bab 12 (11 KBM)

419 165 15
                                    

Raut wajah Arkam begitu menggemaskan, melihat Aya dengan ekspresi terkejut. Aya mengeluarkan sapu tangan.

Sementara mobil yang mengguyur wajah Arkam malah ngebut, tidak peduli dengan lubang. Aya yakin akan ada korban air kubangan lagi.

"Hahaha ... Maaf." Aya tertawa lebar.

Arkam mengelap wajahnya dengan sapu tangan, kemejanya sangat kotor, harus segera dicuci atau akan meninggalkan bekas. Dia melihat sekeliling. Harus beli baju baru. Tidak ada waktu untuk pulang dan membuat orang tuanya menunggu.

"Kalau mau aku maafin, panggil aku Aa'."

"Aku bukan orang Sunda, nggak mau panggil Aa'." jawab Aya.

"Kalau gitu kakak atau Abang?" Tawar Arkam.

"Kenapa aku harus manggil kamu kayak gitu?"

Selama ini mereka hanya saling memanggil nama.

"Karena aku lima tahun lebih tua darimu. Saat aku sudah masuk TK. Kamu baru lahir." jawab Arkam. Mengibaskan tangannya yang kotor.

"Bukan 5 tahun tapi 4 tahun, bulan depan aku ulang tahun."

Mobil ramai berlalu lalang, Aya tidak tidak takut kena cipratan lagi karena ada Arkam di depannya. Pria berbadan tinggi itu melindunginya.

"Tetap aja aku lebih tua, jadi panggil aku kakak."

"Kalau panggil Mas aja gimana?" tanya Aya.

Arkam melihat jam di tangannya, tidak ada waktu berdebat soal nama panggilan, dia harus segera ganti baju.

"Terserah, yang penting panggil aku Aa' Abang atau Mas. Takutnya Bunda nanti curiga, aku mau ganti baju dulu."

Arkam memberikan barang belanjaan ke Aya, lalu berlari ke toko sebelah. Langkahnya tampak ragu. Dia canggung minta izin numpang mandi sekalian beli baju.

Aya mengikuti dari belakang, ikut masuk ke sana dan memilihkan baju. Dia mengambil kemeja putih panjang dan celana kasual. Lalu diberikan pada pegawai toko untuk diantar ke Arkam yang masih di kamar mandi.

Tak lama kemudian Arkam keluar sembari mengusap rambutnya, ia belum mengenakan kemeja. Otot kekarnya membuat para pegawai kagum.

"Biar saya bantu, Pak." Pegawai wanita mengambil handuk Arkam, bantu mengeringkan rambut.

Aya duduk sembari melihat tingkah para pegawai yang mirip dengan Wulan, sangat genit dan suka mencari kesempatan, awalnya Aya tidak peduli, tapi bisikan para pegawai dan sikap tidak peka Arkam membuatnya risih.

Aya mengangkat tangannya. "Sayang, udah belum? Kita udah ditungguin Mama mertua."

Mendengar itu Arkam terpaku, matanya melotot. Tidak mengerti. Aya berdiri, mengambil kemeja putih itu dan memakaikan pada Arkam.

"Kamu nggak boleh pamer badan, nanti aku cemburu, Sayang." Aya melirik para pegawai, menandai Arkam miliknya.

Para pegawai itu berdehem dan kembali berkerja dengan canggung.

Aya melepaskan tangannya dari kancing baju Arkam, merasa tugasnya sudah selesai, tapi Arkam malah menahan tangannya dan membuat Aya mendongak ke atas.

"Teruskan," pinta Arkam.

Aya tampak bingung, kedekatan ini membuat canggung, ia berdehem dan meneruskan mengancing baju Arkam.

"Apa tubuhku bagus, Sayang?" tanya Arkam sembari mencondongkan tubuhnya.

Jduug!
Aya refleks membenturkan kepala mereka, ia terlalu terkejut karena Arkam bicara hal seperti itu.

"Akkh sakit." Arkam mengusap jidatnya.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang