?"

"Mereka pasti ngerti."

Arkam menarik Aya berdiri, mereka pergi dari aula pesta, naik lift menuju kamardi lantai paling atas.

"Oh ya, besok kita langsung balik ke desa Serunduk. Aku mau ngadain acara syukuran di sana."

"Aku mau syukuran kalau Ruhi udah balik ke aku," ucap Aya tegas.

Arkam terdiam sejenak, ia sadar bahwa Aya sangat merindukan anaknya.

"Baiklah, besok aku akan plangsung ngurus persidangan buat Ruhi. Paling lama seminggu lagi Ruhi bisa balik sama kita."

"Junet udah pindah ke Jakarta, Ruhi juga di sana. Apa kamu punya kenalan jaksa di Jakarta?"

"Itu malah lebih gampang, aku punya banyak temen yang bisa bantu."

Pintu lift terbuka, mereka melangkah menuju kamar pengantin, Arkam membukanya dengan kunci. Aya masuk duluan.

Suasana menjadi canggung ketika taburan bunga mawar menghiasi ranjang. Aya berdehem, dia berbalik ke kamar mandi.

"Aku ganti baju duluan," ucapnya.

"Iya."

Terakhir mereka ganti kostum adalah setelah isya, sekarang baru pukul setengah 12 malam, bajunya masih bersih. Aya menggantungnya di kamar mandi.

"Ulah siapa ini?" tanya Aya melihat gaun tidurnya yang sangat tidak pantas dilihat Arkam.

Dia mengambil gaun tidur yang setipis jembatan sirotol mustaqim itu, menelan ludah, tidak ada baju lain selain ini. Terpaksa Aya memakai gaun tidur di atas lutut dan memperlihatkan bahunya. Belahan dadanya juga terlalu turun.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang