bab 10 (9 KBM)

467 167 11
                                    

Aya menatap Arkam, sorot matanya terlihat sangat serius. Seolah pria di hadapannya ini telah jatuh cinta. Aya segera menggeleng, menghempas pikiran yang tidak masuk akal itu. Arkam adalah pria lurus yang tidak tahan terlibat masalah, jadi mana mungkin jatuh cinta pada pembunuh bayaran sepertinya.

Junet saja kalau tahu dia pembunuh bayaran, pasti dulu tidak mau menikahinya.

"Kamu nggak perlu khawatir, selama kamu nggak naik jadi mentri, hidupmu aman. Kamu nggak butuh aku lagi," ucap Aya.

Arkam menggelang.

"Aku membutuhkanmu, aku janji akan mengembalikan hak asuh Ruhi. Jadi menikahlah denganku, Ay." pinta Arkam. Tatapannya memelas.

Mereka sudah saling mengenal hampir dua tahun, sekalipun tidak pernah Arkam memelas seperti ini, dia pria yang penuh wibawa seperti ayahnya.

Arkan adalah orang yang dibesarkan di tengah keluarga harmonis, tidak pernah merasa kekurangan dan penuh kasih sayang. Dia pun tumbuh menjadi pemuda yang sangat baik.

Sering kali Aya iri melihat kehidupan Arkam. Dia dipuji banyak orang dan dikagumi. Tangannya juga bersih dari darah, tidak pernah melakukan hal kotors sepertinya.

Sementara dirinya, meski sudah menyelamatkan negara ini beberapa kali, tapi tidak ada yang mengucapkan terima kasih.

Dia melindungi di balik bayangan dengan tangan penuh darah, tumbuh kesepian tanpa tahu arti dari dilindungi, kehidupan mereka bagai bumi dan langit.

"Kamu sadar yang kamu katakan?" tanya Aya.

"Aku sangat sadar, jadi beri aku kesempatan, Ay." sekali lagi arkam memelas.

"Bagaimana caranya kamu mengambil hak asuh Ruhi?" tanya Aya.

"Aku punya banyak kenalan di pengadilan, kamu nggak perlu khawatir. Selama kita bisa memberikan keluarga harmonis untuk Ruhi, aku pastikan kita akan menang."

Arkam terus meyakinkan, berbeda dengannya yang memiliki banyak kenalan hacker, tukang pukul dan orang-orang yang berada di dunia hitam. Arkam adalah pejabat negara yang disegani.

Aya mengembuskan napas berat, yang terpenting saat ini adalah ruhi. dia harus mendapatkan ruhi kembali bagaimana pun caranya.

"Baiklah, tepati perkataanmu membawa ruhi padaku."

Mendengar itu Arkam tersenyum lebar, sangat senang. Sementara aya masih lesu, tiba-tiba senter menyoroti wajah mereka, sangat silau hingga Aya menghalaunya dengan tangan.

"A' Arkam?"

"Harits, ngapaian di sini?" tanya Arkam terkejut.

"Seharusnya aku yang tanya ngapain A' di sini sama cewek jam 2 malem?"

Arkam menoleh ke Aya, wanita itu menoleh ke arah lain, tidak mau bertatapan dengan Harits, takut pemuda itu mengenalinya. Dia ingin menyembunyikan identitasnya di depan Harits meski dia tahu identitas Harits yang sebenarnya.

"Ah, kenalkan dia calon kakak iparmu, namanya Cahaya. rumahnya di sini. Dia baru pulang, jadi aku datang ke sini."

Arkam memerkenalkan Aya, membuat Harits mengalihkan pandangannya. Dia menyelidik Aya dari atas sampai bawah, membuat Aya risih dan berdehem.

"Kayaknya kita pernah ketemu ya Teh? Tapi di mana ya?" tanya Harits, mencoba mengingat.

Aya berusaha bersikap biasa saja. "Kita kan tetangga, jadi pasti pernah papasan."

Harits berpikir, bibirnya berubah senyum. "Iya ya, mungkin kita pernah papasan. Aku Harits, Teh. adiknya A' Arkam."

Harits mengulurkan tangan, Aya menyambutnya. pemuda itu jauh lebih tinggi dari Aya, usianya awal 20 an. Wajahnya tampan dan Aya tahu betul kehidupan Harits sebelum masuk keluarga Arkam. Mereka pernah bertemu beberapa tahun lalu dalam keadan yang tidak baik.

kamuflaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang