Bab 15 (14 KBM)

429 139 5
                                    

Arkam mengangkat tangan, memanggil waiters, dia memesan bebek goreng dan sup. Juga menanyakan kepada Haaziq mau pesan apa, Haaziq bilang pesan yang sama saja.

"Maaf ya. Saya lapar belum makan siang," ucap Arkam setelah waiters pergi.

"Silakan saja, saya mengerti." Haaziq berdehem, dia harus memulai pembicaraan tentang Aya.

"Tempat ini sangat bagus, saya baru pertama ke sini." Arkam melihat sekeliling, dekorasi restoran bernuansa musim gugur, banyak hiasan daun kering. Dia berpikir akan membawa Aya ke sini.

"Anda tidak penasaran kenyataan tentang calon istri anda?" tanya Haaziq, mengembalikan obrolan ke inti.

"Memang kenyataan apa yang ingin dia sampaikan?"

"Dia adalah seorang kriminal, anda harus menghentikan pernikahan ini," jawab Haaziq, menatap mata Arkam tajam.

Arkam tidak terkejut. Ia sudah tahu, Aya adalah salah satu wanita jahat yang ada di dunia, pembunuh bayaran, jasanya bernilai tinggi dan rela melakukan apapun demi uang.

Tapi apa masalahnya? Di dunia ini tidak ada manusia yang benar-benar suci, Aya juga tidak sepenuhnya jahat, dia masih ada sisi baiknya, seperti menolong teman tanpa pamrih, juga memiliki kasih sayang pada keluarganya.

Aya juga memiliki sikap keibuan, dia wanita normal. Tidak ada yang salah darinya selain pekerjaannya yang tidak wajar.

"Jangan bicara sembarangan," ucap Akram. Dia tidak akan membongkar identitas Aya sekalipun Haaziq sudah tahu yang sebenarnya. Dia akan berpura-pura sampai akhir.

"Saya tidak bohong, dia meninggalkan anak dan suaminya untuk menikah dengan anda, pasti dia mengincar nyawa keluarga anda."

Tangan Arkam mengepal mendengarnya, Aya adalah orang yang sudah menolong keluarganya, tanpa Aya, kedua adiknya pasti belum kembali, juga orang tuanya pasti sudah mati di rumah sakit.

"Saya tidak menyangka abdi negara seperti anda mencari latar belakang seseorang dengan gegabah, anda sangat tidak sopan, asal anda tahu, Aya tidak pernah meninggalkan anak dan suaminya untuk menikah dengan saya.

"Dia dipoligami selama satu tahun, maka dari itu dia ingin cerai, sekarang dia sedang berjuang mendapatkan hak asuh anaknya. Tentang kenapa kami menikah, apa saya harus mengatakan pada anda bahwa saya yang memohon padanya? Sepertinya pernikahan kamu tidak ada hubungannya dengan anda."

"Tapi--"

"Saya tidak akan tinggal diam jika anda bicara omong kosong lagi tentang calon istri saya," ucap Arkam tegas.

Arkam berdiri, menghampiri pelayan, minta dua porsi bebek goreng dibungkus. Tidak menyisakan untuk Haaziq yang lapar.

Arkam pergi dari sana tanpa mendengarkan penjelasan Haaziq, dia kesal pada orang sok tahu dan sok pahlawan. Dia benci orang sok suci seperti Haaziq.

Arkam mengendarai mobilnya pulang ke desa Serunduk, dia mampir ke masjid dan makan bebek goreng setelah solat dhuhur.

"Aku takut dia bikin masalah," ucap Arkam sembari menguyah. Masih kepikiran tentang Haaziq.

Dia mengambil ponselnya, menghubungi Aya dan melaporkan tentang Haaziq yang mengetahui identitas Aya.

"Selain itu dia ngomong apa?" tanya Aya di telepon.

"Nggak ngomong apa-apa lagi, kayaknya dia cuma nyari tahu kamu di permukaan aja. Sebelumnya, emang kamu pernah ada masalah sama dia?"

"Kamu sering ketemu, tapi nggak nyangka aja bakal ketemu saat kayak gini."

"Dia berbahaya nggak?"

"Nggak, dia cuma anggota BIN yang nggak kompeten, tapi bisa berbahaya kalau dia tahu lebih banyak."

"Oh gitu, syukurlah."

"Majuin tanggalnya, kita harus cepetan nikah."

"Pernikahan anak gubernur nggak bisa buru-buru, kalau Haaziq ganggu kamu lagi, ngomong aja ke aku, nanti biar aku yang urus, sekarang aku tunanganmu, aku bertanggungjawab melindungimu."

Suasana menjadi hening, tak ada jawaban dari Aya untuk beberapa saat.

"Dih, apaan sih, nggak usah sok ngelindungin."

Telepon langsung ditutup, Arkam tidak mengerti kenapa Aya tiba-tiba marah, dia meletakkan ponselnya dan makan dengan lahap. Setelah cuci tangan dia melanjutkan perjalanan.

Masih ada satu porsi bebek goreng, nanti dia kasih pada tetangga depan, yakni keluarga reog yang selalu membuat keonaran di desa.

Mobil Arkam memasuki tugu selamat datang Desa Serunduk, jalan yang dulu jelek kini beraspal. Sudah dua tahun sejak desa ini menjadi desa maju.

Akhir tahun ini dinasnya di desa ini akan berakhir, setelah itu dia akan tinggal di kota lagi bersama anak dan istrinya.

"Anak dan istri," gumam Arkam, pipinya jadi panas. Tidak menyangka akhirnya dia akan memiliki keluarga kecil seperti orang-orang.

Setelah masuk gerbang rumahnya, Arkam turun sembari membawa seporsi bebek goreng, dia menyebrang jalan ke rumah depan.

"Awas, Om!" Teriak seorang bocah yang naik sepeda.

Arkam buru-buru menyingkir, hampir saja tertabrak.

"Hati-hati Lyam!" Balas Arkam.

Adiknya Pak Kades itu tidak menghiraukannya, dia malah menambah kecepatan berbelok, pasti akan ke lapangan bermain bersama teman-temannya. Dasar anak nakal.

Setelah memasuki gerbang yang tidak ditutup, dia berjumpa bayi kembar, sedang bermain di teras.

"Kamu udah balik ke sini, kirain masih besok?" tanya seorang perempuan keluar dari rumah.

"Iya, Le. Ini aku bawain bebek goreng." Arkam mengulurkan sebungkus bebek goreng yang seharusnya menjadi jatah Haaziq.

"Tumben, oh ya aku penasaran sama calon istrimu, kemarin lamarannya gimana?"

"Alhamdulillah lancar, nanti aku bawa istri ku ke sini."

"Kemarin aku pingin dateng waktu kamu tunangan, tapi Mas Isham ada rapat darurat, aku nggak bisa dateng sendiri, tahu sendiri aku punya dua bocil."

Arkam berjongkok, memainkan jemari bayi perempuan, dia mengambil bayi itu ke pangkuannya. Dia ingin punya bayi seperti ini.

"Nggak papa, lagian cuma acara kecil-kecilan, bulan depan aja datang ke acara nikahan."

Pasti Lea shock kalau tahu calon istri Arkam adalah bestinya, selama Aya tidak memberitahu Lea, ia tidak berhak memberitahu duluan. Jadi biarlah Lea tahu saat ijab kabul.

"Ishika tambah gendut ya," ucap Arkam.

Tak!
Ishika memukul kepala Arkam memakai kerincingan, seolah tahu bahwa Arkam berkomentar soal berat badan.

"Nakal banget kamu Ika, untung imut."

Sebentar lagi dia juga punya anak perempuan, berusia 6 tahun, ia tidak sabar mendadani dan membelikan boneka. Sejak dulu, dia memang lebih suka anak perempuan yang manja. Seperti adiknya Nana.

Setelah puas bermain dengan si kembar, Arkam pulang ke rumahnya, dia mandi dan membereskan tempat tidur. Menata ulang lemarinya supaya nanti muat untuk pakaian Aya.

Hingga tanpa terasa hari pernikahan itu tiba, tangan Arkam gemetar padahal dia sudah makan. Dia sangat gugup.

"Kamu ganteng banget," puji Bunda, menitikkan air mata.

"Wajar keturunan ku," ucap Ayah bangga. Dia menepuk pundak Arkam. Tidak kuasa menahan haru.

"Huwaa Aa' mau nikah, terus jadi milik wanita lain." Nana berhambur memeluk Kakaknya.

Arkam mengusap kepala Nana penuh sayang, adik perempuannya itu sangat overprotektif. Dia harap nanti keluarganya akur dengan Ruhi dan Aya.

"Aa tetep jadi Aa'nya Nana. Nggak usah khawatir."

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang