bab 9 (8 KBM)

453 165 10
                                    

Arkam tidak tahu ke mana Aya pergi, jika dipikirkan lagi, dia tidak terlalu kenal Aya. Bagaimana kehidupan Aya, apa yang Aya rasakan, dan apa yang Aya inginkan.

Wanita itu terlihat bisa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain, seolah bisa berdiri sendiri. Arkam tahu Aya yatim piatu tanpa keluarga, Arkam yakin itu sulit. Tapi Aya tidak pernah mengeluh. Dia masih kokoh seolah tidak ada yang bisa menumbangkannya.

"Kamu di mana?" tanya Arkam melihat keluar jendela.

Dia khawatir pada pembunuh bayaran itu, seolah Aya adalah wanita lemah. Nyatanya Aya lebih baik darinya, bisa mengatasi semua masalah seorang diri.

Arkam keluar rumah, berjalan 5 menit dan menunggu Aya di depan rumahnya, hal yang selalu dia lakukan 3 bulan ini, andai dia tahu rumah Aya di Jogja, sudah pasti menyusul ke sana. Tanpa menunggu ketidakpastian seperti ini.

Dalam sehari, Arkam ke rumah Aya tiga kali ini, selalu bertemu pembantunya saja. Sementara malam ini tak ada orang. Kemarin pembantu rumah tangga katanya pulang kampung.

Arkam menyandarkan punggungnya di gerbang, menanti seseorang yang tidak pernah membalas pesannya. Ntah apa yang dilakukan Aya saat ini, tapi dia selalu mengirim informasi tanpa menjawab pertanyaannya.

Pukul setengah dua belas malam, ia melihat sosok yang dia tunggu, Aya pulang. Wajahnya langsung berubah, dia berlari menemui Aya. Akhirnya setelah 3 bulan, dia bisa berjumpa dengan wanita itu lagi. Jantungnya berdebar.

"Kamu ke mana aja? Kenapa nggak bales chatku? Apa susahnya ngabarin!" tanya Arkam tampak khawatir.

Aya terdiam sejenak, mendongak menatap mata Arkam, tampak bingung dengan sikap Arkam yang khawatir padanya.

Tiga bulan waktu yang sangat lama bagi Arkam, pria itu menatap Aya dari atas sampai bawah, takut ada yang kurang.

"Aku sibuk ngurus cerai, juga banyak kerjaan," ucap Aya. Dia berjalan ke gerbang, membuka gembok dengan kunci yang diambil dari tas.

"Gimana, sekarang kamu udah cerai?"

"Udah dari tiga bulan lalu," ucap Aya. Membuat Arkam terkejut.

Meskipun perceraian itu keinginan Aya, tapi tampaknya Aya tidak bersemangat. Arkam berdehem, mengikuti Aya masuk ke rumahnya.

"Kalau udah cerai, kenapa nggak pindah ke sini?" tanya Arkam. Dia melepaskan sepatunya.

Aya menyalakan lampu, lalu ke dapur mengambil air minum.

"Aku harus ngurus berkas-berkas, juga beberapa misi."

"Lalu di mana Ruhi?" tanya Arkam.

Aya diam sejenak, tidak langsung menjawab. Dia membasahi bibirnya.

"Dia ikut Junet, mereka nggak mau ngelepas Ruhi, kami masih tarik ulur soal hak asuh."

Aya tampak sedih, ternyata itu yang membuat Aya tidak semangat, dia kehilangan Ruhi.

Aya ke dapur, dia mengambil mie instan, hendak merebusnya. Arkam buru-buru mengambil mie itu. Membuat Aya menoleh.

"Makan mie nggak baik buat kesehatan, biar aku masakin sesuatu."

Aya melepaskan mie itu, dia berbalik dengan lemas dan duduk di meja makan. Arkam segera membuka kulkas, mengeluarkan bahan yang bisa digunakan untuk membuat makan malam.

Ada daging sapi, daun bawang dan tempe. Arkam masak sup daging sapi, menanak nasi di magicom, serta menggoreng tempe. Dia cukup ahli dalam memasak.

Saat sup sudah matang dan siap dihidangkan, ia menoleh ke Aya, wanita itu tertidur di meja. Wajahnya tampak lelah. Arkam mendekat, berjongkok di sampingnya.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang