bab 11 (10 KBM)

445 152 23
                                    

Sejak kecil, Aya tidak pernah menganggap bapak kandungnya, baginya bapak hanya berguna sebagai wali nikah, selebihnya tidak penting.

Hari ini Aya menyelinap ke rumah bapak, ia menyiram bensin ke seluruh ruangan. Termasuk foto-foto keluarga yang tampak bahagia itu.

Dia benci, tidak suka bapak tertawa bersama keluarga barunya setelah menelantarkannya.

"Seharusnya aku melakukan ini dari dulu," gumam Aya. Dia memandang foto keluarga.

Aya memiliki beberapa saudara tiri, dua laki-laki dan dua perempuan. Sangat ramai. Bapaknya menghubunginya setiap butuh uang kuliah.

Aya selalu menutup panggilannya, membuat Bapak sangat marah dan bilang tidak akan pernah mengakui anak lagi. Aya tidak peduli karena dia juga tidak pernah menganggap bapaknya.

Pertama dan terakhir dia memberi uang bapaknya adalah ketika Bapaknya jadi wali nikah 6 tahun lalu.

Kali ini pun ia yakin bapak akan minta uang saat dia minta jadi wali nikah dengan Arkam. Dia tidak mau menjadi gampangan seperti dulu.

"Seharusnya kamu nggak bikin aku jengkel, Pak."

Aya pernah iri dengan sahabatnya, Lea. Mereka sama-sama memiliki ayah kandung tanpa ibu. Tapi Bapaknya Lea sangat baik dan tidak mau menikah lagi sampai Lea menikah.

Jauh berbeda dengan bapaknya yang meninggalkannya demi wanita lain. Sangat durhaka untuk ukuran manusia.

Aya keluar rumah, dia menyalakan rokok, pagi itu bapak dan sekeluarganya pulang kampung. Mereka pasti akan putar balik setelah tahu rumahnya kebakaran.

"Huffff..." Aya mengembuskan asap rokok. Dia memandang rumah bapaknya yang sederhana.

"Kali ini kalian akan ngemis padaku."

Aya membuang putung rokok ke lantai, apinya menyebar hingga membakar rumah. Aya berbalik dan pergi dari sana. Dia tidak mau pusing dengan urusan restu. Bapak harus mengemis padanya untuk menjadi wali, bukan sebaliknya.

Aya masuk mobil, pergi untuk mengurus pernikahan yang akan membuat Ruhi kembali padanya. Dia ketemuan dengan Arkam di rumah.

"Udah lama nunggu?" tanya Aya baru datang. Dia memarkirkan mobilnya di garasi.

Arkam berbalik, bibirnya tersenyum, pria itu selalu bersikap hangat, dengan wajah dan sikapnya itu pasti mudah mendapatkan gadis baik.

Arkam memakai kemeja dan celana dasar. Tubuhnya tinggi menjulang. Dia memiliki kriteria menantu dan calon suami idaman. Seharusnya Arkam tidak mendapatkan wanita sepertinya.

"Nggak, aku juga baru sampai. Ayo pergi."

Mereka masuk mobil Arkam dan berangkat ke mall. Di sana berjalan beriringan, Arkam hendak menemani Aya memilih gaun yang cocok untuk pertemuan nanti malam.

"Ibumu kayak apa?" tanya Aya. Dia harus menyesuaikan gaya pakaiannya dengan selera ibunya Arkam.

"Ibuku orang yang hangat, dia suka sesuatu yang simpel."

Aya mengangguk-anggukan kepalanya, memilih gaun warna coklat selutut. Simpel. Hanya ada renda bagian kerah.

"Kalau yang ini gimana?" tanya Aya.

"Kamu cobain dulu."

Arkam mendorong Aya masuk ke dalam bilik, wanita itu terpaksa menurut. Dia mencoba gaun. Memperlihatkannya pada Arkam.

Pria itu tampak senang, bibirnya tersenyum lebar. Sorot matanya kagum. Tubuh Aya bagus, wajahnya cantik, pakai apapun terlihat cocok.

"Cobain yang lain juga," ucap Arkam. Memilihkan beberapa baju.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang